Jumat, 21 November 2014

Siswa Dengan Kebutuhan Khusus (Student With Special Need/Students With Exceptionalities)



Pengertian Siswa Dengan Kebutuhan Khusus
(Student With Special Need/Students With Exceptionalities)

Pada saat ini dunia pendidikan mempunyai kewajiban untuk melayani berbagai jenis individu berkebutuhan khusus.Pada waktu sebelumnya.Individu yang berkebutuhan khusus diberi lebel anak luar biasa dan anak yang termasuk ke dalam kelompok anak luar biasa langsung dididik di sekolah luar biasa.Sekolah luar biasa melayani berbagai bentuk kekhusuasan yang dimiliki anak, seperti sekolah luar biasa untuk penyandang tuna wicara, sekolah luar biasa untuk penyandang tuna grahita, sekoleh luar biasa untuk penyandang tuna netra. Untuk individu yang memiliki kemampuan khusus dengan IQ tinggi seperti anak gifted, di Indonesia di didik di sekolah umum, di dalam kelas akselerasi.(Jamaris, 2010:261).
Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara siginifikanberbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya.Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif atau sosial terhambat dalammencapai tujuan-tujuan/kebutuhan dan potensinya secara maksimal, meliputimereka yang tuli, buta mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasimental (keterbelakangan mental) gangguan emosional juga anak-anak yangberbakat dengan intelligensi yang tinggi, dapat dikategorikan sebagai anakkhusus atau luar biasa karena memerlukan penaganan yang terlatih daritenaga professional.
Peserta didik berkebutuhan khusus menurut Peraturan Gubernur DKINomor 116 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi adalahanak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak padaumumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosiatau fisik.
Individu berkebutuhan khusus adalah adalah individu memiliki ciri-ciri khusus di dalam perkembangannya yang berbeda dari perkembangan secara normal. Penyimpangan perkembangan tersebut dapat terbentuk penyimpangan intelegensi, yaitu intelegensi di bawah normal yang dikenal dengan individu penyandang retardasi mental, atau intelegensi di atas normal yang dikenal individu superior atau gifted. Penyimpangan dalam perilaku, seperti attention deficit/hyperactivity disorder atau ADHD dan autisme. Penyimpangan dalam perkembangan visual, seperti individu penyandang kebutaan atau tuna netra dan penglihatan yang sangat rabun. Penyimpangan dalam perkembangan auditory, seperti individu penyandang tuna wicara. Penyimpangan dalam perkembangan fisik, seperti penyandang tuna daksa. Di samping itu, individu yang seharusnya tidak bermasalah dalam belajar, akan tetapi, mengalami masalah belajar, yang disebut individu kesulitan belajar (Jamaris, 2010:261).

A.    Hambatan Kecerdasan

     Hamabatan kecerdasan atau sering dikenal dengan sebutan tunagrahita adalah kondisi anak yang tingkat kecerdasannya jauh dibawah rata – rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi dan ketidak cakapan dalam interaksi sosial.  Kondisi yang dimulai sebelum usia 18 tahun yang meliputi rendahnya inteligensi dan kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari (Santrock, 2009: 255). Anak tunagrahita dengan keterbatasan kecerdasan yang diamiliki sukar untuk mengkuti program pendidikan disekolah biasa, oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan pelayanan pendidikan secara khusus, yakni disesuaikan dengan kemampuan anak itu.

    Karakteristik umum yang dimiliki seorang anak yang mengalami hambatan kecerdasan atau tunagrahita meliputi tiga hal, diantaranya adalah:

1.    Keterbelakangan Intelegensi
    Intelegensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan ketrampilan-ketrampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berfikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan (Maria, 2007:28). Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut. Kapasitas belajar anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar berhitung, menulis, dan membaca juga terbatas.

2.    Keterbatasan Sosial
Di samping memiliki keterbatasan intelegensi, anak tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan. Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda dari usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab social dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya. 

   Hambatan kecerdasan yang dialami anak tunagrahita tidak semata-mata terjadi begitu saja, namun ada beberapa faktor penyebab tejadinya hambatan kecerdasan bagi setiap anak-anak. Faktor-faktor tersebut meliputi:

1.    Faktor Genetik (Keturunan)
   Faktor genetik merupakan faktor utama yang menyebabkan anak mengalami hambatan kecerdasan. Ada dua sindrum yang diidentifikasi sebagai penyebab anak memiliki hamabatan kecerdasan, pertama  Sindrum Down (Down syndrome) anak yang menderita sindrom ini mempunyai wajah yang bulat, tengkorak yang rata, tambahan lipatan kulit diklopak mata, tubuh pendek dan keterbelakangan mental serta motoriknya. Kedua Fragile X syndrome, syndrome ini diturunkan secara genetic melalui keromoson X yang abnormal, mengakibatkan retardasi mental ringan sampai berat.

2.    Kerusakan
Sistem Otak
   Kerusakan otak disebabkan dari calon ibu hamil yang terinfeksi rubela, sifilis, herpes dan AIDS yang dapat menyebabkan keterbelakangan pada anak. Infeksi tersebut menyebabkan peradangan di otak dan menyebabkan kerusakan sistem otak 

3.    Faktor Lingkungan
  Hal-hal berbahaya dilingkungan yang menyebabkan hamabatan kecerdasan anak meliputi, pukulan dikepala, malnutrisi, keracunan, luka pada saat kelahiran, dan alkoholisme atau kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol yang parah oleh ibu hamil (Santrock, 2009: 257-258).

    ABK memiliki tingkat kekhususan yang amat beragam, baik dari  segi jenis, sifat, kondisi maupun kebutuhannya. Oleh karena itu layanan pendidikannnya tidak dapat dibuat tunggal atau seragam melainkan menyesuaikan diri dengan tingkat keberagaman karakteristik dan kebutuhan anak. Dengan beragamnya model  layanan pendidikan tersebut, dapat lebih memudahkan anak-anak ABK dan orangtuanya untuk memilih layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya.  Ada beberapa model layanan pendidikan bagi ABK yang ditawarkan mulai dari yang model klasik sampai yang modern atau terkini.

Pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita atau retadasi mental dapat diberikan pada: 

a.   Kelas Transisi 
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas tansisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.

b.   Sekolah Khusus
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita).

c.   Pendidikan Terpadu
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties).

d.   Program Sekolah di Rumah (Home Shcooling)
Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya sakit. Program dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.


B.     Kesulitan Belajar

  Kesulitan belajar atau gangguan belajar (learning disorder) adalah gangguan belajar pada anak yang ditandai dengan adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf intelegensi dengan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai.Anak berkesulitan belajar adalah salah satu dari mereka yang berada dalam kelompok anak berkebutuhan khusus (children with special needs). Mereka adalah anak yang memiliki disfungsi minimum otak (DMO), sehingga menyebabkan tercampur aduknya sinyal-sinyal di antara indera otaknya atau terjadi gangguan dalam neurobiologistyang menimbulkan gangguan berbagai perkembangan, misalnya:
v  Disleksia, adalah satu kategori yang ditunjukan bagi individu yang memiliki kelemahan serius dalam kemampuan untuk membaca dan mengeja.
v  Disgrafia, adalah kesulitan belajar yang ditandai dengan adanya kesulitan dalam mengungkapkan pemikiran dalam komposisi tulisan.
v  Diskalkulia, adalah kesulitan belajar dalam perhitungan matematika. (Santrook, 2009: 248)

     Penyebab hambatan perkembangan belajar disebabkan oleh faktor genetik dimana kesulitan belajar cendrung menurun dalam keluarga dan kemungkinan yang paling tinggi sebagai penyebab terjadinya hambatan perkembangan belajar ini adalah karena hambatan perkembangan otak (sistem syaraf pusat) pada masa dalam kandungan, setelah melahirkan, dan selama usia satu tahun pertama. Hambatan-hambatan tersebut biasanya dapat berupa pendarahan di otak, mengalami sesak napas pada saat komplikasi kelahiran sehingga sel-sel otak kekurangan oksigen. Selain itu juga ada beberapa risiko selama kehamilan yang dapat menyebabkan seorang individu mengalami kesulitan belajar ketika sudah masuk usia sekolah, seperti: infeksi rubella, malnutrisi atau stress yang terus menerus yang dialami oleh ibu yang sedang hamil, dan beberapa faktor instrinsik lainnya.

C.     ADHD (Attention Deficit Hypercactivity Disorder)
ADHD adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga menyebabkan perilaku anak yang berlebihan(hiperaktif) dan tidak lazim yang ditandai dengan gangguan pemusatan perhatian dan gangguan konsentrasi(in attention), berbuat dan berbicara tanpa memikirkan akibat(impulsif). ADHD adalah suatu kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (sulit memusatkan perhatian), Kejadian ADHD di seluruh dunia bisa mencapai 3-5% dan kebanyakan penderita ADHD adalah laki-laki.
Beberapa ahli menyatakan bahwa faktor yang sangat berperan dalam timbulnya ADHD pada anak adalah faktor genetik (keturunan), tingkat neurotransmitter (pembawaan pesan kimia didalam otak) yang rendah, keadaan tidak normal sebelum kelahiran dan setelah kelahiran, serta racun lingkungan seperti timah. (Santrock, 2009: 254).

Karakteristik umum yang dimiliki seorang anak yang mengalami ADHD harus memiliki tiga gejala utama yang nampak pada perilaku anak, yaitu:
1.      Hiperaktif.
2.      Kurang perhatian, sulit untuk berinteraksi dan kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas.
3.      Impulsif (seperti, bertindak tanpa berfikir dan sulit untuk menunggu giliran).
4.      Kelalaian dan membutuhkan banyak pengawasan (Eggen & Kauchak. 2004: 142)
     

Cara menanggulangi ADHD pada Anak
1. Terapi Perilaku (Behavioral Therapy)
Terapi perilaku membantu anak untuk lebih bisa mengontrol perilaku dan mengendalikan tindakan mereka.Diharapkan anak mampu mengendalikan reaksi berlebihan, kemarahan, serta menjadikannya lebih tenang.

2. Terapi Kognitif (Cognitive Therapy)
Terapi perilaku kognitif ditujukan untuk membantu seseorang mengendalikan pikiran dan emosi yang akan mewujud pada perilaku yang lebih positif. Terapi ini akan melatih anak dengan ADHD untuk berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak.

3. Terapi Membaca (Literary Therapy)
Terapi membaca ditujukan membuat seseorang memahami masalah yang dihadapinya secara mendalam dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya perihal masalah tersebut.Informasi yang diberikan juga harus disertai dengan solusi untuk mengendalikan masalah hiperaktif.

4. Terapi Bicara
Melalui terapi bicara, orang tua didorong untuk selalu berkomunikasi dengan anak serta membicarakan apa yang dirasakan anak. Terapi bicara didasarkan pada prinsip bahwa ADHD dapat disembuhkan, jika anggota keluarga menunjukkan dukungan, cinta dan perhatian dengan memberikan waktu untuk mendengarkan anak (Rini, dkk, 2013: 35)


D.    Physical Disabilities

   Physical disabilities atau biasa disebut dengan tunadaksa adalah istilah untuk anak yang memiliki cacat tubuh, cacat fisik, dan cacat ortopedi seperti cerebral palsy dan serangan mendadak (biasanya strok atau epilepsy). Orthopedic mempunyai arti yang berhubungan dengan otot, tulang, dan persendian. Dengan demikian, cacat ortopedi kelainannya terletak pada aspek otot, tulang dan persendian atau dapat juga merupakan akibat adanya kelainan yang terletak pada pusat pengatur sistem otot, tulang dan persendian. Termasuk didalamnya cerebral palsy adalah penyakit yang meliputi kurangnya koordinasi otot, gemetar,atau cara cara berbicara yang tidak jelas. Dan juga gangguan kejang seperti epilepsy yang disebabkan gangguan neurologis dengan ciri khas adanya serangan sensomotorik yang berulang-ulang atau kejang-kejang. (Santrok, 2009: 259)

Karakteristik anak tunadaksa ditinjau dari beberapa segi, antara lain :

a.   Karakteristik Akademis
Karakteristik akademis anak tudanadaksa meliputi ciri khas kecerdasan, kemampuan kognitif yang mengalami kelainan karena terganggunya sisitem cerebral sehingga mengalami hambatan dalam belajar, dan mengurus diri.Anak tundaksa karena kelainan pada sistem otot dan rangka tidak terganggu sehingga dapat belajar, seperti anak normal.

b.   Karakteristik sosial/emosional.
Karakteristik sosial/emosional anak tunadaksa menunjukkan bahwa konsep diri dan respons serta sikap masyarakat yang negatif terhadap anak tunadaksa mengakibatkan anak tunadaksa merasa tidak mampu, tidak berguna dan menjadi rendah diri. Akibatnya, kepercayan dirinya hilang dan akhirnya tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Mereka juga menunjukkan sikap mudah tersinggung, mudah marah, lekas putus asa, rendah diri, kurang dapat bergaul, malu dan suka menyendiri, serta frustasi berat.

c. Karakteristik Fisik.
Karakteristik fisik/kesehatan anak tunadaksa biasanya selain mengalami cacat tubuh, juga mengalami gangguan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendenganran, penglihatan, gangguan bicara, dan gangguan motorik   

Didalam proses pemerolehan pendidikan ada empat bentuk proses dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak tunadaksa, yaitu: 

1) Sekolah Luar Biasa (SLB)
Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang dianggap dapat membantu anak-anak yang mengalami ganguan fisik yang tidak sempurna dalam dirinya, karena anak yang memiliki kekurangan tersebut akan lebih diberi perhatian dan bimbingan lebih oleh guru, tidak seperti disekolah normal pada umumnya.

2) Kelas jauh/Kelas kunjung
Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk memberi pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB. Dalam penyelenggaraan kelas jauh/kelas kunjung menjadi tanggung jawab SLB terdekatnya.Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut berasal dari guru SLB-SLB di dekatnya.Mereka berfungsi sebagai guru kunjung (itenerant teacher).




E.     Visual Disabilities

   Visual disabilities atau tunanetra digunakan untuk menggambarkan anak yang mengalami tingkatan kerusakan atau gangguan penglihatan yang berat sampai pada yang sangat berat, yang dikelompokkan secara umum menjadi buta dan kurang lihat. Sebagian ahli mengelompokkannya menjadi kurang lihat (low vision), buta (blind), dan buta total (totally blind). Perlu anda pahami bahwa kerusakan yang terjadi pada organ penglihatan (mata) dapat meliputi kerusakan yang ringan sampai yang sangat berat. Anak yang memilki kerusakan ringan pada penglihatannya (seperti myopia dan hypermetropia) masih dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata dan bisa mengikuti pendidikan seperti anak yang lainnya, secara umum tidak dikelompokkan pada tunanetra (
Wardhani, 2007: 45).

           Penyebab Terjadinya Tunanetra
1.   Faktor Internal
Faktor internal merupakan penyebab ketunanetraan yang timbul dari dalam diri individu, yang sering disebut juga faktor keturunan.Faktor ini kemungkinan besar terjadi pada perkawinan antarkeluarga dekat dan perkawinan antartunanetra.

2.      Faktor Eksternal
a)   Penyakit rubella dan syphilis
Rubella atau campak Jerman merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang sangat berbahaya dan sulit didiagnosis secara klinis. Apabila seoarng ibu terkena rubella pada tri semester pertama (3 bulan pertama) maka virus tersebut dapat merusak pertumbuhan sel-sel pada janin dan merusak jaringan pada mata, telinga atau organ lainnya sehingga kemungkinan besar anaknya lahir tunanetra  atau tuna rungu atau berkelainan lainnya. Demikian juga dengan  syphillis (penyakit yang menyerang alat kelamin), apabila penyakit itu terjadi pada ibu hamil maka akan merambat kedalam kandungan sehingga dapat menimbulkan kelainan pada bayi yang dikandungnya atau bayi tersebut akan terkena penyakit ini sewaktu dilahirkan. 
b)   Glaukoma (Glaucoma)  
Glaukoma merupakan suatu kondisi dimana terjadi tekanan yang berlebihan pada bola mata.Hal itu terjadi karean struktur bola mata yang tidak sempurna pada saat pembentukannya dalam kendungan.Kondisi ini ditandai dengan pembesaran bola mata, kornea menjadi keruh, banyak mengeluarkan air mata, dan merasa silau.
c)   Retinopati diabetes (Diabetic retinopathy)
Retinopati diabetes merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya gangguan dalam siplai/aliran darah pada retina.Kondisi ini disebabkan oleh adanya penyakit diabetes.
d)   Retinoblastoma
Retinoblastoma merupakan tumor ganas yang terjadi pada retina, dan sering ditemukan pada anak-anak. Gejala yang dapat dicurigai antara lain, menonjolnya bola mata, adanya bercak putih pada pupil, strabismus (juling), glaukoma, mata sering merah, atau penglihatannya sering menurun.
e)   Kekurangan vitamin A
Vitamin A berperan dalam ketahanan tubuh terhadap infeksi.Dengan vitamin A, tubuh lebih efisien dalam menyerap protein yang dikonsumsi. Kekurangan vitamin A akan menyebabkan kerusakan pada matanya, yaitu kerusakan pada sensitifitas retina terhadap cahaya (rabun senja) dan terjadi kekeringan pada konjungtiva bulbi yang terdapat pada celah kelopak mata, disertai pengerasan dan penebalan pada epitel. Pada saat mata bergerak, akan tampak lipatan [ada konjungtiva bulbi. Dalam keadaan ini parah hal tersebut dapat merusak retina, dan apabila dibiarkan akan terjadi ketunanetraan.
f)   Terkena zat kimia
Di samping memberikan manfaat bagi manusia, zat-zat kimia juga dapat merusak apabila penggunaanya tidak hati-hati. Zat kimia tertentu, seperti zat etanol dan aseton, apabila mengenai kornea, akan mengakibatkan mata kering dan terasa sakit. Selain itu zat-zat lain, seperti asam sulfat dan asam tannat yang mengenai kornea akan menimbulkan kerusakan bahkan mengakibatkan ketunanetraan.
g)   Kecelakaan
Kecelakaan menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan ketunanetraan apabila kecelakaan tersebut mengenai mata atau saraf mata.Benturan keras mengenai saraf mata atau tekanan yang keras terhadap bola mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan bahkan ketunanetraan.

     Proses Pendidikan Anak Tunanetra
Klasifikasi tunanetra ini tidak didasarkan pada hasil tes ketajaman penglihatan, tetapi didasarkan pada adaptasi/penyesuaian pendidikan khusus yang sangat penting dalam membantu mereka belajar atau diperlukan dalam membantu layanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan penglihatannya. Klasifikasi ini dikemukakan oleh Wardhani (2007: 46-47), yaitu sebagai berikut:


a)    Ketidakmampuan melihat taraf sedang (moderate visual disability)
Pada taraf ini, mereka dapat melakukan tugas-tugas visual yang dilakukan oleh orang “awas” dengan menggunakan alat bantu khusus dan dibantu dengan pemberian cahaya yang cukup. Sehingga dapat mengikuti kelas belajar normal.
b)     Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability)
Pada taraf ini, mereka memiliki kemampuan penglihatan yang kurang baik atau kurang akurat meskipun dengan menggunakan alat bantu visual dan modifikasi sehingga mereka membutuhkan lebih banyak waktu dan energi dalam melakukan tugas-tugas visual. Pada taraf ini anak tidak dapat menggikuti sekolah normal sehingga harus menempuh pendidikan diSLB.
c)      Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual
         disability)
Pada taraf ini mereka mendapat kesulitan untuk melakukan tugas-tugas visual, dan tidak dapat melakukan tugas-tugas visual yang lebih detail, seperti membaca dan menulis huruf “awas”. Dengan demikian, mereka tidak dapat menggunakan penglihatannya sebagai alat pendidikan sehingga indra peraba dan pendengaran memgang peranan penting dalam menempuh pendidikannya. Pada taraf sangat berat ini anak dianjurkan untuk menempuh pendidikan diSLB dikarenakan alat visual yang sudah tidak dapat berfungsi sehingga diperlukan media khusus untuk mengajarnya seperti tulisan berbentuk Braille.

F.     HEARING DISABILITIES
Hearing disabilities dapat diklasifikasi ke dalam dua kategori, yang pertama ialah hearing impairment (gangguan pendengaran), yang menyarankan siswa untuk menggunakan alat bantu dan untuk mengajar cukup dengan melalui saluran-saluran pendengar, kemudian untuk siswa yang tuli (deaf) cukup dengan alat perasa lainnya, dengan biasa melihat, berkomunikasi (Eggen dan Kauchak, 2004:147). Sementara itu  Hallahan dan Kauffman, 1988 dalam Rini Hildayani menyatakan bahwa banyak sekali definisi dan klasifikasi yang ada mengenai gangguan pendengaran. Dua diantaranya ialah tuli dan kesulitan mendengar (hard of hearing). Gangguan pendengaran dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang yang berorientasi fisiologis dan sudut pandang yang berorientasi edukasional.
Orientasi fisiologis menyebutkan bahwa anak yang tidak dapat mendengar bunyi pada tingkat intensitas (kenyaringan) tertentu diklasifikasikan sebagai tuli, sedangkan orientasi edukasional memiliki perhatian yang besar terhadap berapa banyaknya pendengaran yang hilang, yang akan mempengaruhi kemampuan anak untuk berbicara dan mengembangkan bahasa.
Hearing impairment (kelainan pendengaran) merupakan kondisi yang menyebabkan individu yang bersangkutan kurang dapat atau tidak dapat mendengarkan suara. Kelainan pendengaran merentang dari yang ringan sampai pada yang berat yaitu dari yang sulit mendengar atau hard of hearing sampai pada tingkat tidak dapat mendengar atau deaft.  Hard of hearing dapat dikoreksi dengan menggunakan alat pendengar. Penggunaan alat pendengar ini dilakukan sejak usia dini bagi anak yang mengalami kesulitan pendengaran. Deaft atau tuli adalah suatu keadaan yang menyebabkan individu yang bersangkutan tidak dapat mendengar suara, sehingga ia tidak dapat memahami bahasa (Jamaris. 2010: 304-305), lebih lanjut jamaris menyatakan bahwa ada beberapa faktor penyebab kelainan pendengaran, diantaranya:
1.      Heriditas atau Keturunan. Berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa kelainan pendengaran disebabkan oleh faktor keturunan. Faktor ini dikenal dengan istilah congenital hearing impairment. Dari penelitian dapat diketahui bahwa 30% ketulian yang terjadi pada usia sekolah adalah disebabkan oleh faktor keturunan.
2.      Rubella atau german measles atau cacar jerman yang dialami oleh ibu yang sedang mengandung, terutama pada usia kandungan tiga bulan pertama, merupakan penyebab kelainan pendengaran berbagai kelainan pada anak yang dilahirkannya.
3.      Kelahiran premature dapat menjadi penyebab kelainan pendengaran pada anak
4.      Meningitis adalah sejenis bakteri atau virus yang menyebabkan penyakit infeksi dapat merusak sistem pendengaran terutama bagian dalam telinga sehingga menyebabkan kelainan pendengaran pada anak yang mengalami keadaan ini
5.      Blood imcompaability adalah keadaan yang terjadi karena kerusakkan sel dan jaringan saraf yang terjadi pada waktu kehamilan.    

G.    COMMUNICATION DISORDERS
Communication disorders ialah sesuatu yang berhubungan dengan kemampuan siswa untuk menerina dan memahami informasi dari orang lain dan mengekspresikan ide-ide mereka. Communication disorders dapat di bagi ke dalam dua bentuk (Berstein & Tiegerman-Farber, 2002), yang pertama Speech disorders (expressive disorders) terkait masalah pembentukan dan peruntunan suara, dan yang selanjutnya ialah language disorders (receptive disorders) termasuk masalah-masalah dengan memahami bahasa atau penggunaan bahasa untuk mengekspresikan ide-ide. Language disorders juga sering berhubungan dengan masalah-masalah lain seperti gangguan pendengaran, gangguan belajar, atau hambatan mental (Eggen & Kauchak. 2004: 145)
Dalam literature lain, gangguan bicara dan bahasa (speech and language disorder) meliputi sejumlah masalah berbicara (seperti gangguan artikulasi, gangguan suara, dan gangguan kefasihan) dan masalah berbahasa (kesulitan dalam menerima informasi dan mengungkapkan bahasa) (Hulit & Howard, 2006; Justice, 2006; Reed, 2005 dalam Santrock. 2001: 262- 263).
1.      Gangguan artikulasi (articulation disorder) adalah masalah dalam pengucapan bunyi dengan benar. Artikulasi seorang anak pada usia 6 atau 7 tahun masih belum selalu bebas kesalahan, tetapi harus bebas dari kesalahan pada usia 8 tahun.
2.      Gangguan suara (voice disorder) tercermin pada cara bicara yang serak, parau, terlalu tinggi, atau terlalu rendah.
3.      Gangguan kefasihan (fluency disorder) biasa disebut “gagap”. Gagap muncul ketika seorang anak memiliki keragua-raguan yang tidak teratur, berlama-lama, atau mengulang-ulang dalam berbicara.
4.      Gangguan berbahasa (language disorder) meliputi kelemahan yang signifikan pada bahasa reseptif atau ekspresif seorang anak. Gangguan bahasa dapat mengakibatkan masalah belajar yang signifikan (Anderson & Shame, 2006; Ratner, 2005).  

H.    AUTISM
Istilah autism diperkenalkan pertama kali pada tahun 1943 oleh Dr. Leo Kanner, seorang psikiater anak dari Universitas Johns Hopkins. Kanner menyatakan bahwa pada sekelompok anak yang ditelitinya terlihat adanya suatu gangguan mendasar di mana anak-anak tersebut sejak awal kehidupan tidak mampu melakukan interaksi sosial terhadap orang lain atau situasi tertentu seperti halnya anak yang normal (Neale, 1996 dalam Rini Hildayani, dkk. 2013: 11.3)
Lebih lanjut Eko dalam Rini menjelaskan bahwa Autism adalah suatu gangguan perkembangan yang muncul di awal kehidupan seorang anak, yang ditandai oleh ketidak mampuan untuk berhubungan dengan orang lain, masalah dalam hal komunikasi, dan adanya pola tingkah laku tertentu yang diulang-ulang. Dalam literatur lain, Paul Eggen menambahkan yakni membahas tentang gangguan spektrum autisme.   
Gangguan spektrum autisme (autism spectrum disorder-ASD), juga disebut gangguan perkembangan pervasif, berkisar dari gangguanyang berat yang disebut gangguan autistik sampai gangguan yang lebih ringan yang disebut sindrom asperger. Gangguan spektrum autism ditandai dengan adanya masalah-masalah dalam interaksi sosial, masalah-masalah dalam komunikasi verbal dan nonverbal, serta prilaku repetitif. Anak-anak yang memiliki gangguan ini juga menunjukkan respons yang tidak normal terhadap pengalaman sensoris (National Institute of Mental Health, 2006). Gangguan spektrum autisme sering kali dapat dideteksi pada anak-anak dari usia 1-3 tahun. Pada usia ini, orang tua dapat mengetahui dari munculnya prilaku yang tidak biasa.
Gangguan spektrum autisme dapat dikategorikan ke dalam dua bagian yaitu:
Gangguan autistik (autistic disorder) adalah gangguan parah pada spektrum autisme yang dimulai pada 3 tahun pertama kehidupan dengan bentuk keterbatasa dalam hubungan sosial; komunikasi yang abnormal; serta pola prilaku yang terbatas, repetitive, dan tetap.
Sindrom asperger (asperger syndrome) adalah gangguan spketrum autisme yang relatif ringan, di mana si anak mempunayai bahasa verbal yang relative bagus, masalah-masalah bahasa nonverbal yang lebih ringan, serta minat dan hubungan yang terbatas. Anak-anak yang menderita sindrom asperger sering terlibat dalam rutinitas repetitif yang berlebihan dan terlalu asyik dengan subjek tertentu (South, Ozofnoff, & McMahon, 2005). Sebagai contoh, seorang anak mugkin terobsesi dengan skor bisbol atau jadwal kereta api.
I.       GIFTED AND TALENTED
Gifted dan talented adalah individu yang memiliki kemampuan luar biasa sehingga mampu menghasilkan unjuk kerja yang luar biasa yang meliputi tingkat intelegensi umum, kemampuan akademik, kemampuan dalam bidang spesific, kemampuan berpikir produktif, kreatifitas, kemampuan kepemimpinan, dan seni (Kirk & Gallgher, 1986: 70).
Penelitian yang dilakukan oleh Lewis Terman waktu ia merevisi tes Binet-Simon Test menjadi Stanford-Binet, pada tahun 1920 dengan penelitian jangka panjang selama 50 tahun terhadap individu gifted/talented yang memiliki IQ 140 ke atas dengan rata-rata IQ adalah 151, di California, USA. Karakteristik individu dalam perkembangan gifted dan talented ialah meliputi; fisik, minat, pendidikan, kesehatan mental, perkawinan dan keluarga, pemilihan bidang pekerjaan, dan karakter yang ditampilkan pada waktu tes.
Dalam memberikan berbagai kesempatan belajar yang optimal bagi individu gifted dan talented ada dua pendekatan yang sampai saat ini diterapkan, ialah enrichment (pengayaan) dan acceleration (akselerasi).
Pertama enrichment adalah pendekatan pendidikan yang dapat dilaksanakan dengan memberikan kesempatan kepada anak gifted dan talented untuk memilih topik yang sesuai dengan minatnya. Enrichment dapat dilakukan melalui berbagai program di antaranya; pengalaman belajar khusus di dalam kelas reguler, kelompok khusus di dalam kelas reguler, kelas khusus, sumber belajar yang dapat mendorong aktivitas kreatif, field trip dan perkemahan khusus, club berdasarkan hoby, program sekolah ekstra, guru tamu, dan mentor individual/tutor (Basca et.al, 1988:67).  
Kedua akselerasi berarti memberikan program pembelajaran dan pengalaman belajar yang berada di atas usia anak gifted/talented. Program akselerasi dapat dilakukan dengan cara: Naik sekolah kelas lebih cepat, melompat kelas, mengikuti sekolah secara bersamaan di dua tingkat pendidikan, seperti di sekolah menengah atas dan di universitas, masuk perguruan tinggi lebih cepat, dan mempercepat penyelesaian isi pelajaran dengan jalan melakukan proses pembelajaran dengan kecepatan khusus, sesuai dengan kecepatan belajar anak gifted/talented sehingga memperpendek masa belajar.   
Beberapa pendapat yang dikutip oleh Paul Eggen dalam buku educational psikologi menyatakan bahwa siswa gifted dan talented memiliki kelebihan khusus, mereka tidak dapat dengan cepat memperkaya potensi mereka dalam kelas regular. Kategorinya ialah siswa yang dapat melakukan suatu test dengan baik (dengan tipe 130 ke atas) dan yang dapat mendemonstrasikan bakatnya dalam berbagai bidang seperti, menulis dengan kreatif, dan musik (G. Davis & Rimm, 2004; Winner, 2000a, 2000b)
Karakteristik siswa gifted dan talented seperti; kemampuan untuk belajar dengan cepat dan mandiri, kemampuan bahasa yang baik, membaca, dan menguasai kosa kata, motivasi yang tinggi, dan memiliki standar penilian pribadi yang tinggi.  
J.      INCLUSIVE EDUCATION    
            Inclusive education ialah sebuah pendekatan yang bertujuan melibatkan semua anak-anak untuk proaktif, termasuk merangkul anak-anak yang memiliki gangguan atau keterbatasan, anak ramah, dan pelayanan pendidikan yang tidak diskriminasi. Inclusive education mengadopsi kebutuhan belajar dan kecepatan setiap anak. 
Sapon-Shevin dalam O’neil 1994 juga berkomentar bahwa pendidikan inklusif adalah suatu sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan kepada anak yang berkebutuhan khusus untuk belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman yang seusianya. Pendidikan inklusif merupakan konsep pendidikan terpadu terbaru. Di sekolah inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara optimal.
Alasan penerapan pendidikan inklusif ialah:
1.      Sebab semua anak mempunyai hak sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan tidak didiskriminasi.
2.      Hak setiap anak untuk dapatmengikuti pelajaran tanpa harus memandang kecacatan dan kelainan seorang anak.
3.      Perbedaan harus dijadikan sebagai penguat untuk meningkatkan mutu pembelajaran semua anak.
4.      Sekolah dan guru harus dapat belajar merespon dari kebutuhan pembelajaran yang berbeda.

Pendidikan inklusif tersebut kini telah menjadi perhatian masyarakat di dunia. Beberapa pertemuan internasional pernah membahas tentang pendidikan inklusif sebagai pergerakan menuju pendidikan yang berkualitas untuk semua anak.

                                                                                                                  















Glossary
1.      Student with special need : Siswa dengan kebutuhan khusus
2.      Diskriminatif : Membedakan satu dengan yang lainnya
3.      Individuaos with disableties education act-IDE : Pendidikan Individu yang memiliki keterbatasan
4.      Pendidikan inklusi: system penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersamasama dengan peserta didik pada umumnya
5.      Disfungsi minimum otak (DMO): tidak berfungsinya seluruh sistem saraf pada otak manusia
6.      Neurobiologist : sistem saraf pusat otak
7.      Sensorimotor : Mengorganisasikan pengalaman indra dengan gerak motorik
8.      Malnutrisi: Kekurangan protein dan vitamin yang dibutuhkan tubuh selama dalam kandungan)
9.      Taktile (perabaan), dan motorik-kinestetik (gerakan otot dan tulang)
10.  AIDS : Gejala yang didapatkan dari penurunan kekebalan tubuh akibat kerusakan sistem imun yang disebabkan oleh virus HIV
11.  Syphilis: penyakit yang menyerang alat kelamin
12.  Rubella: atau biasa disebut campak jerman adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
13.  Typhus : penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C
14.  Congenital Hearing Impairment: Faktor keturunan atau heriditas
15.  Speech Disorders (Expressive Disorders) : Gangguan Berbicara
16.  Language Disorders (Receptive Disorders) : Gangguan Bahasa
17.  Gangguan Spektrum Autisme : Gangguan perkembangan pervasive
18.  Asperger Syndrome: Gangguan spketrum autisme yang relatif ringan, di mana si anak mempunayai bahasa verbal yang relative bagus
19.  Enrichment : Pengayaan
20.  Inclusive Education : Pendidikan inklusif




 
DAFTAR PUSTAKA
Santrock J.W. 2009.Psikologi Pendidikan. Salemba Humanika; Jakarta.
Jamaris, Martini. 2010 Orientasi Baru Dalam Psikologi Pendidikan. Yayasan Penamas Murni: Jakarta.
Eggen, Paul dan kauchak, Don. 2004. Educational Psychology. New Jersey: Pearson Prentice Hall
Hildayani, Rini, Dkk. 2013. Penanganan anak berkelainan (Anak dengan Kebutuhan Khusus). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka
W. Santrock, John. 2001. Educational Psychology. Boston: Mc Graw Hill
Seputarpendidikan003.blogspot.com/2013/06/pendidikan-inklusif.html diakses pada tanggal 28 Januari 2014
Wantah, j Maria. 2007. Pengembangan Anak Tunagrahita mampu latih. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
Hildayani, Rini, Dkk. 2013. Penanganan anak berkelainan (Anak dengan Kebutuhan Khusus). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka
Wardhani IGAK. 2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta : Universitas terbuka











 





Daftar Isi
Daftar Isi ............................................................................................................  i
SISWA DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS
A.    Definisi Siswa dengan Kebutuhan Khusus............................................ 1
B.     Hambatan Kecerdasan........................................................................... 2
C.     Kesulitan Belajar ...................................................................................  4
D.    ADHD..................................................................................................... 5
E.     Physical Disabilities ...............................................................................  6
F.      Visual Disabilities................................................................................... 8
G.    Hearing Disabilities.............................................................................. 10
H.    Communication Disorders ...................................................................  11
I.       Autism .................................................................................................  12
J.       Gifted and Talented ............................................................................  13
K.    Inclusive Education .............................................................................  14
Daftar Pustaka
Glossary



 






SISWA DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS
Disajikan Untuk Mata Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu: Dr. Asep Supena, M. Psi




logoUNJ_5




Disusun Oleh :

                                         Fahruldin                         (7316130257)
                                         Fidiatun Adiyan              (7316130259)
                 Franscy                            (7316130261)
                                               

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2014