METAFISIKA
Dosen Pengampu : Dr. Endang Koenmarjati, M.Pd Dan Dr.
Hanif Pujiati, M.Pd.
Disusun Oleh :
Fahrudin (7316130257)
Ahda S. Putra (7316130241)
Luo ying
(73161302..)
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2013
A.
Pendahuluan
Filsafat,
atau dalam bahasa arab falsafah adalah berpikir radikal, sistematis, dan
universal tentang segala sesuatu. Pokok permasalahan filsafat yang dikaji
filsafat mecakup tiga segi yakni apa yang disebut benar dan apa yang disebut
salah (logika), mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika),
serta apa yang dimaksud indah dan apa yang dimaksud jelek (esteika). Ketiga
cabang utama filsafat ini kemudian bertambah lagi yakni, pertama teori tentang
ada: tentang hakikat keberadaan zat, tentang hakikat pikiran serta kaitan
antara zat dan pikiran yang kesemuanya terangkum dalam metafisika.[1]
Objek pemikiran filsafat adalah segala sesuatu yang ada. Segala yang ada
merupakan bahan pemikiran filsafat. Filsafat merupakan usaha berpikir manusia
yang sistematis sehingga membentuk ilmu pengetahuan. Filsafat adalah sebuah
refleksi atas semua yang ada, seluruh realitas. Metafisika adalah pengetahuan
yang mempersoalkan hakikat terakhir eksistensi, yang erat hubungannya dengan
ilmu pengetahuan alam. Metafisika tidak hanya sekedar bentuk pengetahuan,
melainkan sebuah bentuk pengetahuan yang bersifat sistematik.
Dalam
arti tertentu metafisika merupakan sebuah ilmu, yakni suatu pencarian dengan
daya intelek yang bersifat sistematis atas data pengalaman yang ada. Masalah
metafisika adalah masalah yang paling dasar dan menjadi inti dalam filsafat.[2]
Metafisika dan filsafat pada umumnya ingin mengantar orang kepada
kehidupan. Metafisiska sebagai ilmu yang mempunyai objeknya tersendiri.
Hal ini membedakannya dari pendekatan rasional yang lain. Objek telaahan
metasifika berbeda dari ilmu alam, matematika, ilmu kedokteran.
B.
Pengertian Metafisika
Metafisika
merupakan bagian dari aspek ontologi dalam kajian filsafat. Konsepsi metafisika
berasal dari bahasa Inggris: metaphysics, Latin: metaphysica dari
Yunani meta ta physica (sesudah fisika); dari kata meta
(setelah, melebihi) dan physikos (menyangkut alam) atau physis
(alam). Metafisika merupakan bagian Filsafat tentang hakikat yang ada
di balik fisika.[3]
Hakikat yang bersifat abstrak dan di luar jangkauan pengalaman manusia.
Tegasnya tentang realitas kehidupan di alam ini: dengan mempertanyakan yang Ada
(being), Alam ini wujud atau tidak? Siapakah kita (manusia)? Apakah peranan
kita (manusia) dalam kehidupan ini?. Metafisika secara prinsip mengandung
konsep kajian tentang sesuatu yang bersifat rohani dan yang tidak dapat
diterangkan dengan kaedah penjelasan yang ditemukan dalam ilmu yang lain.
- Secara etimologi meta adalah tidak dapat di lihat oleh panca indera, sedangkan fisika adalah fisik. Jadi metafisika adalah sesuatu yang tidak dapat di lihat secara fisik.[4] Metafisika tidak bisa di uji secara empiris karena keberadaanya yang abstrak.
- Secara terminology metafisika Meta berasal (bahasa Italia) berarti setelah atau dibelakang. Adapun istilah lain metafisika berakar dari kata Yunani, metataphysica. Dengan membuang ta tambahan dan mengubah physica ke fisika (physics) jadilah istilah metafisika yang berarti sesuatu di luar hal-hal fisik.[5] Metafisika adalah yang mengatasi kenyataan ini atau yang menjadi sebab kenyataan ini ( ada yang tertinggi, keilahan, jiwa, ide-ide ).[6] Pada paparan ini pernyataan pernyataan ontologism dibicarakan sebagai bagian dari pernyataan- pernyataan metafisis.
Metafisika dalam sebuah ensiklopedia
Britannica filsafat di artikan sebagai berikut:
“Metaphysics is the philosophical
study whose objek is to determine the meaning, structure and principles of
whater is insofar as it is. Although this study is popularly conceived as
referring to anything excessively subtle and highly theoretical and although it
has been subjected to many criticisms, it is presented by metaphysicians as the
most fundamental and most comprehensive of inquiries, inasmuch as it is
concerned with reality as a whole”.[7]
(Translate): “Metafisika adalah studi
filosofis yang objeknya untuk menentukan arti, struktur dan prinsip-prinsip.
walaupun ini mengacu pada sesuatu yang terlalu halus dan sangat teoritis
dan meskipun mengalami banyak kritik. Maka banyak pertanyaan metafisika yang
paling mendasar dan paling komprehensif, karena metafisika berkaitan dengan
realitas secara keseluruhan”.
C.
Pemikiran Para Filosof Terhadap Metafisika.
Metafisika dalam arti
filosofis:
Pada
abad pertengahan istilah metafisika mempunyai arti filosofis. Metafisika oleh
para filsuf Skolastik diberi arti filosofis dengan mengatakan bahwa
metafisika ialah ilmu tentang yang ada, karena muncul sesudah dan
melebihi yang fisika (post physicam et supraphysicam).[8]
Istilah sesudah tidak
boleh diartikan secara temporal. Istilah sesudah yang dimaksudkan
disini ialah bahwa objek metafisika sendiri berada pada sesuatu yang abstrak.
a.
Pemikiran Metafisika Menurut filosof Barat
Pemikiran
metafisika bagi para filosof barat itu berbeda-beda. Yaitu dapat dilihat dalam
uraian berikut:
1.
Menurut Plato, metafisika lebih
cenderung pada manusia karena manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Dimana sifat
tubuh adalah material, sedang sifat jiwa adalah immaterial.[9]
2.
Kosmologis (alam semesta) menurut
Aristoteles. Keteraturan alam semesta ini ditentukan oleh gerak (motion).
Gerak merupakan penyebab terjadinya perubahan (change) di alam semesta.
Akhirnya akal manusia tiba pada suatu titik yang ultimate, yaitu sumber
penyebab dari semua gerak, yaitu Unmoved Mover, Penggerak yang tidak
digerakkan.[10]
3.
Cristian Wloff, mengkasifikasi
metafisika menjadi dua yaitu, metafisika generalis (ontologi) dan metafisika
specialis (kosmologi, psikologi, dan theologi). Dimana metafisika generalis
adalah yang dapat di serap oleh inderawi, sedangkan metafisika specialis adalah
yang tidak dapat di serap oleh inderawi.[11]
1.
Metafisika generalis yaitu ontologi
(ilmu tentang ada atau pengada).
2.
Metafisika specialis terdiri dari:
kosmologi (alam semesta), psikologi (jiwa), theology (tuhan).
b.
Pemikiran Metafsika Menurut Filosof Islam
1. Al-Kindi
Tentang
filsafat al-Kindi, memandang bahwa filsafat haruslah diterima sebagai bagian
dari peradaban Islam. Ia berupaya menunjukkan bahwa filsafat dan agama
merupakan dua barang yang bisa serasi, ia menegaskan pentingnya kedudukan
filsfat dengan menyatakan bahwa aktifitas filsafat yang definisi nya adalah
mengetahui hakikat sesuatu sejauh batas kemampuan manusia dan tugas filosof
adalah mendapatkan kebenaran.[12]
Tentang
metafisika alam al-Kindi mengatakan bahwa alam ini adalah illat-Nya. Alam itu
tidak mempunyai asal, kemudian menjadi ada karena diciptakan Tuhan. Al-Kindi
juga menegaskan mengenai hakikat Tuhan, Tuhan adalah wujud yang hak (benar)
yang bukan asalnya tidak ada menjadi ada, ia selalu mustahil tidak ada, jadi
Tuhan adalah wujud yang sempurna yang tidak didahului oleh wujud yang lain.
2.
Al farabi
Bagi al-Farabi, filafat mencakup matematika, dan matematika bercabang
pada ilmu-ilmu lain, sebagaimana ilmu itu berlanjut pada metafisika. Menurut
al-farabi bagian metafisika ini secara lengkap dipaparkan oleh aristoteles
dalam metaphysics yang sering juga diacu dalam sumber-sumber Arab sebagai “book
of letters”.
Tuhan adalah wujud yang sempurna, ada tanpa suatu sebab, kalau ada sebab
baginya, maka adanya Tuhan tidak sempurna lagi. Berarti adanya Tuhan bergantung
kepada sebab yang lain, karena itu ia adalah substansi yang azali, yang ada
dari semula dan selalu ada, substansi itu sendiri telah cukup jadi sebab bagi
keabadian wujudnya. Al-Farabi dalam metafisika nya tentang ketuhanan hendak
menunjukkan keesaan Tuhan, juga dijelaskan pula mengenai kesatuan antara sifat
dan zat (substansi) Tuhan, sifat Tuhan tidak berbeda dari zat Nya, karena Tuhan
adalah tunggal.[13]
Tentang penciptaan alam (kosmologi) al-farabi cenderung memahami bahwa
alam tercipta melalui proses emanasi sejak zaman azali, sehingga tergambar
bahwa penciptaan alam oleh Tuhan, dari tidak ada menjadi ada, menuut al-Farabi,
hanya Tuhan saja yang ada dengan sendirinya tanpa sebab dari luar dirinya.
Karena itu ia disebut wajib al-Wujudu zatih.[14]
Allah menciptakan alam ini melalui emanasi, dalam arti bahwa wujud
Tuhan melimpahkan wujud alam semesta. Emanasi ini terjadi melalui tafakkur
(berfikir) Tuhan tentang dzat-Nya yang merupakan prinsip dari peraturan dan
kebaikan dalam alam. Dengan kata lain, berpikirnya Allah swt tentang dzat-Nya
adalah sebab dari adanya alam ini. Dalam arti bahwa ialah yang memberi wujud
kekal dari segala yang ada. Berfikirnya Allah tentang dzatnya adalah ilmu Tuhan
tentang diri-Nya, dan ilmu itu adalah daya ( al-Qudrah) yang menciptakan
segalanya, agar sesuatu tercipta, cukup Tuhan mengetahuiNya.
3. Al
razi
Persoalan metafisika yang dibahas oleh al-Razi, seperti halnya yang ada pada filsafat yunani kuno yaitu
tentang adanya lima prinsip yang kekal yaitu: Tuhan, Jiwa Unversal, materi
pertama, ruang absolut, dan zaman absolut.[15]
Secara prinsip tentang metafiska dikatakan bahwa Tuhan menciptakan
manusia dengan substansi ketuhanan-nya kemudian akal, akal berfungsi menyadarkan
manusia bahwa dunia yang dihadapi sekarang ini bukanlah dunia yang sebenarnya,
dunia yang sebenarnya itu dapat dicapai dengan berfilsafat. Dalam karya tulis
al-Razi, al-Tibb al-Ruhani (kedokteran Jiwa) tampak jelas bahwa ia
sangat tinggi menghargai akal, dikatakannya bahwa akal adalah karya
terbesar dari Tuhan bagi manusia.
c. Posisi Metafsisika dalam Objek
Filsafat
1.
Objek
Filsafat
Objek filsafat adalah sesuatu yang merupakan bahan dari suatu penelitian
atau pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek
yang di bedakan menjadi dua yaitu objek material dan dan objek formal.
Objek material filsafat yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan
penelitian atau pembentukan pengetahuan itu. Objek material adalah hal yang di
selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu. Objek material
mencangkup hal-hal yang konkret ataupun hal-hal yang abstrak.
Objek formal yaitu sudut pandang yang di tujukan pada bahan dari
penelitian atau pembentukan pengetahuan itu. Objek formal filsafat yaitu
pandangan yang menyeluruh secara umum , sehingga dapat mencapai hakikat dari
objek materialnya. Objek formalnya membahas objek material itu sampai ke
hakikat atau esensi yang di hadapinya.
2.
Metafisika
di dalam Objek Filsafat
Metafisika adalah cabang filsafat yang harus di teliti
keberadaanya. Metafiska berkaitan dengan objek formal filsafat yaitu menelaah
secara keseluruhan sehingga dapat mencapai hakikat dari objek
materialnya. Adapun objek formalnya membahas objek material itu sampai ke hakikat
atau esensi yang di hadapinya.
3.
Objek
Metafisika
Objek metafisika itu sendiri menurut Prof. B. Delfgaauw adalah objek yang
tidak dapat ditangkap dengan panca indera.[16]
Menurut Hoffmann objek metafisika adalah pikiran, gerak waktu, sebab, akibat,
tujuan, cara, hukum, moral, dll.
D. Penutup
Metafisika merupakan bagian dari aspek ontologi dalam kajian filsafat.
Konsepsi metafisika berasal dari bahasa Inggris: metaphysics, Latin: metaphysica
dari Yunani meta ta physica (sesudah fisika); dari kata meta
(setelah, melebihi) dan physikos (menyangkut alam) atau physis
(alam). Metafisika merupakan bagian Filsafat tentang hakikat yang
ada di sebalik fisika. Hakikat yang bersifat abstrak dan di luar jangkauan
pengalaman manusia. Tegasnya tentang realitas kehidupan di alam ini: dengan
mempertanyakan yang Ada (being). Secara etimologi meta adalah
tidak dapat di lihat oleh panca indera, sedangkan fisika adalah
fisik. Jadi metafisika adalah sesuatu yang tidak dapat di lihat secara fisik.
Yang tidak bisa di uji secara empiris.
Pemikiran Metafisika di bagi ke dalam pemikiran filosof barat dan
Islam. Menurut pemikiran filosof barat metafisika adalah suatu eksistensi yang
cenderung terhadap duniawi (manusia) kecenderungan yang bersifat niscaya, yaitu
keinginan untuk hidup bahagia, senang, sedih, marah, benci, cinta. Dan berbuat
baik. Sedangkan metafisika Islam cenderug kepada Wujud yang abstrak dan
bersifat mutlak yaitu Tuhan (Allah Swt).
Referensi
Ending, soekarlan. 1974. Metafisika.
institute press IKIP YOGYAKARTA
Sumantri, jujun s, filsafat ilmu, cet 17 (Jakarta: pustaka sinar harapan, 2003) hal
32
Setiawan, dimensi kreatif dalam filsafat ilmu, cet 2
(Bandung: IKAPI,1991) hal 9
Lorens Bagus, Metafisika, Suwandi (ed.),
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,1991), hal.1
Ahmad Mahmud Shubhi, Filsafat Etika, cet 1, (Jakarta:
PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001). Hal. 43.
) hal 1
Jacob, E. Safra Chairman, The New Ensyclopaedia
Britannica, jilid 24, 5th edition,U.S.A: Library Of
Congres International ,2002, hal.1
Mishbah Yazdi, Buku Daras Filsafat Islam, Cet.
Pertama, (Bandung: Mizan IKAPI, 2003), hal. 42
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Cet.
Kelima, (Jakarta: PT . Bulan Bintang, 1991), hal. 77
Donny Gahral, Matinya Metafisika Barat,
(Jakarta: Komunitas Bambu, 2001) hal.12.
Joko Siswanto, Sistem-Sistem Metafisika Barat,
(Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1998) hal. 7.
Surajoyo, Ilmu Filsafat “Suatu Pengantar”, Cet.
ketiga, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2008), hal.118
Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1993) hal. 296
Abd Aziz Dahlan, Pemikiran Filsafat dalam Islam (Jakarta:
Djambatan, 2003) hal. 63
Sidi Gazalba. Sistematika Filsafat, cet
3, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981) hal. 34.
Anton Bakker, Antologi atau Metafisika Umum (Filsafat Pengada
dan Dasar-dasar Kenyataan), Cet. Ketujuh, (Yogyakarta: Kanisius (IKAPI),
1992), hal.
[1]
Sumantri, jujun s, filsafat ilmu, cet 17
(Jakarta: pustaka sinar harapan, 2003) hal 32
[2]
Setiawan, dimensi kreatif dalam filsafat ilmu, cet 2 (Bandung: IKAPI,1991) hal
9
[3]
Lorens Bagus, Metafisika, Suwandi (ed.), (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama,1991), hal.1
[4]
Ahmad Mahmud Shubhi, Filsafat Etika, cet 1, (Jakarta: PT. Serambi
Ilmu Semesta, 2001). Hal. 43.
[5]
Ibid., hal.35
[6]
Ending soekarlan, metafisika (institute press IKIP YOGYAKARTA,1974) hal 1
[7]
Jacob, E. Safra Chairman, The New Ensyclopaedia Britannica, jilid 24, 5th
edition,U.S.A: Library Of Congres International ,2002, hal.1
[8]
Muhammad Mishbah Yazdi, Buku Daras Filsafat Islam, Cet. Pertama,
(Bandung: Mizan IKAPI, 2003), hal. 42
[9]
Donny Gahral, Matinya Metafisika Barat, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2001)
hal.12.
[10]
Joko Siswanto, Sistem-Sistem Metafisika Barat, (Yogyakarta: Pustaka
pelajar, 1998) hal. 7.
[11]
Surajoyo, Ilmu Filsafat “Suatu Pengantar”, Cet. ketiga, (Jakarta:
PT.Bumi Aksara, 2008), hal.118
[12]
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Cet. Kelima, (Jakarta: PT .
Bulan Bintang, 1991), hal. 77
[13]
Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: Rineka Cipta,
1993) hal. 296
[14]
Abd Aziz Dahlan, Pemikiran Filsafat dalam Islam (Jakarta: Djambatan,
2003) hal. 63
[15]
Sidi Gazalba. Sistematika Filsafat, cet 3, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1981) hal. 34.
[16]
Anton Bakker, Antologi atau Metafisika Umum (Filsafat Pengada dan
Dasar-dasar Kenyataan), Cet. Ketujuh, (Yogyakarta: Kanisius (IKAPI), 1992),
hal. 15
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus