Makalah Kelompok 12
APRESIASI
PENGAJARAN PROSA FIKSI
Disajikan Untuk Mata Kuliah Teori, Apresiasi
Dan Pengajaran Sastra
Dosen : Prof. Dr. Emzir, M.Pd dan Dr. Nuruddin,
MA
Oleh :
Karmila (No. Reg. 7316130265)
Mida Sulfiana
(No. Reg. 7316130271)
Pendidikan Bahasa (S2)
Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Sastra merupakan hasil
pekerjaan seni yang kreatif yang merupakan hasil ciptaan manusia dengan
penggunaan bahasa sebagai mediumnya. Objek sastra dapat berupa
persoalan-persoalan kehidupan manusia yang erat hubungannya dengan sosial
budaya, agama, politik, psikologi, dan kesenian.[1]
Berangkat dari persoalan-persoalan tersebut, makan karya sastra dapat terbentuk
melalui konflik batin yang berhubungan dengan kehidupan sosial maupun keadaan
psikis dari pengarang sendiri yang dapat menjadi sebuah inspirasi dalam
menghasilkan karya sastra.
Disamping itu kesusatraan
merupakan bidang yang termasuk dalam ruang lingkup pembelajaran. Materi yang
tercakup dalam kesusatraan ini antara lain puisi, prosa, dan drama. Dalam
proses pembelajarannya, materi tersebut terintegrasi ke dalam empat
keterampilan berbahasa yaitu mendengarkan, menulis, berbicara, dan membaca.
Dengan berapresiasi terhadap
sastra, pengtahuan dan wawasan siswa akan bertambah. Sehingga kepekaan terhadap
karya sastra akan semakin terasah. Dengan demikian diperlukannya pengalaman
dalam mengapresisasikan karya sastra serta terjun langsung ke dalam karya
sastra tersebut.
Masalah dalam pengajaran
sastra memang telah menjadi masalah klasik dikarenakan kurangnya apresiasi
sastra siswa di sekolah-sekolah. Tidak jarang siswa merasa jenuh dalam belajar
bahasa Indonesia khususnya yang berhubungan dengan karya fiksi. Menurut Hendro
Martono hal ini terjadi disebabkan beberapa hal yakni, pemerintah kurang
terlihat serius dalam mengarahkan kurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia. Bisa
dilihat dari porsi pengajaran sastra lebih minim dibandingkan pengajaran
bahasa. Selanjutnya, secara teknis guru-guru bahasa umumnya tidak secara
otomatis mampu menjadi guru sastra.[2]
Jika dalam pengajaran sastra
memerlukan bakat maka hal ini agak sulit karena tidak banyak guru yang memnuhi
kualifikasi dalam pengajaran sastra. Akibatnya, proses belajar hanya tertumpu
pada kajian teoretis dan menghafal saja. [3]
Berdasarkan latar belakang
tersebut, dalam makalah ini akan dibahas mengenai apresiasi pengajaran satra
yang terfokus pada kajian prosa fiksi.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah dalam makalah ini antara lain:
1. Apakah
hakikat dari apresiasi sastra?
2. Apa
sajakah bentuk-bentuk pengajaran apresiasi prosa fiksi?
3. Bagaimanakah
langkah-langkah pengajaran apresiasi prosa fiksi?
4. Apakah
manfaat dari pengajaran apresiasi prosa fiksi?
C.
Tujuan
Penulisan Makalah
1. Mengetahui
hakikat dari apresiasi sastra
2. Mengetahui
bentuk-bentuk pengajaran apresiasi prosa fiksi
3. Mengetahui
bagaimana aplikasi pengajaran apresiasi prosa fiksi.
4. Mengetahui
manfaat dari pengajaran apresiasi prosa fiksi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat
apresiasi karya sastra
Kata
apresiasi berasal dari bahasa latin apreciatio yang berarti menghargai,
mengindahkan. Dalam perkembangannya istilah itu mengacu pada kualifikasi
aktifvitas tertentu seperti memahami dan menyenangi, memberikan penghargaan
dengan nilai tinggi, menjadi peka, menaksir dan menghargai secara kritis.[4]
Dengan demikian apresiasi sastra
adalah memberikan penilaian terhadap karya sastra. Ketika mengapresiasikan
sebuah karya sastra, maka hal-hal yang harus dilakukan berupa pengamatan,
penilaian, dan memberikan penghargaan terhadap karya sastra tersebut.
Bentuk apresiasi sastra yang diharapkan dapat berwujud
kegiatan langsung maupun tak langsung. Apresiasi yang pertama dapat diwujudkan
dengan cara membaca dan atau menikmati karya-karya sastra kreatif secara
langsung, dengan segala bentuk dan ragamnya. Dalam membaca sebuah novel,
misalnya sebaiknya para siswa langsung dihadapkan pada karya karya novel yang
dianjurkan dan bukan melalui sinopsisnya seperti yang sering dilakukan di
sekolah-sekolah. Adapun bentuk apresiasi yang kedua bisa dilakukan melalui
berbagai cara yang dipandang dapat menunjang penikmatan dan atau pemahaman
terhadap suatu karya kreatif. Bentuk-bentuk apresiasi sastra tak langsung itu,
antara lain melalui membaca berbagai kritik sastra atau ulasan para ahli,
menonton film atau sinetron yang diangkat dari sebuah novel atau drama,
menonton pagelaran teater, mendokumentasikan karya-karya sastra, melaksanakan
kegiatan baca puisi dan deklamasi, atau menyelenggarakan lomba baca maupun
lomba cipta karya sastra kreatif seperti puisi dan cerpen.[5]
Tujuan dari apresiasi pengajaran prosa fiksi adalah untuk
menumbuhkan pemahaman, penghayatan, dan penikmatan terhadap cipta sastra guna memperluas wawasan
kehidupan, mempertajam kepekaan perasaan, kepekaan dan kesadarean sosial serta
religi. Idsamping itu juga memperhalus budi pekerti dan memperkaya pengetahuan
dan keterampilan berbahasa.
B.
Bentuk-bentuk
pengajaran apresiasi prosa fiksi
Mengapresiasi
prosa fiksi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
1) Menyimak
pembacaan cerpen atau menonton dramatisasi novel baik secara langsung maupun
lewat media elektronik
2) Mendengarkan
dongeng secara langsung maupun dari rekaman.
3) Membaca
cerpen, novel, cerita rakyat secara langsung dari teksnya.
Dari
bentuk-bentuk apresiasi tersebut, kemudian apresiator memberikan penilaian
berupa tanggapan secara lisan maupun tulisan.[6] Di
samping itu, agar keterlibatan dan pemahaman pembaca atau apresiator dengan karya
tersebut lebih dalam, apresiator dapat mengekspresikan karya tersebut, misalnya
dengan pembacaan cerpen/novel/dongeng, dramatisasi, monolog, dramatic reading, mendongeng, menulis
kembali cerpen/novel/dongeng yang dibaca dengan karangan sendiri, membuat
cerpen/novel/dongeng, mengadaptasi cerpen/novel/dongeng menjadi naskah drama,
puisi, dan lain-lain. Bentuk apresiasi yang disajikan dalam mata pelajaran
Bahasa indonesia berupa pembacaan dan menulis.
a.) Pembacaan Cerpen
Pembacaan
cerpen adalah suatu kegiatan membacakan cerpen kepada audiens. Pembacaan itu
dilakukan tiada lain adalah untuk mengkomunikasikan isi karya-karya tersebut
kepada audiens agar audiens dapat menyimak, mengerti, memahami, dan menikmati
karya tersebut. Agar tujuan tersebut sampai, pembaca cerpen tentulah harus
terlebih dahulu dapat memahami dan menghayati karya tersebut. Pemahaman dan penghayatan
itu selanjutnya diekspresikan lewat sarana-sarana berupa vokal, gestur, dan
mimik. Agar pembacaan itu berhasil, si pembaca karya itu harus mengoptimalkan
seluruh sarana ekspresi itu. Dalam mengekspresikan karya melalui vokalnya, dia
harus memperhatikan kejelasan artikulasi, kekuatan suara, karakter suara,
intonasi, nada, dan tempo. Gestur dan mimik juga harus diperhatikan: apakah
gestur dan mimik itu dapat merepresentasikan setiap unsur cerpen, dan sejauh
mana ketepatannya.
Biasanya, dalam pembacaan cerpen, pembaca
cerpen membawa teks cerpen. Dengan demikian, ruang geraknya tidak seleluasa
seperti pada mendramakan. Ekspresi lebih ditekankan pada vokal, gestur dan
mimik. Pembacaan cerpen dapat dilakukan oleh seorang, atau oleh beberapa orang.
Jika dibantu oleh beberapa orang, maka kita tetapkan masing-masing orang diberi
peran, ada yang jadi narator, tokoh, sesuai kebutuhan cerpen itu. Tetapi,
peran-peran itu dilakukan tetap dalam konteks pembacaan, jangan sampai tertukar
dengan drama. Dalam konteks pembacaan
cerpen, cerpen dapat disampaikan dalam bentuk monolog. Dalam monolog, pembaca
cerpen lebih memiliki keleluasaan. Ia tidak membawa teks. Sesuai dengan
namanya, monolog, pertunjukan ini dimainkan oleh satu orang, tapi bermain untuk
berbagai peran. Akan lebih menarik jika
dalam kegiatan ini ditambahkan pula unsur-unsur lainnya, seperti make-up,
kostum, properti pentas, dan musik.
b.) Menulis Cerpen
Pengapresiasian
terhadap sebuah cerpen akan lebih tajam dan terhayati apabila siswa memiliki
pengalaman menulis jenis karya itu. Dengan menulis cerpen tersebut, siswa bisa
merasakan bagaimana mudah-sulitnya mengolah unsur-unsur pembangun cerpen, dari
mulai tokoh, latar, alur, bahasa, dan lain sebagainya. Dengan pengalaman ini, siswa
akan bisa lebih tajam dalam menilai kemampuan teknis pengarang dalam mengolah
unsur-unsur cerpen.[7]
Apabila siswa belum memiliki pengalaman menulis cerpen,maka siswa dapat
dihadapkan pada proses menyimak dan membaca. Hal tersebut sudah mencakup
bentuk-bentuk apresiasi prosa fiksi dalam kurikulum lewat empat keterampilan
berbahasa yakni mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Sebagai contoh,
apresiasi prosa fiksi dalam bentuk mendengarkan pembacaan cerpen, sedangkan
tanggapan yang diberikan siswa yang berupa penilaian terhadap pembacaan cerpen
tersebut terkait aspek berbicara.
C.
Langkah-Langkap
Apresiasi Prosa Fiksi
Kesusastraan
adalah bidang yang termasuk ruang lingkup pengajaran Bahasa Indonesia
di samping kebahasaan. Materi yang tercakup dalam kesusastraan adalah puisi,
prosa, dan drama. Pengajaran sastra terintegrasi dalam empat keterampilan
berbahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis). Keterintegrasian
materi sastra dalam empat keterampilan berbahasa tersebut tujuannya tiada lain adalah
agar para siswa memperoleh dan memiliki pengalaman berapresiasi sastra secara
langsung. Potensi yang dapat
digali dari proses pengajaran apresiasi sastra misalnya untuk menumbuhkan
berbagai keunggulan siswa dalam hal: kerja sama(team work), toleransi, pengendalian emosi, etos belajar, keuletan,
konsentrasi, kesenangan membaca, kesenangan menulis(surat, kegiatan proposal
sastra), kreatifitas(menulis puisi/cerpen), dan produktifitas.[8] Berikut adalah langkah-langkah yang
dapat diaplikasikan dalam pengajaran apresiasi prosa fiksi :
1.) Membaca
karya prosa fiksi hingga pembaca dapat merasakan keterlibatan jiwa dengan apa
yang disampaikan dan diceritakan pengarang.
2.) Menilai
dan melihat hubungan antara gagasan dan pengalaman yang ingin disampaikan
pengarang dengan kemampuan teknis pengarang tersebut mengolah unsur-unsur prosa
seperti tokoh, alur, latar, penceritaan , tema, amanat, dan lainnya.
3.) Menemukan
relevansi karya sastra dengan kehidupan, baik kehidupan pribadi maupun
kehidupan pada umumnya.
Untuk
mempermudah memahami aplikasi pengajaran prosa fiksi, dapat diperhatikan
contoh-contoh penerapan dalam pengajaran apresiasi prosa fiksi sebagai berikut:
a.
Melalui
pembacaan cerpen
1. Tahap pelacakan
pendahuluan dan penentuan sikap praktis. Pada tahap ini guru memilih dan
menentukan bahan (cerpen) yang akan disajikan.
2. Tahap introduksi.
Pada tahap ini guru memberikan apersepsi dan pengantar tentang pembelajaran
yang akan dilakukan. Kemudian guru membagikan teks cerpen kepada siswa.
3. Tahap penyajian.
Hal- hal yang dapat dilakukan antara lain:
Ø Guru
mengjak siswa membaca cerpen dalam hati
Ø Guru
menanyakan siswa kesulitan siswa dalam memahami cerpen tersebut.
Ø Guru
mengajak siswa melakukan kegiatan pembacaan cerpen yang dilakukan dengan
memperhatikan teknik pengekspresian pembacaan cerpen.
4. Tahap diskusi.
Guru berdiskusi dengan siswa tentang isi cerpen mengacu pada langkah-langkah
apresiasi.
5. Tahap pengukuhan.
Guru menugaskan siswa untuk menuliskan empati mereka terhadap tokoh atau
peristiwa dalam cerpen tersebut.[9]
D.
Manfaat
Apresiasi Sastra
Dalam sebuah
pertemuan sastra, seorang yang biasa bergelut di bidang eksak menyatakan bahwa
orang yang membaca karya prosa sedang melakukan pekerjaan yang sia-sia dan tak
ada artinya karena menghabiskan waktu hanya untuk membaca khayalan. Benar, karya
berupa prosa-fiksi memang merupakan cerita rekaan, khayalan.
Tentu saja
pendapat ini tidak benar sebab jika mau disadari, kehidupan dunia berkembang
karena imajinasi orang-orang jenius. Sebagai contoh teori gravitasi bumi yang ditemukan
ilmuwan Issac Newton dikarenakan imajinasinya setelah melihat buah apel jatuh
dari pohon. Penemuan-penemuan di bidang teknologi pun pada awalnya terjadi
karena imajinasi. Dari mulai penemuan kapal terbang hingga pesawat ulang alik, dari
televisi hingga program-program komputer paling canggih saat ini, pada awalnya
terjadi karena imajinasi. Imajinasi sangat
bermanfaat dalam kehidupan, termasuk imajinasi yang ada dalam cerita rekaan
(karya fiksi). Cerita rekaan, karena mengandung imajinasi, dapat memperkaya
imajinasi pembacanya. Kekayaan imajinasi ini akan membantu manusia lebih cerdas
dan kreatif dalam membangun kehidupan.
Secara tidak langsung memang sastra
memiliki manfaat dalam hal imajinasi. Berikut beberapa manfaat yang bisa
didapatkan dari apresiasi prosa fiksi.
Ø Dulce et utile. Istilah tersebut
diistilahkan oleh seorang filsuf Yunani bernama Horatio. Manfaat sastra disini
sebagai hiburan. Hal itu terjadi karena dari
cerita rekaan/prosa-fiksi orang mendapat hiburan. [10]
Ø Membantu pembaca untuk lebih
memahami kehidupan dan memperkaya pandangan-pandangan kehidupan. Dalam karya prosa, sesungguhnya pengarang
menyuguhkan kembali hasil pengamatan dan pengalamannya kepada pembaca.
Pengalaman yang disuguhkannya itu adalah pengalaman yang sudah melalui proses perenungan dan pemahaman yang lebih
tajam dan dalam. Dengan demikian, tatkala pembaca membaca karya prosanya, ia
mendapatkan suatu pandangan baru tentang kehidupan yang memperkaya amatannya
terhadap kehidupan yang ia kenal sehari-hari. Dalam kaitan ini, karya prosa
sesungguhnya membantu pembaca untuk lebih memahami kehidupan dan memperkaya
pandangan-pandangan tentang kehidupan. [11]
Ø Memperkaya dan mempertajam kepekaan
sosial, budaya, religi, dan batin. Intensitas
dalam membaca karya prosa, pada gilirannya akan mempertajam kepekaan siswa;
kepekaan sosial, kepekaan religi, kepekaan budaya, dan lain-lain. Kepekaan ini
dapat diaplikasikan dalam kehidupan
Ø Mengasah
kepribadian dan memperhalus budi pekerti. Adanya kaitan moral dengan karya
sastra turut menyumbangkan manfaat dalam berapresiasi.Dalam karya sastra
terkandung nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral tersebut merupakan cerminan
kehidupan sehari-hari.[12]
Ø Memperkaya kemampuan berbahasa. Media pengungkapan karya prosa adalah bahasa. Dalam
menyajikan cerita dalam karyanya, pengarang berupaya menyuguhkannya dalam
bahasa yang dapat menyentuh jiwa pembacanya. Untuk mencapai hal itu, para
pengarang berupaya mengolah bahasa dengan sabaik-baiknya dan sedalam-dalamnya
agar apa yang disampaikannya kuat mengena di hati pembaca. Mereka mencari
kosakata-kosakata yang tepat yang dapat mewakili apa yang mereka inginkan,
menciptakan ungkapan-ungkapan baru, menvariasikan struktur kalimat, memberi
penggambaran- penggambaran yang hidup dengan bahasa, dan seterusnya. Dengan
membaca karya yang telah mengandung bahasa yang terolah tersebut, pembaca
diperkaya bahasanya, diperkaya rasa
bahasanya, dan sebagainya. [13]
BAB
III
KESIMPULAN
Cerita Pendek
(Cerpen), novel, dan roman termasuk jenis karya sastra prosa fiksi. Perbedaaan
ketiganya di samping panjang pendek dengan ukuran jumlah kata yang digunakan
juga bisa dilihat dari tema, plot, dan lamanya penceritaan. Pengajaran sastra dapat dibuat
menarik (dan seharusnya menarik) asal ada kepedulian terutama dari pihak guru.
Guru yang peduli akan mengubah wajah pengajaran sastra menjadi mata pelajaran
idola, bukan sebagai mata pelajaran yang membosankan. Kuncinya adalah inovasi
yang merupakan implementasi penemuan dan kreativitas.
Dengan lebih fokusnya Standar Isi
dalam menempatkan pengajaran sastra diperlukan reorientasi terhadap pengajaran
sastra. Siswa perlu mengetahui subtansi pelajaran; siswa memerlukan contoh baik
contoh karya sastra maupun contoh mengerjakan tugas. Ajaklah siswa
berinteraksi, tidak sekadar menghafal “materi duduk”, baik dalam kelompok kecil
maupun kelompok besar. Variasi pertanyaan membuat siswa menggali potensi
dirinya, terutama dalam menyampaikan pengalaman dan pendapat. Siswa juga perlu
diajak menilai teman-temannya, terutama dalam berdiskusi karena kemampuan
menilai orang lain akan berdampak pada diri sendiri. Hal yang tidak kalah
pentingnya adalah refleksi di akhir pelajaran, baik dari guru maupun dari siswa
sendiri. Di samping itu, kegiatan di luar kelas (outdoor activities)
akan meningkatkan kemampuan apresiasi dan kreativitas siswa.
DAFTAR
PUSTAKA
Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra,
Malang:YA3, 2002.
Djojosuroto
,Kinayati dan Suratisna, Pembelajaran Apresiasi
Sastra, Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2009.
Jamaludin,
Problematik Pembelajaran Bahasa dan
Sastra, Jakarta: Adicita Karya Nusa,2005.
Semi, M.Attar, Kritik Sastra , Angkasa :Bandung , 1989.
http://www.scribd.com/doc/39147945/Bahan-Ajar-Prosa-Fiksi-PLPG-SMP-Copy,
diakses pada tanggal 7 desember 2013, pukul 22.00.
[1] M.Attar, Semi, Kritik Sastra (Bandung:Angkasa,
1989),h.2
[2] Kinayati Djojosuroto dan
Suratisna, Pembelajaran Apresiasi Sastra,(Pustaka
Book Publisher:Yogyakarta. 2009), h.1.
[3] Ibid, hh.2-3.
[4] Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra,
(Malang:YA3, 2002), h.22.
[5] Jamaludin, Problematik Pembelajaran Bahasa dan Sastra,
(Jakarta:Adicita Karya Nusa,2005), h.20.
[6] http://www.scribd.com/doc/39147945/Bahan-Ajar-Prosa-Fiksi-PLPG-SMP-Copy,
diakses pada tanggal 7 desember 2013, pukul 22.00.
[7] Ibid,.
[10] http://www.scribd.com/doc/39147945/Bahan-Ajar-Prosa-Fiksi-PLPG-SMP-Copy, diakses pada tanggal 7
desember 2013, pukul 22.00.
[11] Ibid,.
[13] http://www.scribd.com/doc/39147945/Bahan-Ajar-Prosa-Fiksi-PLPG-SMP-Copy, diakses pada tanggal 7
desember 2013, pukul 22.00.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar