PENELITIAN
NARATIF DAN STUDI KASUS
Dosen
Pengampu: Prof. Dr. Zainal Rafli, M.Pd. dan Dr. Aceng Rahmat, M.Pd.
Disusun Oleh :
Nuraini (7316130277)
Niklatul
Hikmah (7316130275)
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Pengalaman
dalam kehidupan individu diceritakan kepada orang lain. Mereka memberikan
pandangan mereka tentang kelas, sekolah, masalah pendidikan dan latar dimana
mereka bekerja. Ketika individu menceritakan kehidupannya kepada peneliti,
mereka merasa didengarkan. Informasi yang mereka berikan kepada peneliti berupa
cerita pengalaman-pengalaman pribadi. Data yang berupa cerita dilaporkan
menggunakan desain penelitian naratif. Tujuan makalah ini mendefinisikan desain
penelitian naratif, mengidentifikasi kapan penelitian naratif digunakan,
menentukan karakteristik kunci, menentukan langkah-langkah dalam melakukan
penelitian, dan menentukan daftar kriteria untuk mengevaluasi desain penelitian
naratif.
Kata naratif (narrative) muncul dari verba to narrate yang artinya menceritakan atau mengatakan (to tell) suatu cerita secara
detail. Dalam desain penelitian naratif, peneliti mendeskripsikan kehidupan individu, mengumpulkan, mengatakan cerita tentang kehidupan individu, dan menuliskan cerita atau riwayat pengalaman individu tertentu. Jelasnya, penelitian naratif berfokus pada kajian seorang individu. Daiute dan Lightfoot dalam Cresswell menyatakan penelitian naratif mempunyai banyak bentuk dan berakar dari disiplin
(ilmu) kemanusiaan dan sosial yang
berbeda (2007:53). Naratif bias berarti terma
yang diberikan pada teks atau wacana tertentu, atau teks
yang digunakan dalam konteks atas cara atau bentuk penyelidikan dalam penelitian kualitatif.
Naratif dipahami sebagai sebuah teks tertulis atau tulisan yang memberikan sebuah catatan tentang suatu kejadian, peristiwa ataurangkaian kejadian, dan rangkaian peristiwa yang dihubungkan secara kronologis.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah
dalam makalah ini mengenai:
1. Apa
yang dimaksud dengan penelitian naratif ?
2. Kapan
penelitian naratif digunakan?
3. Apa
saja jenis-jenis penelitian naratif ?
4. Apa
karakteristik kunci penelitian naratif ?
5. Apa langkah-langkah dalam melakukan penelitian
naratif ?
6. Apa kriteria untuk mengevaluasi penelitian
naratif ?
7. Apa yang
dimaksud studi kasus?
8. Apa saja
jenis-jenis penelitian studi kasus?
9. Bagaimana
prosedur dalam melaksanakan penelitian studi kasus?
10. Apa saja
metode pengumpulan data dalam penelitian studi kasus?
11. Bagaimana
menganalisis data dalam studi kasus?
BAB II
PEMBAHASAN
1.1
Definisi Penelitian Naratif
Penelitian naratif adalah laporan bersifat narasi yang
menceritakan urutan peristiwa secara terperinci. Dalam desain penelitian naratif,
peneliti menggambarkan kehidupan individu, mengumpulkan cerita tentang
kehidupan orang-orang, dan menulis narasi pengalaman individu (Connelly &
Clandinin, 1990). Penelitian naratif biasanya
berfokus pada studi satu orang atau individu tunggal dan bagaimana individu itu
memberikan makna terhadap pengalamannya melalui cerita-cerita yang disampaikan,
pengumpulan data dengan cara mengumpulkan cerita, pelaporan pengalaman
individu, dan membahas arti pengalaman itu bagi individu.
Penelitian naratif biasanya digunakan ketika peneliti
ingin membuat laporan naratif dari cerita individu. Peneliti membuat ikatan
dengan partisipan dengan tujuan supaya peneliti maupun partisipan merasa
nyaman. Bagi partisipan berbagi cerita akan membuatnya merasa ceritanya itu
penting dan merasa didengarkan.
Penelitian naratif juga digunakan ketika cerita memiliki
kronologi peristiwa. Penelitian ini berfokus pada gambar mikroanalitik (cerita
individu) daripada gambar yang lebih luas tentang norma kebudayaan, seperti
dalam etnografi, atau teori-teori umum dan abstrak, seperti dalam grounded theory.
Desain penelitian naratif ditinjau secara luas dalam
bidang pendidikan baru pada tahun 1990. Tokoh pendidikan D. Jean Clandinin dan
Michael Connelly untuk pertama kalinya yang memberikan tinjauan penelitian
naratif dalam bidang pendidikan. Mereka menyebutkan dalam tulisannya beberapa
aplikasi penelitian naratif dalam ilmu sosial, menguraikan proses pengumpulan
catatan-catatan naratif dan mendiskusikan struktur atau kerangka penelitian dan
penulisan laporan penelitian naratif.
Tren atau kecenderungan mempengaruhi perkembangan
penelitian naratif dalam bidang pendidikan. Cortazzi (1993) mengemukakan tiga faktor. Pertama, sekarang ini ada
peningkatan perhatian pada refleksi guru. Kedua, perhatian lebih ditekankan
pada pengetahuan guru (apa yang mereka tahu, bagaimana mereka berpikir,
bagaimana mereka menjadi profesional, dan bagaimana mereka membuat tindakan
dalam kelas). Ketiga, pendidik mencoba membawa suara guru ke permukaan dengan
memberdayakan guru untuk melaporkan tentang pengalaman mereka.
1.2 Jenis-jenis penelitian naratif
Jika seorang peneliti berencana melaksanakan kajian naratif maka ia perlu mempertimbangkan tipe kajian naratif yang akan dilaksanakannya.
Pendekatan pertama yang digunakan dalam penelitian naratif adalah membedakan tipe penelitian naratif melalui strategi analisis yang digunakan oleh pengarang
(Cresswell, 2007:54). Polkinghorne dalam Cresswell (2007: 54) menyebutkan strategi tersebut menggunakan paradigm berpikir untuk menghasilkan deskripsi tema yang menggenggam sekaligus melintasi cerita atau system klasifikasi si pencerita. Analisis naratif ini menekankan peneliti untuk mengumpulkan deskripsi peristiwa atau kejadian dan kemudian mengkonfigurasikannya ke dalam cerita menggunakan sebuah alur cerita (plot).
Chase dalam Cresswell (2007:55) menyajikan pendekatan yang tidak jauh berbeda dengan definisi analisis naratif milik Polkinghorne. Chase menyarankan bahwa peneliti boleh menggunakan alasan paradigmtik untuk kajian naratif, seperti bagaimana individu dimampukan dan dipaksa oleh sumber daya sosial,
disituasikan secara social dalam penampilan interaktif, dan bagaimana pencerita membangun interpretasi.
Pendekatan kedua menekankan pada ragam bentuk
yang ditemukan dalam praktik-praktik penelitian naratif. Contoh tipe bentuk penelitian naratif yang diambil dari Cresswell (2012:504), antara lain adalah otobiografi, biografi, dokumen
pribadi, riwayat hidup, personal accounts,
etnobiografi, otoetnografi. Jika peneliti merencanakan melakukan studi naratif,
maka perlu mempertimbangkan jenis studi naratif apa yang akan dilakukan. Dalam
studi naratif, untuk mengetahui jenis naratif apa yang akan digunakan memang
penting, tetapi yang lebih penting adalah mengetahui karakteristik esensial
dari tiap-tiap jenis. Lima pertanyaan berikut ini yang akan membantu dalam
menentukan jenis studi naratif.
1. Siapa
yang menulis atau mencatat cerita?
Menentukan siapa yang menulis dan mencatat cerita
individu adalah perbedaan mendasar dalam penelitian naratif. Biografi adalah
bentuk studi naratif dimana peneliti menulis dan mencatat pengalaman orang
lain. Naratif otobiografi individu yang menjadi subjek studi yang menulis
laporannya.
2. Berapa banyak dari suatu kehidupan yang
dicatat dan disajikan?
Riwayat hidup adalah suatu naratif dari keseluruhan
pengalaman hidup seseorang. Fokusnya sering meliputi titik balik atau peristiwa
penting dalam kehidupan individu. Dalam pendidikan, studi naratif secara khusus
tidak meliputi laporan dari suatu keseluruhan kehidupan tetapi malah berfokus
pada suatu bagian atau peristiwa tunggal dalam kehidupan individu.
3. Siapa yang memberikan cerita?
Faktor ini secara khusus relevan dalam pendidikan, dimana
tipe pendidik atau tenaga pendidik menjadi fokus dalam beberapa studi naratif.
Sebagai contoh, naratif guru merupakan personal
account guru tentang pengalamannya di dalam kelas. Studi naratif yang lain
berfokus pada siswa di dalam kelas. Beberapa individu yang lain dalam latar
pendidikan dapat memberikan cerita, misalnya tenaga administrasi, pramusaji,
tukang kebun dan tenaga kependidikan yang lain.
4. Apakah suatu pandangan teoretis digunakan?
Suatu pandangan teoretis dalam penelitian naratif adalah
pedoman perspektif atau ideologi yang memberikan kerangka untuk menyokong dan
menulis laporan. Pandangan teoretis untuk Amerika latin menggunakan pandangan “testimonios”, untuk cerita tentang
wanita menggunakan perspektif “feminist”.
5. Dapatkah bentuk naratif dikombinasikan?
Suatu studi naratif mungkin berupa biografi karena
peneliti menulis dan melaporkan tentang partisipan dalam penelitiannya.
Penelitian juga dapat berfokus pada suatu studi pribadi dari seorang guru. Hal
ini dapat menunjukkan suatu peristiwa dalam kehidupan seorang guru, misalnya
pemecatan guru dari sekolah, menghasilkan suatu naratif pribadi. Jika
individunya seorang wanita, peneliti akan menggunakan perspektif teoretis “feminist” untuk menguji kekuatan dan
mengontrol masalahnya. Pada akhirnya menghasilkan suatu naratif dari kombinasi
beberapa unsur yang berbeda yaitu gabungan dari biografi, personal account, cerita guru, dan perspektif “feminist”.
1.3 Karakteristik kunci penelitian naratif
Penelitian naratif memiliki beberapa karakteristik
bersama. Peneliti naratif mengeksplorasi suatu penelitian masalah pendidikan
dengan memahami pengalaman individu. Tinjauan pustaka memainkan sedikit peran,
khususnya dalam mengarahkan pertanyaan penelitian dan peneliti memberi tekanan
pada pentingnya pengetahuan dari partisipan dalam suatu latar atau setting. Pengetahuan ini diperoleh dari
cerita. Cerita merupakan data dan peneliti secara khusus mengumpulkannya
melalui wawancara atau percakapan informal. Datanya
disebut “field text” atau teks
lapangan (Clandinin & Connelly, 2000), yang
memberikan data kasar/mentah bagi peneliti untuk dianalisis seperti yang
diceritakan berdasarkan unsur masalah, karakter, latar, tindakan dan resolusi.
Peneliti membuat cerita naratif dan seringkali mengidentifikasi tema-tema atau
kategori-kategori yang muncul. Peneliti menulis atau menyusun kembali cerita
menurut kronologi kejadian, mendeskripsikan penglaman masa lalu, sekarang dan
masa depan dalam latar atau konteks tertentu. Sepanjang proses mengumpulkan dan
menganalisis data, peneliti berkolaborasi dengan partisipan, kemudian peneliti
dapat menjalin cerita menjadi laporan akhir.
Tujuh karakteristik utama penelitian naratif yaitu:
pengalaman individu, kronologi pengalaman, pengumpulan cerita, restorying, coding tema, konteks atau latar dan kolaborasi. Tujuh karakteristik
ini menjadi pusat penelitian.
Peneliti naratif berfokus pada pengalaman satu individu
atau lebih. Peneliti mengeksplorasi pengalaman-pengalaman individu. Pengalaman
yang dimaksud pengalaman pribadi dan pengalaman sosial. Penelitian naratif
berfokus memahami pengalaman masa lalu individu dan bagaimana pengalaman itu
memberi kontribusi pada pengalaman masa sekarang dan masa depan.
Memahami masa lalu individu seperti juga masa sekarang
dan masa depan adalah salah satu unsur kunci dalam penelitian naratif. Peneliti
naratif menganalisis suatu kronologi dan melaporkan pengalaman individu. Ketika
peneliti berfokus pada pemahaman pengalaman ini, peneliti memperoleh informasi
tentang masa lalu, masa sekarang dan masa depan partisipan. Kronologi yang
dimaksud dalam penelitian naratif adalah peneliti menganalisis dan menulis
tentang kehidupan individu menggunakan urutan waktu menurut kronologi kejadian
(Cortazzi,
1993).
Peneliti memberi tekanan pada pengumpulan cerita yang
diceritakan oleh individu kepadanya atau dikumpulkan dari beragam field texts. Cerita dalam penelitian
naratif adalah orang pertama langsung secara lisan yang mengatakan atau
menceritakan. Cerita biasanya memiliki awal, tengah dan akhir. Cerita secara
umum harus terdiri dari unsur waktu, tempat, plot dan adegan.
Peneliti naratif mengumpulkan cerita dari beberapa sumber
data. Field texts dapat diwakili oleh
informasi dari sumber lain yang dikumpulkan oleh peneliti dalam desain naratif.
Cerita dikumpulkan dengan cara diskusi, percakapan atau wawancara.
Cerita pengalaman individu yang diceritakan kepada
peneliti diceritakan kembali dengan kata-kata sendiri oleh peneliti. Peneliti
melakukan ini untuk menghubungkan dan mengurutkannya. Restorying adalah proses dimana peneliti mengumpulkan cerita,
menganalisisnya dengan unsur kunci cerita (waktu, tempat, plot dan adegan) dan
kemudian menulis kembali cerita itu untuk menempatkannya dalam urutan
kronologis. Ada beberapa tahap untuk melakukan restory:
1. Peneliti melakukan wawancara dan mencatat percakapan
dari rekaman suara.
2. Peneliti mencatat data kasar/mentah dengan
mengidentifikasi unsur kunci cerita.
3. Peneliti menceritakan kembali
dengan mengorganisir kode kunci menjadi suatu rangkaian atau urutan. Rangkaian
yang dimaksud adalah latar (setting),
tokoh atau karakter, tindakan, masalah dan resolusi.
Peneliti naratif dapat memberi kode dari cerita atau data
menjadi tema-tema atau kategori-kategori. Identifikasi tema-tema memberikan
kompleksitas sebuah cerita dan menambah kedalaman untuk menjelaskan tentang
pemahaman pengalaman individu. Peneliti menggabungkan tema-tema menjadi kalimat
mengenai cerita individu atau memasukannya sebagai bagian terpisah dalam suatu
penelitian. Peneliti naratif secara khusus memberi tema utama setelah proses restory.
Peneliti menggambarkan secara terperinci latar atau
konteks dimana pengalaman individu menjadi pusat fenomenanya. Ketika melakukan restory cerita partisipan dan menentukan
tema, peneliti memasukkan rincian latar atau konteks pengalaman partisipan.
Latar atau setting dalam penelitian
naratif boleh jadi teman-teman, keluarga, tempat kerja, rumah dan organisasi
sosial atau sekolah.
Peneliti dan partisipan berkolaborasi sepanjang proses
penelitian. Kolaborasi dalam penelitian naratif yaitu peneliti secara aktif
meliput partisipannya dalam memeriksa cerita yang dibukakan atau dikembangkan.
Kolaborasi bisa meliputi beberapa tahap dalam proses penelitian dari merumuskan
pusat fenomena sampai menentukan jenis field
texts yang akan menghasilkan informasi yang berguna untuk menulis laporan
cerita pengalaman individu. Kolaborasi meliputi negoisasi hubungan antara
peneliti dan partisipan untuk mengurangi potensi gap atau celah antara
penyampai naratif dan pelapor naratif. Kolaborasi juga termasuk menjelaskan
tujuan dari penelitian kepada partisipan, negoisasi transisi dari mengumpulkan
data sampai menulis cerita dan menyusun langkah-langkah untuk berbaur dengan
partisipan dalam penelitian.
1.4 Langkah-langkah dalam melakukan penelitian
naratif
Pendidik/peneliti yang melakukan studi naratif melewati
proses yang sama tanpa memperhatikan jenis atau bentuk penelitian naratif.
Prosesnya terdiri dari tujuh langkah utama, khususnya selama peneliti melakukan
studi naratif. Pada bagian berikut ini akan dibahas tujuh langkah dalam
melakukan penelitian naratif. Sumber:
Creswell, 2008
1. Mengidentifikasi
satu pusat fenomena untuk dieksplorasi yang menunjukkan suatu masalah
pendidikan. Proses penelitian dimulai
dengan memfokuskan pada masalah penelitian untuk diteliti dan diidentifikasi.
Satu pusat fenomena untuk dieksplorasi. Walaupun fenomena yang ditarik dalam
penelitian adalah cerita (Connelly & Clandinin, 1990), tetapi peneliti perlu untuk mengidentifikasi suatu
masalah atau keprihatinan peneliti pada suatu kondisi/keadaan tertentu.
Peneliti berusaha
untuk memahami pengalaman pribadi atau sosial dari seorang individu atau lebih
dalam lingkup pendidikan.
2. Secara
sengaja (purposefully) memilih
seorang individu untuk mempelajari tentang satu fenomena tersebut. Peneliti mencari seorang individu atau lebih yang dapat
memberikan suatu pemahaman tentang fenomena itu. Partisipan mungkin
seseorang yang khas atau seseorang yang sangat penting untuk penelitian karena
ia telah mengalami masalah tertentu atau situasi tertentu. Walaupun kebanyakan studi naratif meneliti hanya individu
tunggal, peneliti dapat meneliti beberapa individu dalam penelitian,
masing-masing dengan cerita berbeda yang dapat menimbulkan konflik atau malah
saling mendukung satu sama lain.
3. Mengumpulkan
cerita dari individu tersebut. Peneliti
mengumpulkan field texts (data) yang
akan memberikan cerita dari pengalaman partisipan. Boleh jadi langkah terbaik
untuk mengumpulkan cerita adalah memiliki cerita partisipan tentang
pengalamannya melalui percakapan atau wawancara. Peneliti dapat mengumpulkan field texts atau teks lapangan dari
sumber yang lain juga, seperti jurnal atau catatan harian, mengamati individu
dan membuat “fieldnote” atau catatan
lapangan, mengumpulkan surat-surat yang dikirim oleh individu, mengumpulkan
cerita individu dari anggota keluarganya, mengumpulkan dokumen-dokumen resmi
mengenai individu, mengumpulkan foto-foto dan barang-barang pribadi yang lain
dan mencatat pengalaman-pengalaman hidup individu.
4. Restory
atau menceritakan kembali cerita individu. Proses ini
meliputi pemeriksaan data kasar/mentah, mengidentifikasi unsur-unsur cerita di
dalamnya, mengurutkan atau mengorganisir unsur-unsur cerita dan menyajikan
ulangan cerita yang menggambarkan pengalaman partisipan. Peneliti melakukan restory
karena pendengar dan pembaca akan lebih memahami cerita yang diceritakan oleh
partisipan jika peneliti mengurutkan menjadi urutan yang logis. Apakah
peneliti mengeidentifikasi unsur-unsur cerita? Bagaimana peneliti mengurutkan
dan mengorganisir unsur-unsur cerita? Peneliti naratif membedakan unsur-unsur
cerita menjadi pilihan, misalnya, waktu, tempat, plot, dan adegan merupakan
unsur utama terdapat dalamrestory
oleh peneliti (Connelly & Clandinin, 1990).
5. Berkolaborasi
dengan partisipan yang memberi cerita. Peneliti
secara aktif berkolaborasi dengan partisipan sepanjang proses penelitian.
Kolaborasi ini dapat mengasumsikan beberapa bentuk, seperti negoisasi masuk ke
tempat penelitian dan negoisasi dengan partisipan, bekerja secara dekat dengan
partisipan supaya mendapatkan field texts
untuk memahami pengalaman partisipan, menulis dan menceritakan cerita dalam
kalimat atau kata-kata peneliti sendiri.
6. Menulis
laporan naratif tentang pengalaman partisipan. Langkah
utama dalam proses penelitian adalah supaya peneliti menulis dan menyajikan
cerita dari pengalaman partisipan. Restorying
peneliti tentu saja merupakan pusat dalam laporan naratif. Selanjutnya
peneliti harus memasukkan suatu analisis untuk menyoroti tema khusus yang
muncul sepanjang cerita.
7. Validasi
keakuratan laporan. Peneliti
juga perlu melakukan validasi keakuratan dari laporan naratifnya. Ketika
berkolaborasi dengan partisipan, validasi ini dapat terjadi melalui kegiatan
penelitian. Beberapa validasi praktis seperti member checking, triangulasi di antara sumber-sumber data dan
mencari bukti-bukti dapat membantu menentukan keakuratan dan kredibilitas
laporan naratif.
1.5 Mengevaluasi penelitian naratif
Sebagai salah satu bentuk penelitian kualitatif,
penelitian naratif perlu konsisten dengan kriteria penelitian kualitatif. Ada
aspek-aspek spesifik naratif dalam membaca dan mengevaluasi studi naratif yang
harus dipertimbangkan. Daftar pertanyaan berikut ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi laporan penelitian naratif.
· Apakah peneliti
berfokus pada pengalaman individu?
· Apakah fokus
pada seseorang atau beberapa orang individu?
· Apakah peneliti
mengumpulkan cerita suatu pengalaman individu?
· Apakah peneliti
malakukan restory cerita partisipan?
· Dalam restorying, apakah suara partisipan
terdengar seperti suara peneliti?
· Apakah peneliti
mengidentifikasi tema-tema yang muncul dari cerita?
· Apakah cerita
ini termasuk informasi tentang tempat atau latar dari individu?
·
Apakah cerita memiliki kronologis,
urutan temporal termasuk masa lalu, sekarang, dan masa depan?
· Apakah ada bukti
peneliti berkolaborasi dengan partisipan?
· Apakah cerita itu
cukup menjawab tujuan dan
pertanyaan peneliti?
1.6 Pengertian Penelitian
Studi Kasus
Penilitian
kasus atau studi kasus adalah sebuah eksplorasi dari “suatu sistem yang
terikat” atau “suatu kasus/beragam kasus” yang dari waktu ke waktu melalui
pengumpulan data yang mendalam serta melibatkan berbagai sumber informasi yang
“kaya” dalam suatu konteks. Sistem
terikat ini diikat oleh waktu dan tempat sedangkan kasus dapat dikaji dari suatu program,
peristiwa, aktivitas atau suatu individu. Dengan perkataan lain, studi kasus
merupakan penelitian dimana peneliti menggali suatu fenomena tertentu (kasus)
dalam suatu waktu dan kegiatan (program, even, proses, institusi atau kelompok
sosial) serta mengumpulkan
informasi secara terinci dan mendalam dengan menggunakan berbagai prosedur
pengumpulan data selama periode tertentu (Creswell, 2007:73).
Penelitian studi kasus
melibatkan kajian isu yang dieksplorasi melalui satu atau lebih kasus dalam
sistem yang terikat. Atau dengan kata lain penelitian studi kasus adalah
pendekatan kualitatif di mana peneliti mengeksplorasi sebuah sistem yang
terikat (kasus) atau sistem majemuk yang terikat (kasus-kasus) dalam suatu
waktu melalui koleksi data yang detail dan mendalam, melibatkan sumber
informasi majemuk (misalnya, observasi, wawancara, materi audiovisual, dokumen,
dan laporan).
Penelitian ini memusatkan diri secara intensif pada satu obyek
tertentu yang mempelajarinya sebagai suatu kasus. Sebagai sebuah studi kasus
maka data yang dikumpulkan berasal dari berbagai sumber dan hasil penelitian
ini hanya berlaku pada kasus yang diselidiki. Penelitian studi kasus ini
dimaksudkan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang masalah
keadaan dan posisi suatu peristiwa yang sedang berlangsung saat ini, serta
interaksi lingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apa adanya (given).
Subjek penelitian dapat berupa individu, kelompok, institusi atau masyarakat.
Penelitian studi
kasus merupakan studi mendalam mengenai unit sosial tertentu dan hasil
penelitian tersebut memberikan gambaran luas serta mendalam mengenai unit
sosial tertentu. Subjek yang diteliti relatif terbatas, namun variabel-variabel
dan fokus yang diteliti sangat luas dimensinya. Disamping
itu, studi kasus yang baik harus dilakukan secara langsung dalam kehidupan
sebenarnya dari kasus yang diselidiki. Walaupun demikian, data studi kasus
dapat diperoleh tidak saja dari kasus yang diteliti, tetapi juga dapat diperoleh
dari semua pihak yang mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik.
Menururt Lincoln dan Guba (Dedy Mulyana, 2004: 201)
penggunaan studi kasus sebagai suatu metode penelitian kualitatif memiliki
beberapa keuntungan, yaitu :
1. Studi
kasus dapat menyajikan pandangan dari subjek yang diteliti.
2. Studi
kasus menyajikan uraian yang menyeluruh yang mirip dengan apa yang dialami
pembaca di kehidupan sehari-hari.
3. Studi
kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara peneliti dan
responden.
4. Studi
kasus dapat memberikan uraian yang mendalam yang diperlukan bagi penilaian atau
transferabilitas.
Pada
dasarnya penelitian dengan jenis studi kasus bertujuan untuk mengetahui tentang
sesuatu hal secara mendalam. Maka dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan
metode studi kasus untuk mengungkap tentang konsep diri dan faktor yang
melatarbelakangi suatu kasus dengan harapan akan mendapatkan deskripsi yang jelas
tentang data serta informasi yang dibutuhkan agar tetap in fact, sesuai
dengan fakta yang ada, bukan rekaan semata.
Peneliti
menggunakan metode studi kasus karena
peneliti mengganggap kejadiaan ini adalah suatu kejadian yang ganjal dan harus di pecahkan
permasalahannya.
1.7
Tipe-tipe Penelitian Studi Kasus
Cresswell
(2007:74) membagi penelitian studi kasus menjadi tiga tipe, yaitu:
a. Penelitian studi kasus intrumental
tunggal
Penelitian studi kasus instrumental
tunggal adalah penelitian studi kasus yang dilakukan dengan menggunakan sebuah
kasus untuk menggambarkan suatu isu atau perhatian. Pada penelitian ini,
penelitinya memperhatikan dan mengkaji suatu isu yang menarik perhatiannya, dan
menggunakan sebuah kasus sebagai sarana (instrumen) untuk menggambarkannya
secara terperinci.
b. Penelitian studi kasus kolektif
Adalah penelitian studi kasus yang
menggunakan banyak (lebih dari satu) isu atau kasus di dalam suatu penelitian.
Penelitian ini dapat terfokus pada hanya satu isu atau perhatian dan
memanfaatkan banyak kasus untuk menjelaskannya. Disamping itu, penelitian ini
juga dapat hanya menggunakan satu kasus
(lokasi), tetapi dengan banyak isu atau perhatian yang diteliti.
c. Penelitian studi kasus intrinsik
Adalah penelitian yang dilakukan
pada suatu kasus yang memiliki kekhasan dan keunikan yang tinggi. Fokus
penelitian ini adalah pada kasus itu sendiri, baik sebagai lokasi, program,
kejadian atau kegiatan. Penelitian ini
mirip dengan penelitian naratif
yang telah dijelaskan sebelumnya tetapi memiliki prosedur kajian yang lebih
terperinci kepada kasus dan kaitannya dengan lingkungan di sekitarnya secara
terintegrasi dan apa adanya.
1.8 Prosedur Melaksanakan Studi Kasus
a. Peneliti menentukan pendekatan studi kasus tepat untuk masalah yang
diteliti. Peneliti dapat mengidentifikasi kasus secara jelas dalam batas
tertentu, memiliki pemahaman mendalam terhadap kasus atau mampu melakukan
perbandingan beberapa kasus.
b.
Peneliti perlu mengidentifikasi kasus atau kasus-kasus yang akan ditelitinya.
Kasus ini mungkin melibatkan individu, beberapa individu, sebuah program,
kejadian, atau sebuah aktivitas atau kegiatan. Untuk melakukan penelitian studi
kasus, Creswell menyarankan penelitinya untuk mempertimbangkan kasus-kasus yang
berpotensi sangat baik dan bermanfaat.
c.
Peneliti melakukan analisis terhadap kasus. Analisis kasus dapat dilakukan
dalam dua (2) jenis, yaitu analisis holistik (holistic) terhadap kasus, atau
analisis terhadap aspek tertentu atau khusus dari kasus. Melalui pengumpulan
data, suatu penggambaran yang terperinci akan muncul dari kajian peneliti
terhadap sejarah, kronologi terjadinya kasus, atau gambaran tentang kegiatan
dari hari ke hari dari kasus tersebut. Lalu yang kedua adalah tema-tema hasil
kajian dikaji saling-silangkan dengan menggunakan analisis saling-silang kasus
atau yang disebut sebuah cross-case analysis, dan melakukan pemaknaan serta
mengintegrasikan makna-makna yang berhasil digali dari kasus-kasus tersebut.
d. Peneliti
melaporkan makna-makna yang dapat dipelajari, baik pembelajaran terhadap isu
yang berada di balik kasus yang dilakukan melalui penelitian kasus instrumental,
maupun pembelajaran dari kondisi yang unik atau jarang yang dilakukan melalui
penelitian studi kasus mendalam (intrinsic case study).
1.9 Metode Pengumpulan Data
1.
Metode Interview (Wawancara)
Wawancara
adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak,
yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan pewawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Peneliti memilih
metode wawancara karena dengan metode ini akan mendapatkan informasi yang valid
dan langsung dari sumbernya. Dengan wawancara, peneliti dapat mengarahkan
pembicaraan kepada substansi penelitian, sehingga informasi yang dikumpulkan
bukan sekedar rekaan semata.
Adapun
mengenai model wawancara yang peneliti gunakan ialah wawancara bebas terpimpin,
dimana dalam melakukan wawancara peneliti tidak secara sengaja mengarahkan
tanya jawab pada pokok persoalan dari fokus penelitian namun tetap menggunakan
panduan pokok-pokok masalah yang diteliti. Seirama dengan model wawancara di
atas, Opinion Interview juga akan peneliti gunakan. Wawancara ini
dilaksanakan demi mendapatkan pendapat dari sumber berita. Wawancara dianggap
selesai apabila sudah menemui titik jenuh, yaitu sudah tidak ada lagi hal yang
ditanyakan
2.
Observasi
Observasi
atau pengamatan langsung yang dimaksudkan disini ialah dimana peneliti secara
langsung ikut terlibat dalam obyek penelitian. Dalam melaksanakan pengamatan
ini sebelumnya peneliti akan mengadakan pendekatan dengan subjek penelitian
sehingga terjadi keakraban antara peneliti dengan subjek penelitian.
3.
Metode Dokumentasi
Dokumentasi
mempunyai peranan penting dalam dunia penelitian, penelitian yang dilakukan
oleh peneliti biasanya hanya terbatas pada satu bidang ilmu saja, semua
pekerjaan dan layanan dokumentasi serta data yang ada pada dokumen merupakan
alat penting bagi peneliti.
Dalam
melaksanakan metode ini peneliti memiliki barang-barang tertulis seperti
buku-buku, majalah, dokumen, foto, diary, peraturan-peraturan dan lain
sebagainya. Dokumen sudah lama digunakan
dalam penelitian sebagai sumber data, karena dalam banyak hal dokumen sebagai
sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk
meramalkan.
2.1 Analisis
Data
Peneliti menganalisa data yang
terkumpul mulai dari mengagregasi, mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit
yang dapat dikelola. Agregasi merupakan proses
mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data. Data dapat
diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi. Analisis data dilakukan
sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data dan
setelah semua data terkumpul atau setelah selesai dari lapangan.
BAB III
PENUTUP
C. Kesimpulan
Penelitian naratif sebagai suatu bentuk populer dari penelitian kualitatif.
Penelitian naratif menjadi suatu cara untuk melakukan studi tentang guru, siswa
dan tenaga kependidikan lainnya dalam latar pendidikan. Penelitian naratif
mendeskripsikan pengalaman hidup individu, mengumpulkan cerita (data),
menceritakan kembali dan menulis laporan naratif tentang pengalaman-pengalaman
individu. Studi kualitatif ini berfokus pada mengidentifikasi pengalaman
individu tunggal atau beberapa individu dan memahami pengalaman masa lalu,
sekarang dan masa depannya.
Peneliti naratif mengumpulkan cerita dari individu dan menceritakan kembali
cerita partisipannya menjadi suatu kerangka kronologi karakter, latar,
tindakan, masalah dan tindakan resolusinya. Peneliti dapat mengumpulkan ”field texts” atau teks lapangan dan
membentuknya menjadi tema-tema atau kategori-kategori dan mendeskripsikan
secara terperinci latar atau konteks cerita. Peneliti menekankan kolaborasi
dengan partisipan sepanjang proses penelitian.
Langkah-langkah dalam melakukan penelitian naratif adalah mengidentifikasi
masalah yang sesuai untuk penelitian naratif dan memilih satu partisipan atau
lebih untuk melakukan studi. Peneliti kemudian mengumpulkan cerita-cerita dari
partisipan tentang pengalaman hidupnya dan menceritakan kembali cerita untuk
membentuk kronologi kejadian termasuk karakter tokoh, latar, masalah, tindakan
dan resolusi. Sepanjang proses ini peneliti berkolaborasi dengan partisipan dan
cerita yang disusun oleh peneliti menceritakan pengalaman hidup partisipan.
Studi kasus merupakan sebuah eksplorasi dari
sistem pembatasan sebuah kasus (atau multiple kasus) secara terperinci ,
pengumpulan data secara mendalam baik melalui berbagai sumber informasi. Studi kasus menjadi berguna apabila seseorang/peneliti
ingin memahami suatu permasalahan atau situasi tertentu dengan amat mendalam dan
dimana orang dapat mengidentifikasi kasus yang kaya dengan informasi, kaya
dalam pengertian bahwa suatu persoalan besar dapat dipelajari dari beberapa
contoh fenomena dan biasanya dalam bentuk pertanyaan. Studi kasus pada umumnya
berupaya untuk menggambarkan perbedaan individual atau variasi “unik” dari
suatu permasalahan. Suatu kasus dapat berupa orang, peristiwa, program, insiden
kritis/unik atau suatu komunitas dengan berupaya menggambarkan unit dengan
mendalam, detail, dalam konteks dan secara holistik.
Demikian pun dalam
pengumpulan datanya yang diambil dari berbagai sumber informasi, karena studi
kasus melibatkan pengumpulan data yang “kaya” untuk membangun gambaran yang
mendalam dari suatu kasus. Analisis datanya memerlukan banyak sumber data untuk
menentukan bukti pada setiap fase dalam evolusi kasusnya.
D. Daftar Pustaka
Clandinin, D. J., &
Connelly, F. M. (1990). Stories of
experience and narrative inquiry. Educational Researcher, 1S(5), 2—14.
Clandinin, D. J., &
Connelly, F. M. (2000). Narrative inquiry: experience and story in
qualitative research. San Francisco: Jossey-Bass.
Cortazzi, M. (1993). Narrative
analysis. London: Falmer Press.
Creswell, J. W (2007). Qualitative inquiry and research design. London,
New Delhi. Sage Publication, Inc.
Creswell, J. W.(2008). Educational research, planning, conducting,
and evaluating quantitative and qualitative research. New
Jersey: Pearson Education, Inc.
Creswell, J. W.(2010). Research design, penedekatan kualitatif,
kuantitaif, dan mixed 3rd ed. (Terjemahan Achmad Fawaid).
Thousand Oaks, CA : Sage. (Buku asli diterbitkan tahun 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar