Kamis, 20 November 2014

APRESIASI PENGAJARAN PROSA FIKSI



Makalah Kelompok 12
APRESIASI PENGAJARAN PROSA FIKSI


Disajikan Untuk Mata Kuliah Teori, Apresiasi Dan Pengajaran Sastra
Dosen : Prof. Dr. Emzir, M.Pd dan Dr. Nuruddin, MA


logo unj.jpg

Oleh :
Karmila             (No. Reg. 7316130265)
Mida Sulfiana (No. Reg. 7316130271)






Pendidikan Bahasa (S2)
Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
2014
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Pendahuluan
Sastra merupakan hasil pekerjaan seni yang kreatif yang merupakan hasil ciptaan manusia dengan penggunaan bahasa sebagai mediumnya. Objek sastra dapat berupa persoalan-persoalan kehidupan manusia yang erat hubungannya dengan sosial budaya, agama, politik, psikologi, dan kesenian.[1] Berangkat dari persoalan-persoalan tersebut, makan karya sastra dapat terbentuk melalui konflik batin yang berhubungan dengan kehidupan sosial maupun keadaan psikis dari pengarang sendiri yang dapat menjadi sebuah inspirasi dalam menghasilkan karya sastra.
Disamping itu kesusatraan merupakan bidang yang termasuk dalam ruang lingkup pembelajaran. Materi yang tercakup dalam kesusatraan ini antara lain puisi, prosa, dan drama. Dalam proses pembelajarannya, materi tersebut terintegrasi ke dalam empat keterampilan berbahasa yaitu mendengarkan, menulis, berbicara, dan membaca.
Dengan berapresiasi terhadap sastra, pengtahuan dan wawasan siswa akan bertambah. Sehingga kepekaan terhadap karya sastra akan semakin terasah. Dengan demikian diperlukannya pengalaman dalam mengapresisasikan karya sastra serta terjun langsung ke dalam karya sastra tersebut.
Masalah dalam pengajaran sastra memang telah menjadi masalah klasik dikarenakan kurangnya apresiasi sastra siswa di sekolah-sekolah. Tidak jarang siswa merasa jenuh dalam belajar bahasa Indonesia khususnya yang berhubungan dengan karya fiksi. Menurut Hendro Martono hal ini terjadi disebabkan beberapa hal yakni, pemerintah kurang terlihat serius dalam mengarahkan kurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia. Bisa dilihat dari porsi pengajaran sastra lebih minim dibandingkan pengajaran bahasa. Selanjutnya, secara teknis guru-guru bahasa umumnya tidak secara otomatis mampu menjadi guru sastra.[2]
Jika dalam pengajaran sastra memerlukan bakat maka hal ini agak sulit karena tidak banyak guru yang memnuhi kualifikasi dalam pengajaran sastra. Akibatnya, proses belajar hanya tertumpu pada kajian teoretis dan menghafal saja. [3]
Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam makalah ini akan dibahas mengenai apresiasi pengajaran satra yang terfokus pada kajian prosa fiksi.



B.   Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini antara lain:
1.    Apakah hakikat dari apresiasi sastra?
2.    Apa sajakah bentuk-bentuk pengajaran apresiasi prosa fiksi?
3.    Bagaimanakah langkah-langkah pengajaran apresiasi prosa fiksi?
4.    Apakah manfaat dari pengajaran apresiasi prosa fiksi?

C.   Tujuan Penulisan Makalah
1.    Mengetahui hakikat dari apresiasi sastra
2.    Mengetahui bentuk-bentuk pengajaran apresiasi prosa fiksi
3.    Mengetahui bagaimana aplikasi pengajaran apresiasi prosa fiksi.
4.    Mengetahui manfaat dari pengajaran apresiasi prosa fiksi.











BAB II
PEMBAHASAN

A.   Hakikat apresiasi karya sastra
Kata apresiasi berasal dari bahasa latin apreciatio yang berarti menghargai, mengindahkan. Dalam perkembangannya istilah itu mengacu pada kualifikasi aktifvitas tertentu seperti memahami dan menyenangi, memberikan penghargaan dengan nilai tinggi, menjadi peka, menaksir dan menghargai secara kritis.[4]
Dengan demikian apresiasi sastra adalah memberikan penilaian terhadap karya sastra. Ketika mengapresiasikan sebuah karya sastra, maka hal-hal yang harus dilakukan berupa pengamatan, penilaian, dan memberikan penghargaan terhadap karya sastra tersebut.
Bentuk apresiasi sastra yang diharapkan dapat berwujud kegiatan langsung maupun tak langsung. Apresiasi yang pertama dapat diwujudkan dengan cara membaca dan atau menikmati karya-karya sastra kreatif secara langsung, dengan segala bentuk dan ragamnya. Dalam membaca sebuah novel, misalnya sebaiknya para siswa langsung dihadapkan pada karya karya novel yang dianjurkan dan bukan melalui sinopsisnya seperti yang sering dilakukan di sekolah-sekolah. Adapun bentuk apresiasi yang kedua bisa dilakukan melalui berbagai cara yang dipandang dapat menunjang penikmatan dan atau pemahaman terhadap suatu karya kreatif. Bentuk-bentuk apresiasi sastra tak langsung itu, antara lain melalui membaca berbagai kritik sastra atau ulasan para ahli, menonton film atau sinetron yang diangkat dari sebuah novel atau drama, menonton pagelaran teater, mendokumentasikan karya-karya sastra, melaksanakan kegiatan baca puisi dan deklamasi, atau menyelenggarakan lomba baca maupun lomba cipta karya sastra kreatif seperti puisi dan cerpen.[5]
Tujuan dari apresiasi pengajaran prosa fiksi adalah untuk menumbuhkan pemahaman, penghayatan, dan penikmatan terhadap  cipta sastra guna memperluas wawasan kehidupan, mempertajam kepekaan perasaan, kepekaan dan kesadarean sosial serta religi. Idsamping itu juga memperhalus budi pekerti dan memperkaya pengetahuan dan keterampilan berbahasa.
B.   Bentuk-bentuk pengajaran apresiasi prosa fiksi
Mengapresiasi prosa fiksi dapat dilakukan dengan berbagai cara  antara lain:
1)    Menyimak pembacaan cerpen atau menonton dramatisasi novel baik secara langsung maupun lewat media elektronik
2)    Mendengarkan dongeng secara langsung maupun dari rekaman.
3)    Membaca cerpen, novel, cerita rakyat secara langsung dari teksnya.
Dari bentuk-bentuk apresiasi tersebut, kemudian apresiator memberikan penilaian berupa tanggapan secara lisan maupun tulisan.[6] Di samping itu, agar keterlibatan dan pemahaman pembaca atau apresiator dengan karya tersebut lebih dalam, apresiator dapat mengekspresikan karya tersebut, misalnya dengan pembacaan cerpen/novel/dongeng, dramatisasi, monolog, dramatic reading, mendongeng, menulis kembali cerpen/novel/dongeng yang dibaca dengan karangan sendiri, membuat cerpen/novel/dongeng, mengadaptasi cerpen/novel/dongeng menjadi naskah drama, puisi, dan lain-lain. Bentuk apresiasi yang disajikan dalam mata pelajaran Bahasa indonesia berupa pembacaan dan menulis.
a.)  Pembacaan Cerpen
Pembacaan cerpen adalah suatu kegiatan membacakan cerpen kepada audiens. Pembacaan itu dilakukan tiada lain adalah untuk mengkomunikasikan isi karya-karya tersebut kepada audiens agar audiens dapat menyimak, mengerti, memahami, dan menikmati karya tersebut. Agar tujuan tersebut sampai, pembaca cerpen tentulah harus terlebih dahulu dapat memahami dan menghayati karya tersebut. Pemahaman dan penghayatan itu selanjutnya diekspresikan lewat sarana-sarana berupa vokal, gestur, dan mimik. Agar pembacaan itu berhasil, si pembaca karya itu harus mengoptimalkan seluruh sarana ekspresi itu. Dalam mengekspresikan karya melalui vokalnya, dia harus memperhatikan kejelasan artikulasi, kekuatan suara, karakter suara, intonasi, nada, dan tempo. Gestur dan mimik juga harus diperhatikan: apakah gestur dan mimik itu dapat merepresentasikan setiap unsur cerpen, dan sejauh mana ketepatannya.
 Biasanya, dalam pembacaan cerpen, pembaca cerpen membawa teks cerpen. Dengan demikian, ruang geraknya tidak seleluasa seperti pada mendramakan. Ekspresi lebih ditekankan pada vokal, gestur dan mimik. Pembacaan cerpen dapat dilakukan oleh seorang, atau oleh beberapa orang. Jika dibantu oleh beberapa orang, maka kita tetapkan masing-masing orang diberi peran, ada yang jadi narator, tokoh, sesuai kebutuhan cerpen itu. Tetapi, peran-peran itu dilakukan tetap dalam konteks pembacaan, jangan sampai tertukar dengan drama.  Dalam konteks pembacaan cerpen, cerpen dapat disampaikan dalam bentuk monolog. Dalam monolog, pembaca cerpen lebih memiliki keleluasaan. Ia tidak membawa teks. Sesuai dengan namanya, monolog, pertunjukan ini dimainkan oleh satu orang, tapi bermain untuk berbagai peran.  Akan lebih menarik jika dalam kegiatan ini ditambahkan pula unsur-unsur lainnya, seperti make-up, kostum, properti pentas, dan musik.
b.)  Menulis Cerpen
Pengapresiasian terhadap sebuah cerpen akan lebih tajam dan terhayati apabila siswa memiliki pengalaman menulis jenis karya itu. Dengan menulis cerpen tersebut, siswa bisa merasakan bagaimana mudah-sulitnya mengolah unsur-unsur pembangun cerpen, dari mulai tokoh, latar, alur, bahasa, dan lain sebagainya. Dengan pengalaman ini, siswa akan bisa lebih tajam dalam menilai kemampuan teknis pengarang dalam mengolah unsur-unsur cerpen.[7] Apabila siswa belum memiliki pengalaman menulis cerpen,maka siswa dapat dihadapkan pada proses menyimak dan membaca. Hal tersebut sudah mencakup bentuk-bentuk apresiasi prosa fiksi dalam kurikulum lewat empat keterampilan berbahasa yakni mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Sebagai contoh, apresiasi prosa fiksi dalam bentuk mendengarkan pembacaan cerpen, sedangkan tanggapan yang diberikan siswa yang berupa penilaian terhadap pembacaan cerpen tersebut terkait aspek berbicara.
C.   Langkah-Langkap Apresiasi Prosa Fiksi
Kesusastraan adalah bidang yang termasuk ruang lingkup pengajaran Bahasa Indonesia di samping kebahasaan. Materi yang tercakup dalam kesusastraan adalah puisi, prosa, dan drama. Pengajaran sastra terintegrasi dalam empat keterampilan berbahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis). Keterintegrasian materi sastra dalam empat keterampilan berbahasa tersebut tujuannya tiada lain adalah agar para siswa memperoleh dan memiliki pengalaman berapresiasi sastra secara langsung. Potensi  yang dapat digali dari proses pengajaran apresiasi sastra misalnya untuk menumbuhkan berbagai keunggulan siswa dalam hal: kerja sama(team work), toleransi, pengendalian emosi, etos belajar, keuletan, konsentrasi, kesenangan membaca, kesenangan menulis(surat, kegiatan proposal sastra), kreatifitas(menulis puisi/cerpen), dan produktifitas.[8] Berikut adalah langkah-langkah yang dapat diaplikasikan dalam pengajaran apresiasi prosa fiksi :
1.)  Membaca karya prosa fiksi hingga pembaca dapat merasakan keterlibatan jiwa dengan apa yang disampaikan dan diceritakan pengarang.
2.)  Menilai dan melihat hubungan antara gagasan dan pengalaman yang ingin disampaikan pengarang dengan kemampuan teknis pengarang tersebut mengolah unsur-unsur prosa seperti tokoh, alur, latar, penceritaan , tema, amanat, dan lainnya.
3.)  Menemukan relevansi karya sastra dengan kehidupan, baik kehidupan pribadi maupun kehidupan pada umumnya.
Untuk mempermudah memahami aplikasi pengajaran prosa fiksi, dapat diperhatikan contoh-contoh penerapan dalam pengajaran apresiasi prosa fiksi sebagai berikut:
a.    Melalui pembacaan cerpen
1.    Tahap pelacakan pendahuluan dan penentuan sikap praktis. Pada tahap ini guru memilih dan menentukan bahan (cerpen) yang akan disajikan.
2.    Tahap introduksi. Pada tahap ini guru memberikan apersepsi dan pengantar tentang pembelajaran yang akan dilakukan. Kemudian guru membagikan teks cerpen kepada siswa.
3.    Tahap penyajian. Hal- hal yang dapat dilakukan antara lain:
Ø  Guru mengjak siswa membaca cerpen dalam hati
Ø  Guru menanyakan siswa kesulitan siswa dalam memahami cerpen tersebut.
Ø  Guru mengajak siswa melakukan kegiatan pembacaan cerpen yang dilakukan dengan memperhatikan teknik pengekspresian pembacaan cerpen.
4.    Tahap diskusi. Guru berdiskusi dengan siswa tentang isi cerpen mengacu pada langkah-langkah apresiasi.
5.    Tahap pengukuhan. Guru menugaskan siswa untuk menuliskan empati mereka terhadap tokoh atau peristiwa dalam cerpen tersebut.[9]







D.   Manfaat Apresiasi Sastra
Dalam sebuah pertemuan sastra, seorang yang biasa bergelut di bidang eksak menyatakan bahwa orang yang membaca karya prosa sedang melakukan pekerjaan yang sia-sia dan tak ada artinya karena menghabiskan waktu hanya untuk membaca khayalan. Benar, karya berupa prosa-fiksi memang merupakan cerita rekaan, khayalan.
Tentu saja pendapat ini tidak benar sebab jika mau disadari, kehidupan dunia berkembang karena imajinasi orang-orang jenius. Sebagai contoh teori gravitasi bumi yang ditemukan ilmuwan Issac Newton dikarenakan imajinasinya setelah melihat buah apel jatuh dari pohon. Penemuan-penemuan di bidang teknologi pun pada awalnya terjadi karena imajinasi. Dari mulai penemuan kapal terbang hingga pesawat ulang alik, dari televisi hingga program-program komputer paling canggih saat ini, pada awalnya terjadi karena imajinasi.  Imajinasi sangat bermanfaat dalam kehidupan, termasuk imajinasi yang ada dalam cerita rekaan (karya fiksi). Cerita rekaan, karena mengandung imajinasi, dapat memperkaya imajinasi pembacanya. Kekayaan imajinasi ini akan membantu manusia lebih cerdas dan kreatif dalam membangun kehidupan.
Secara tidak langsung memang sastra memiliki manfaat dalam hal imajinasi. Berikut beberapa manfaat yang bisa didapatkan dari apresiasi prosa fiksi.
Ø   Dulce et utile. Istilah tersebut diistilahkan oleh seorang filsuf Yunani bernama Horatio. Manfaat sastra disini sebagai hiburan. Hal itu terjadi karena dari cerita rekaan/prosa-fiksi orang mendapat hiburan. [10]
Ø   Membantu pembaca untuk lebih memahami kehidupan dan memperkaya pandangan-pandangan kehidupan. Dalam karya prosa, sesungguhnya pengarang menyuguhkan kembali hasil pengamatan dan pengalamannya kepada pembaca. Pengalaman yang disuguhkannya itu adalah pengalaman yang sudah melalui proses perenungan dan pemahaman yang lebih tajam dan dalam. Dengan demikian, tatkala pembaca membaca karya prosanya, ia mendapatkan suatu pandangan baru tentang kehidupan yang memperkaya amatannya terhadap kehidupan yang ia kenal sehari-hari. Dalam kaitan ini, karya prosa sesungguhnya membantu pembaca untuk lebih memahami kehidupan dan memperkaya pandangan-pandangan tentang kehidupan. [11]
Ø   Memperkaya dan mempertajam kepekaan sosial, budaya, religi, dan batin. Intensitas dalam membaca karya prosa, pada gilirannya akan mempertajam kepekaan siswa; kepekaan sosial, kepekaan religi, kepekaan budaya, dan lain-lain. Kepekaan ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan
Ø   Mengasah kepribadian dan memperhalus budi pekerti. Adanya kaitan moral dengan karya sastra turut menyumbangkan manfaat dalam berapresiasi.Dalam karya sastra terkandung nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral tersebut merupakan cerminan kehidupan sehari-hari.[12]
Ø   Memperkaya kemampuan berbahasa. Media pengungkapan karya prosa adalah bahasa. Dalam menyajikan cerita dalam karyanya, pengarang berupaya menyuguhkannya dalam bahasa yang dapat menyentuh jiwa pembacanya. Untuk mencapai hal itu, para pengarang berupaya mengolah bahasa dengan sabaik-baiknya dan sedalam-dalamnya agar apa yang disampaikannya kuat mengena di hati pembaca. Mereka mencari kosakata-kosakata yang tepat yang dapat mewakili apa yang mereka inginkan, menciptakan ungkapan-ungkapan baru, menvariasikan struktur kalimat, memberi penggambaran- penggambaran yang hidup dengan bahasa, dan seterusnya. Dengan membaca karya yang telah mengandung bahasa yang terolah tersebut, pembaca diperkaya bahasanya, diperkaya rasa bahasanya, dan sebagainya. [13]


BAB III
KESIMPULAN

Cerita Pendek (Cerpen), novel, dan roman termasuk jenis karya sastra prosa fiksi. Perbedaaan ketiganya di samping panjang pendek dengan ukuran jumlah kata yang digunakan juga bisa dilihat dari tema, plot, dan lamanya penceritaan. Pengajaran sastra dapat dibuat menarik (dan seharusnya menarik) asal ada kepedulian terutama dari pihak guru. Guru yang peduli akan mengubah wajah pengajaran sastra menjadi mata pelajaran idola, bukan sebagai mata pelajaran yang membosankan. Kuncinya adalah inovasi yang merupakan implementasi penemuan dan kreativitas.
Dengan lebih fokusnya Standar Isi dalam menempatkan pengajaran sastra diperlukan reorientasi terhadap pengajaran sastra. Siswa perlu mengetahui subtansi pelajaran; siswa memerlukan contoh baik contoh karya sastra maupun contoh mengerjakan tugas. Ajaklah siswa berinteraksi, tidak sekadar menghafal “materi duduk”, baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar. Variasi pertanyaan membuat siswa menggali potensi dirinya, terutama dalam menyampaikan pengalaman dan pendapat. Siswa juga perlu diajak menilai teman-temannya, terutama dalam berdiskusi karena kemampuan menilai orang lain akan berdampak pada diri sendiri. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah refleksi di akhir pelajaran, baik dari guru maupun dari siswa sendiri. Di samping itu, kegiatan di luar kelas (outdoor activities) akan meningkatkan kemampuan apresiasi dan kreativitas siswa.



DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, Malang:YA3, 2002.
Djojosuroto ,Kinayati dan Suratisna, Pembelajaran Apresiasi Sastra, Yogyakarta : Pustaka Book Publisher,  2009.
Jamaludin, Problematik Pembelajaran Bahasa dan Sastra, Jakarta: Adicita Karya Nusa,2005.
Semi, M.Attar, Kritik Sastra , Angkasa :Bandung , 1989.
http://www.scribd.com/doc/39147945/Bahan-Ajar-Prosa-Fiksi-PLPG-SMP-Copy, diakses pada tanggal 7 desember 2013, pukul 22.00.


[1] M.Attar, Semi, Kritik Sastra (Bandung:Angkasa, 1989),h.2
[2] Kinayati Djojosuroto dan Suratisna, Pembelajaran Apresiasi Sastra,(Pustaka Book Publisher:Yogyakarta. 2009), h.1.
[3] Ibid, hh.2-3.
[4] Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (Malang:YA3, 2002), h.22.
[5] Jamaludin, Problematik Pembelajaran Bahasa dan Sastra, (Jakarta:Adicita Karya Nusa,2005), h.20.
[6] http://www.scribd.com/doc/39147945/Bahan-Ajar-Prosa-Fiksi-PLPG-SMP-Copy, diakses pada tanggal 7 desember 2013, pukul 22.00.

[7] Ibid,.
[8] Kinayati Djojosuroto dan Suratisna, Op.cit,h.35.
[9] Kinayati Djojosuroto dan Suratisna, Op.cit, h. 31.
[10] http://www.scribd.com/doc/39147945/Bahan-Ajar-Prosa-Fiksi-PLPG-SMP-Copy, diakses pada tanggal 7 desember 2013, pukul 22.00.
[11] Ibid,.
[12] Kinayati Djojosuroto dan Suratisna, Op.cit. h.12
[13] http://www.scribd.com/doc/39147945/Bahan-Ajar-Prosa-Fiksi-PLPG-SMP-Copy, diakses pada tanggal 7 desember 2013, pukul 22.00.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar