Kamis, 20 November 2014

Formalisme dan Strukturalisme



Makalah Kelompok 5
Formalisme dan Strukturalisme


Disajikan Untuk Mata Kuliah Teori, Apresiasi Dan Pengajaran Sastra 
Dosen : Prof. Dr. Emzir, M.Pd dan Dr. Nuruddin, MA


logo unj.jpg
Oleh :
Bayu Pirmansah (No.Reg. 7316130249)
Luo Ying              (No.Reg. 7316130268)
Ruli Setiawan      (No.Reg. 7316130285)






Pendidikan Bahasa (S2)
Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
2014
Bab I
PENDAHULUAN

A.    Pengertian Formalisme
Formalism  refers to the critical tendency that emerged during the first half of the twentieth century and devoted its attention to concentrating on literature's formal structures in an objective manner1. Formalisme adalah kecenderungan kritis yang muncul pada paruh pertama abad ke -20 dan memberikan perhatian sepenuhnya untuk berkonsentrasi kepada struktur formal sastra dalam sebuah kajian objektif1.  
Formalisme karya sastra meliputi unsur instrinsik yang membangunnya. Hal ini kemudian dianalisa dengan menggunakan literature devices untuk mengetahui plot atau alurnya. Yakni menganalisa komponen-komponen linguistik yang tersedia di dalam bahasa (fonetik, fonem, sintaksis, maupun semantik, begitupun halnya dengan ritme, rima, matra, akustik/bunyi, aliterasi dan asonansi). Selama hal tersebut terdapat dalam karya sastra sebagai sarana untuk mencapai tujuan artistic yang merupakan sebuah cita rasa sebuah karya sastra.




___________________________________
1 Julian Wolfreys, Ruth Robbins and Kenneth Womack, Key Concepts in Literary Theory Second Edition (Edinburgh University Press, 2002), hal. 43
Formalisme di Rusia tidak dapat berkembang subur karena dibungkam oleh keadaan politik. Meskipun Joseph Stalin, Perdana Menteri Uni Soviet (1929-1953) yang berkuasa saat itu, sangat memperhatikan kesusastraan di negerinya, namun semua karya sastra yang tidak sesuai dengan platform sosialis tidak diberi ruang.
Socialist realism dengan Marxim Gorky sebagai tokoh utamanya, seakan menjadi panduan bagi para sastrawan yang ingin bertahan di Rusia. Konsekwensinya, para penganut formalisme harus memindahkan seluruh aktifitas dan gagasan-gagasan mereka ke Praha, Ibukota Republik Ceko. Stalin bahkan memasukkan kesusastraan Soviet ketika itu dibawah RAPP (Asosiasi Penulis Proletar Rusia). Kecenderungan dalam setiap tulisan dari RAPP adalah melecehkan dan menyerang setiap penulis yang tidak menggambarkan perubahan besar dengan antusiasme yang eskatis2.

B.   Sejarah Perkembangan Formalisme
Teori Formalisme lahir sebagai reaksi atas paradigma positivisme yang lebih memegang teguh prinsip-prinsip kausalitas, dalam hubungan ini sebagai reaksi terhadap studi biografi. Formalisme Rusia (1915-1930) juga disebut sebagai tonggak awal bagi kesusastraan moden,

____________________________
2 Simon Sebag Montefiore, (Stalin: Kisah-kisah yang tak terungkap, Jakarta : Pustaka Alvabet, 2011), hal. 112
lalu diteruskan oleh strukturalisme Praha (1940-an), dan sekitar 1960-an disusul oleh strukturalisme baru di Rusia, strukturalisme Perancis, strukturalisme Inggris, gerakan otonomi Jerman, strukturalisme Belanda, dan strukturalisme Indonesia melalui kelompok Rawamangun pada 1960-an3.  
Kelompok studi the OPOJAZ (Obshchestvo Izucheniia Poeticheskogo Yazyka /  Society for the Study of Poetic Language) terbentuk di St. Petersburg, Rusia. Keberadaan kelompok ini dipelopori oleh para ahli linguistik dan para ahli sastra.  Diantara mereka terdapat nama-nama seperti : Boris Eichenbaum, Viktor Shklovsky, Roman Jakobson, Boris Tomasjevsky, dan Juri Tynyanov. Kelompok studi ini bergabung dan menetapkan dua hal sebagai dasar formalisme, yakni : 1). Mereka bersatu untuk suatu studi sastra yang ilmiah, sebagai pengetahuan yang otonom dengan menggunakan metode dan prosedurnya sendiri; 2). Mereka cenderung membuat karya sastra menjadi aneh, yaitu suatu bentuk defamiliarisasi4.
Sebagai contoh de-automatisme, dalam tulisan yang bukan termasuk karya sastra, suatu kalimat diungkapkan secara langsung : “bumi ini adalah bulat”. Dalam karya sastra yang dimaksud dalam kajian formalis, kalimat diungkapkan secara tidak langsung : “sejauh mata memandang, kita tidak akan dapat melihat batas ujung dunia, hanya matahari yang memutari bumi yang dapat menjadi pengetahuan kita tentangnya”
____________________________
4 Tony Bennett. Formalism and  Marxism, New York, Routledge, 1979. hal. 20


C.   Pengertian Strukturalisme
Secara Etimologis strukturalisme berasal dari bahasa Inggris, structuralism; latin struere (membangun), structura berarti bentuk atau bangunan (kata benda). System (Latin) = cara (kata kerja). Asal usul strukturalisme dapat dilacak dengan Poetica  Aristoteles, dalam kaitannya dengan tragedi, lebih khusus lagi dalam pembicaraannya mengenai plot. Plot memiliki ciri-ciri: kesatuan, keseluruhan, kebulatan, dan keterjalinan5.
Struktur sendiri adalah bangunan teoretis (abstrak) yang terbentuk dari sejumlah komponen yang berhubungan satu sama lain. Struktur menjadi aspek utama dalam strukturalisme. Dengan kata lain, strukturalisme adalah teori yang menyatakan bahwa berbagai gejala budaya dan alamiah sebagai bangun teoritis (abstrak) yang terdiri atas unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain relasi sintagmatis dan paradigmatis. Strukturalisme juga beranggapan bahwa seluruh organisasi manusia ditentukan secara luas oleh struktur sosial atau psikologi yang mempunyai logika independen yang menarik, berkaitan dengan maksud, keinginan, maupun tujuan manusia.
Menurut Hartoko (1986) menjelaskan bahwa teori strukturalisme sastra merupakan sebuh teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Unsur-unsur teks secara berdiri sendiri tidaklah penting.
_______________________________
5 A Teeuw. Sastra dan Ilmu Sastra: pengantar Teori Sastra. (Jakarta: Pustaka, 1988), hh.121-134
Unsur-unsur itu hanya memeroleh artinya di dalam relasi, baik relasi asosiasi ataupun relasi oposisi. Relasi-relsi yang dielajari dapat berkaitan dengan mikroteks (kata, kalimat), keseluruhan yang lebih luas (bait, bab), maupun intelektual (karya-karya lain dalam periode tertentu). Relasi tersebut dapat berwujud ulangan, gradasi, ataupun kontras dan parody6.
­­­­­­­­­­

  1. Sejarah Perkembangan Strukturalisme
           Bagaimanapun strukturalisme itu bermula, seperti yang telah dipaparkan diawal. Teori strukturalisme memiliki latar belakang sejarah evolusi yang cukup panjang  dan berkembang secara dinamis. Di tahun 1950an dan 1960an, faham ini berakar pada pemikiran linguist Swiss Ferdinand de Saussure (1857-1913). Saussure adalah tokoh kunci dalam perkembangan pendekatan modern terhadap studi bahasa. Pada abad ke-19, minat para cendikiawan linguistik utamanya adalah aspek historis bahasa (misalnya memperhitungkan perkembangan historis bahasa-bahasa dan hubungannya satu sama lain, dan berspekulasi tentang asal-usul bahasa itu sendiri). Sebaliknya, dalam hal ini Saussure berkonsentrasi pada pola dan fungsi bahasa yang saat itu digunakan, menitik-beratkan pada cara makna dijaga dan ditetapkan serta pada fungsi struktur tata bahasa7.

__________________________
6. Dick Hartoko dan B.Rahmanto.. Pemandu  di Dunia Sastra. (Yogyakarya: Kanisius, 1984), hh.135-136
7. Peter Barry, Beginning Theory. (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h.47  
           Strukturalisme menentang teori mimetik (yang berpandangan bahwa karya sastra adalah tiruan kenyataan), teori ekspresif (yang menganggap sastra pertama-tama sebagai ungkapan perasaan dan watak pengarang), dan menentang teori-teori yang dianggap sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dan pembacanya.                         
     Dalam perkembangannya, terdapat  banyak konsep dan istilah yang berbeda, bahkan saling bertentangan. Misalnya strukturalisme Perancis yang terutama diwakili oleh Roland Barthes dan Julia Kristeva, mengembangkan seni penafsiran struktural berdasarkan kode-kode bahasa teks sastra. Kode-kode itu diidentifikasikan Barthes dengan istilah S/Z, yakni; kode proairetik (kode ini memberikan indikasi adanya tindakan); kode hermeunetik (kode ini mengajukan pertanyaan atau misteri yang menimbulkan ketegangan naratif); kode cultural (kode ini mengandung referensi diluar text pada apa yang dianggap sebagai pengetahuan umum); kode semis/ kode konotatif (kode ini terkait dengan tema); dan kode simbolis (kode ini juga terkait dengan tema, tetapi dalam skala yang lebih besar)8.
            Melalui kode bahasa itu, diungkap kode-kode reptorika, psikoanalitis, sosiokultural. Mereka menekankan  bahwa sebuah karya sastra harus di pandang secara otonom. Sastra  harus diteliti secara objektif (yakni aspek intrinsiknya).
____________________________
8Peter Barry. ibid. h.59.    
            keindahan sastra terletak pada penggunaan bahasa yang khas yang mengandung efek-efek estetik. Aspek-aspek ekstrisik seperti idiologi, moral, sosiokultural, psikologi, dan agama tidaklah indah pada dirinya sendiri melainkan karena dituangkan dalam cara tertentu melalui sarana bahasa puitik.
           Adapun kelemahan terbesar dari strukturalisme adalah sifatnya yang sinkronistis. Sebuah karya sastra dianggap sebagai sebuah dunia tersendiri yang terlepas dari dunia lainnya.
           Padahal, sebuah karya sastra adalah cermin zamannya. Artinya, karya sastra yang dihasilkan seorang pengarang pada suatu kurun waktu tertentu merupakan gambaran dari kondisi kehidupan yang terdapat dalam kurun waktu tersebut. Didalamnya terdapat gambaran tentang situasi sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan dari kurun waktu (zaman) tersebut. Strukturalisme mengabaikan semua itu. Strukturalisme hanya "bermain-main" dengan bangunan bentuk dari sebuah karya sastra semata-mata. Aspek-aspek kesejarahan dari sebuah karya sastra tidak dibenarkan untuk dijadikan acuan dalam melakukan analisis.
           Dapatlah dipahami jika teori strukturalisme diposisikan sebagai teori sastra yang a-historis. Seorang pengarang tidaklah menulis dalam sebuah ruang kosong. Ia menulis dalam sebuah ruang yang didalamnya penuh dengan berbagai persoalan kehidupan. Persoalan-persoalan itu tentulah mempengaruhi alam pikiran pengarang ketika membuat karangannya. Kondisi itu diabaikan oleh teori strukturalisme.
  1. Jenis teori strukturalisme
Dari penjelasan diatas, dengan adanya perbedaan pendapat dalam teori  strukturalisme, sehingga teori strukturalisme sendiri dapat kita bagi menjadi tiga jenis yaitu strukturalisme formalis, strukturalisme genetik, strukturalisme dinamik yang pada dasarnya secara global strukturalisme menganut paham penulis paris yang dikembangkan oleh Ferdinand de Sausessure, yang memunculkan konsep bentuk dan makna ( sign and meaning).
1).      Strukturalisme Formalis
Istilah Formalisme (dari kata Latin forma yang berarti bentuk, wujud) berarti cara pendekatan dalam ilmu dan kritik sastra yang mengesampingkan data biografis, psikologis, ideologis, sosiologis dan mengarahkan perhatian pada bentuk karya sastra itu sendiri. Para Formalis meletakkan perhatiannya pada ciri khas yang membedakan sastra dari ungkapan bahasa lainnya. Istilah Strukturalisme acap kali digunakan pula untuk menyebut model pendekatan ini karena mereka memandang karya sastra sebagai suatu keseluruhan struktur yang utuh dan otonom berdasarkan paradigma struktur kebahasaannya. Tokoh; Kaum Formalis Rusia tahun 1915-1930 dengan tokoh-tokohnya seperti Roman Jakobson, Rene Wellek, Sjklovsky, Eichenhaum, dan Tynjanov. Rene Wellek dan Roman Jakobson beremigrasi ke Amerika Serikat .
Sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra adalah secara prinsip mereka mengarahkan perhatian kita kepada unsur-unsur kesastraan dan fungsi puitik. Sampai sekarang masih banyak dipergunakan istilah teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari kaum Formalis. Karya sastra merupakan sesuatu yang otonom atau berdiri sendiri. Karya sastra merupakan sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembangun karya sastra. Makna sebuah karya sastra hanya dapat diungkapkan atas jalinan atau keterpaduan antar unsur .

2).     Strukturalisme Dinamik
            Merupakan jembatan penghubung antara teori struktural formalis dan teori semiotik. Hampir sama dengan struktural genetik (mengaitkan dengan asal-usul teks) tetapi penekanannya berbeda, struktural dinamik menekankan pada struktur, tanda, dan realitas. Tokoh-tokohnya : Julia Cristeva dan Roland Bartes (Strukturalisme Prancis)
     
3).       Strukturalisme Genetik
            Orang yang dianggap sebagai peletak dasar mazhab genetik adalah Hippolyte Taine (1766-1817) seorang kritikus dan sejarawan Perancis. Ia mencoba menelaah sastra dari perspektif sosiologis dan mencoba mengembangkan wawasan sepenuhnya ilmiah dalam pendekatan sastra seperti halnya ilmu scientific dan exacta. Menurutnya bahwa sastra tidak hanya karya yang bersifat imajinatif dan pribadi melainkan suatu perwujudan pikiran tertentu pada saat karya itu lahir. Ini merupakan konsep genetik pertama tetapi metode yang digunakan berbeda, setiap tokoh mempunyai metodenya masing-masing. Tetapi kesamaan konsep struktur hanya pada konteks hubungan phenomena konsep. Lucien Goldman (1975) seorang Marxis adalah orang yang kemudian mengembangkan fenomena hubungan tersebut dengan teorinya yang dikenal dengan strukturalisme genetik. Pada prinsifnya teori ini melengkapi sutrukturalisme murni yang hanya menganalisis karya sastra dari aspek intrinsiknya saja dan memakai peranan bahasa sastra sebagai bahasa yang khas.
            Strukturalisme genetik memasukan faktor genetik dalam karya sastra, Genetik sastra artinya asal usul karya sastra. Adapun faktor yang terkait dalam asal muasal karya sastra adalah pengarang dan kenyataan sejarah yang turut mengkondisikan saat karya sastra itu diciptakan. Ditambah lagi ia memasuki struktur sosial dalam kajiannya yang membuat teori ini dominan pada periode tertentu terutama di Barat dan Indonesia.








Bab II
PEMBAHASAN

1.         Penerapan Formalisme di RRC
  • Penerapan Formalisme di RRC hampir sama halnya seperti di Rusia.
  • Seperti dikatakan oleh rekan-rekan Kelompok 5, bahwa  Formalisme di Rusia tidak dapat berkembang subur karena dibungkamkan oleh keadaan politik. Meskipun Joseph Stalin, Perdana Menteri Uni Soviet (1929-1953) yang berkuasa saat itu  sangat memperhatikan kesusastraan di negerinya, namun semua karya sastra yang tidak sesuai dengan platform sosialis tidak diberi ruang.
  • Begitupun halnya di China. Saat itu China berpegang pada teori Joseph Stalin, dan kecenderungan penerapan teori sastra, lebih condong ke Marxisme.

2.         Formalisme dan sastrawan China: Caoyu
  • Caoyu adalah penulis drama yang ternama di RRC yang hidup pada  1910 s/d 1996 dimana Formalisme muncul pada paruh pertama abad ke -20 dan memberikan perhatian sepenuhnya untuk berkonsentrasi kepada struktur formal sastra dalam sebuah kajian objektif.
  • Karya-karya drama Caoyu sangat terkenal, diantaranya “Badai", "Matahari terbit","Manusia Peking", "Keluarga".
  • Ketertarikan Caoyu terhadap drama bermulai dari keluarga birokrasi dimana ia dilahirkan, ia mempunyai kesempatan untuk menikmati drama tradisional China sejak kecil. Kemudian secara meluas ia mengenal sastrawan barat misalnya Shakespeare, Ibsen Chekhov, O'Neill dll pada saat berkuliah di Universitas Tsinghua.
  • Ketertarikan Caoyu terhadap drama bermulai dari keluarga birokrasi dimana ia dilahirkan, ia mempunyai kesempatan untuk menikmati drama tradisional China sejak kecil. Kemudian secara meluas ia mengenal sastrawan barat misalnya Shakespeare, Ibsen Chekhov, O'Neill dll pada saat berkuliah di Universitas Tsinghua.

3.         Penerapan Strukturalisme karya Caoyu
  • Dalam karya Caoyu, terlihat adanya penerapan strukturalisme.
  • Kalau asal usul strukturalisme dilacak dengan Poetica  Aristoteles, dalam kaitannya dengan tragedi, lebih khusus lagi dalam pembicaraannya mengenai plot.
  • Maka dalam karya Caoyu yang berjudul “Badai” terlihat jelas ciri-ciri: kesatuan, keseluruhan, kebulatan, dan keterjalinan terutama diakhir drama “badai” ini.
  • Kalau Strukturalisme beranggapan bahwa seluruh organisasi manusia ditentukan secara luas oleh struktur sosial atau psikologi yang mempunyai logika independen yang menarik, berkaitan dengan maksud, keinginan, maupun tujuan manusia.
  • Pada karya Caoyu ini juga ditonjolkan unsur-unsur diatas ini semuanya.  

4.         Konklusi
  • Teori formalisme tidak dapat berkembang di RRC karena unsur politik dan sosial. Lebih lagi China memiliki sejarah sastra yang relatif panjang hingga ribuan tahun, sehingga tidak terlalu mudah bagi teori ini untuk menyerap ke dalamnya.
  • Sedangkan teori strukturalisme lebih memiliki keberterimaan pada negeri China.  Maka dalam karya sastra Caoyu terlihat teori Strukturalisme.
Sebagai contoh :
      Tokoh Zhou Fuyuan memiliki sifat yang selalu ingin mendominan terhadap istrinya Fanyi. Sebelum menikah dengan Fanyi ia telah berhubungan dengan pembantunya Shiping, namun tidak mau mengawini sebagai istri karena alasan sosial.
      Disini terdapat konflik antara status sosial dengan psikologi.
      Kemudian tragedi terjadi dalam suatu malam yang berbadai, dimana putranya menjalin hubungan cinta yang mendalam dengan adiknya sendiri. Karena ia tdk tahu bahwa pembantu yang datang membawa gadis desa anaknya ini sebenarnya adalah ibu kandungnya sendiri. 
Di malam hari yang berbadai :
Terjadilah:
  1. Bunuh diri sang putra zhouchong.
  2. Bunuh di dengan melompat ke dalam kolam sang putri Sifeng.















Bab III
KESIMPULAN

1.    Pada umumnya penekanan perhatian teori sastra pada studi teks dapat digolongkan ke dalam konsep strukturalisme, sekalipun konsep ini sangat beragam jangkauan, kedalaman, dan model analisisnya. Strukturalisme, bagaimanapun, merupakan bidang teori sastra yang sudah menjadi urutan utama kebudayaan intelektual ilmu sastra.
2.         Bahwa teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks.
3.     Perbedaan pendapat dalam teori  strukturalisme sendiri dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu strukturalisme formalis, strukturalisme genetik, strukturalisme dinamik yang pada dasarnya secara global strukturalisme menganut paham penulis paris yang dikembangkan oleh Ferdinand de Sausessure, yang memunculkan konsep bentuk dan makna ( sign and meaning).
4.     Karya sastra yang dibangun atas dasar bahasa, memiliki ciri bentuk (form) dan isi (content) atau makna (significante) yang otonom. Artinya pemahaman karya sastra dapat diteliti dari teks sastra itu sendiri. Hanya saja, pemahaman harus mampu mengaitkan kebertautan antar unsur pembangun karya sastra. Kebertautan unsur itu akan membentuk sebuah makna utuh. Berarti prinsip menyeluruh sangat dipegang oleh kaum strukturalisme.

Referensi

Abrams,M.H. 1979. The Mirror and the lamp : Romantic Theory and the CriticalTradition. New York : Oxford University Press.
Barry, P. 2010. Beginnig Theory. Yogyakarta: Jalasutra.
Hartoko,Dick dan B.Rahmanto.1984. Pemandu  di Dunia Sastra. Yogyakarya: Kanisius.
Montefiore, Simon , Stalin: Kisah-kisah yang tak terungkap, terjemahan Yanto      Mustofa dan Ida Rosdalina, Jakarta : Pustaka Alvabet, 2011
Pradopo, Rachmat Djoko. 1993. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Teeuw,A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya- Giri Mukti Pustaka
Wolfreys, Julian. Robbins, Ruth. and Womack, Kenneth, Key Concepts in Literary    
Bennett, Tony. Formalism and  Marxism, New York, Routledge, 1979.
          Theory Second Edition .Edinburgh-UK, Edinburg University Press, 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar