Kamis, 20 November 2014

BEHAVIORAL (AND SOCIAL COGNITIVE) THEORIES OF LEARNING



BEHAVIORAL  (AND SOCIAL COGNITIVE) THEORIES OF LEARNING
Kelompok V
Harjon Basri; Luo Ying; Paras Sekar Liana




A.    Pengertian
Behaviorisme
Behaviorism is a theory that explains learning in terms of observable behaviors on the influence of environmental stimuli (2: 164).
Behaviorisme adalah posisi filosofis yang mengatakan bahwa untuk menjadi ilmu pengetahuan, psikologi harus memfokuskan perhatiannya pada sesuatu yang bisa diteliti lingkungan dan perilaku-daripada fokus pada apa yang tersedia dalam individu- persepsi-persepsi, pikiran-pikiran, berbagai citra, perasaan-perasaan, dan sebagainya. Perasaan itu sifatnya subyektif dan kebal bagi pengukuran, sehingga tidak akan pernah bisa menjadi ilmu pengetahuan yang onyektif (3: 33).
 defines learning as a relatively change in observable behavior that occurs as a result of a experience (2.164)
Pembejaran
Menurut  Hill, Dalam pengertian yang paling luas, pembelajaran terjadi ketika pengalaman menyebabkan perubahan yang relatif permanen pada pengetahuan atau perilaku invidu. Perubahan itu bisa disengaja atau tanpa disengaja, untuk menjadi lebih baik atau lebih buruk, benar atau salah, dan sadar atau tidak sadar (1: 301-303). Untuk dapat memenuhi defenisi pembelajaran, perubahan ini harus diwujudkan 0leh pengalaman—oleh interalsi manusia dengan lingkungannya. Perubahan yang semata-mata disebabkan oleh kematangan, misalnya tubuh yang lebih tinggi atau rambut yang mulai beruban, tidak memenuhi defenisi pembelajaran.
Defenisi kita menyebutkan bahwa perubahan yang diakibatkan dari pembelajaran itu terletak pada pengetahuan atau perilaku. Kebanyakan psikolog sepakat dengan pernyataan itu, tetapi sebagian cenderung menekankan perubahan pada pengetahuan , dan sebagian pada perilaku. Psikolog kognitif, yang memfokuskan pada pengetahuan, percaya bahwa pembelajaran adalah sebuah aktifitas mental eksternal yang tidak diobservasi secara langsung.  Para psikolog kognitif yang mempelajari pembelajaran tertarik pada aktifitas-aktifitas yang tidak dapat diobservasi seperti berpikir, mengingat, dan menyelesaikan masalah (1: 304). Pandangan behavioral secara umum berasumsi bahwa pembelajaran adalah peubahan tingkah laku, dan menekankan efek kejadian eksternal pada individu. Bahkan J.B. Watson mengambil posisi radikal bahwa karena berpikir, intense, dan kejadian internal mental lain tidak dapat dilihat atau ditelit secara taat asas dan ilmiah, apa yang mereka sebut “mentalisme” itu bahkan tidak dimasukan dalam penjelasan tentang pembelajaran.

B.     Penjelasan behavioral tentang pembelajaran: Contyguity, Classical Conditioning, dan Operant Conditioning
Salah satu pembelajaran yang paling awal tentang pembelajaran dari Aris toteles. Ia mengatakan bahwa kita mengingat berbagai hal secara bersama-sama:
1.      Bila mereka mirip,
2.      Bila mereka kontras,
3.      Bila mereka Contiguous.


a.      Contiguity
Bagian terakhir inilah yang paling penting, karena di dalamnya semua temasuk semua penjelasan tentang learning by association (pembelajaran melalui asosiasi). Prinsip contiguity (contiguitas/hubungan) mengatakan bahwa dua sensasi atau lebih terjadi bersama-sama dengan cukup sering, mereka akan terasosiasi. Setelah itu, bila hanya salah satu sensasi (stimulus) terjadi, yang lain juga akan diingat (respon)(1: 306). Contiguitas juga disebut operant condioning.
b.      Classical conditioning (pengondidian klasik)
Classical conditioning (pengondisian klasik) difokuskan pada pembelajaran respon emosional atau fisiologis yang tidak disengaja, seperti ketakutan, meningkatnya ketegangan otot, salvasi atau berkeringat. Hal ini kadang-kadang disebut respondent karena merupakan respon-respon otomatis terhadap stimuli. Melalui proses classical conditioning, manusia dan binatang dapat dilatih secara tidak sengaja terhgadap sebuah stimulus yang sebelumnya tidak memiliki efek –atau memiliki efek yang berbeda –pada dirinya. Stimulus itu menjadi membangkitkan, atau menimbulkan, respon itu secara otomatis (1: 306).
Classical cconditioning ditemukan tahun 1920-an oleh Ivan Pavlov, seorang fisiolog Rusia yang mencoba menentukan berapa lama waktu yang dibutuhakn seekor  anjing untuk mengeluarkan getah lambung setelah makan.  Mula-mula anjing itu mengeluarkan air liur ketika dibei makan.  Setelah itu si anjing mulai mengeluarkan air liur ketika diberi makan. Setelah itu si anjing mulai mengeluarkan air liur begitu melihat makanan dan setelah itu begitu mendengar para ilmuwan beralan menuju laboratorium. Pavlov memutuskan untuk mengambil jalan memutar dari eksprimen-eksperimen aslinya dan memeriksa interferensi-interferensi yang tidak diharapkan.
Dalam salah satu eksperimen pertamanya, Pavlov mulai dengan membunyikan sebuah garpu tal dan mencatat respon anjing. Sesuai perkiraan, tidak ada salvasi (meneteskan air liur). Pada titik ini, suara garpu tala itu adalah stimulus netral karena tidak membangkitkan salivasi. Setelah itu, Pavlov memberikan makan si anjing. Responnya adalah salivasi. Makanan itu adalah sebuah unconditioned stimulus (US) (stimulus yang tak terkondisi) karena tanpa latihan sebelumnya atau atau “conditioning” yang dibutuhkan untuk membentuk hubungan alamiah antara makanan dan salivasi. Salivasi merupakan sebuah unconditioned respon (UR) (respon terkondisi) yang dapat timbul dengan sendirinya. Respon salivasi setelah bunyi sekarang menjadi sebuah cconditioned response  (CR) (respon terkondisi) (1: 306-307).
To understand how classical conditioning works, we focus on four concepts together with the process of association:
1.                  An unconditioned stimulus (UCS). An object or event that causes an instinctive or reflexive (unlearned) physiological or emotional response. In Pavlov’ experiment, the UCS was the meat powder, and Tim’s case it was his failure
2.                  An unconditioned response (UCR). The instinctive or refleksive (unlearned) physiological  or emotional response caused by the unconditioned stimulus-the dog’s salivation resulting from the meat powder and Tim’s initial desvastation as a result of his failure.
3.                  A conditioned stimulus (CS). An object or event that becomes associated with the unconditioned stimulus. The lab assistants became associated with themeat powder and tests became associated with failure for tim.
A conditioned response (CR). A learned physiological or emotional response that is similar to the unconditioned response. The dog’s salivation in the absence of the meat powder and Tim’s anxiety in response to quizzes were conditioned responses (2: 165).
Teori classical ditemukan oleh Ivan Pavlov yang paling pertama di bidang conditioning (upaya pembiasaan). Teori classical merupakan sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks  tersebut. Teori ini disebut juga respondent conditioning (pembiasaan yang dituntut). Teori ini sering disebut juga contemporary behaviorists atau juga disebut S-R psychologists yang berpendapat bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Jadi, tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi behavioral dengan stimulasinya.
Menurut  John B. Watson belajar merupakan proses terjadi refleks atau respon bersyarat melalui stimulus pengganti. Semua tingkah laku manusia terbentuk oleh hubungan stimulus respons baru melalui conditioning. Menurut teori conditioning, belajar itu merupakan suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (condition) yang kemudian menimbulkan reaksi. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning adalah latihan yang kontinu. Yang diutamakan dalam teori ini adalah belajar yang terjadi secara otomatis.  Teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga merupakan hasil conditioning, yaitu hasil latihan atau kebiasaan bereaksi terhadap syarat atau perangsang tertentu yang dialami dalam kehidupaannya.
Menurut Guthrie, untuk menggunakan kebiasaan yang tidak baik harus dilihat dalam rentetan deretan unit-unit tingkah lakunya, kemudian diusahakan untuk menghilangkan unit yang tidak baik atau penggantinya dengan yang lain atau yang seharusnya. Dalam mengubah tingkah laku atau kebiasaan pada hewan maupun manusia ada beberapa metode. Pertama, Metode Reaksi Berlawanan (incompatible Response Method). Manusia merupakan suatu organisme yang selalu mereaksi kepada perangsang tertentu. Jika suatu reaksi terhadap perangsang telah menjadi suatu kebiasaan, maka cara mengubahnya adalah menghubungkan stimulus dengan respons yang berlawanan dengan reaksi buruk yang hendak dihilangkan. Contohnya, mengubah perilaku anak takut pada kelinci menjadi tidak takut lagi, dengan memberinya makanan yang disukai berkali-kali sampai anak tidak takut pada kelinci.  Teori yang ditemukan oleh Guhrie ini merupakan pengembangan teori belajar dari Watson, dan sudah bagus dari teori sebelumnya seperti Ivan Pavlov dan Watson.

c.       Operant Conditioning: mencoba repon-respon baru
Kebanyakan perilaku bukan respon yang disengaja. Orang “mengoperasikan lingkungannya secara aktif  untuk menghasikan berbagai macam konsekwensi. Tindakan-tindakan yang disengaja itu disebut operants. Proses pembelajaran yang terlibat dalam perilaku operant disebut operant conditioning karena kita belajar berperilaku dengan cara tetentu ketika kita mengoperasikan lingkungan (1: 307).
Orang yang pada umumnya dianggap bertanggung jawab mengembangkan operant conditioning adalah B.F. Skinner..skiner mulai dengan keyakinan bahwa prinsip-prinsip classical conditioning hanya menjelaskan sebagian kecil perilaku yang dipelajari. Banyak perilaku manusia yang bersifat operant bukan respondent. Classical conditioning hanya mendeskripsikan bagaimana bila perilaku yang sudah ada dipasangkan dengan stimuli bari.; ia tidak menjelaskan bagaimana perilaku-perilaku opernt baru yang diperoleh (1: 307-308).
Perilaku seperti respon atau tindakan, hanya sekedar kata untuk menyebutkan apa yang dilakukan seseorang dalam situasi tertentu. Secara konseptual, kita dapat memikirkan perilaku sebagai sesuatu yang diapit diantara dua macam pengaruh lingkungan: pengaruh-pengaruh yang mendahuluinya (anteseden) dan yang mengikutinya (konsekwensi)(Skinner). Hubungan ini dapat ditunjukkan dengan sangat sederhana sebagai antecedent-behavior-concequency, atau ABC. Bila perilaku berlanjut, konsekwensi tertentu menjadi antecedent bagi sekuensi ABC selanjutnya. Penelitiaan dibidang operant kondissioning menunjukkan bahwa perilaku operant dapat diubah melalui perubhan pada anteseden, konsekwwensi, atau kedua-duanya. Penelitian awal tentang itu difokuskan pada konsekwensi, sering kali dengan menggunakan tikus atau merpati sebagai subjeknya (1: 307-308).
Teori ini dilatarbelakangi kenyataaan bahwa makhluk hidup yaitu manusia dan hewan selalu berada dalam proses “operating” (melakkukan sesuatu) terhadap lingkungannya. Selama melakukan sesuatu terhadap lingkungannya makhluk hidup menemukan stimulus khusus yang disebut “reinforcing stimulus” atau stimulus pendorong. Stimulus ini dapat meningkatkan operant yaitu perilaku yang terjadi beberapa saat setelah stimulus tampil. Oleh sebab itu, operant conditioning berkaitan dengan “perilaku yang diikuti oleh konsekuensi yang timbul dari perilaku yang ditampilkan.secara alami konsekuensi tersebut memodifikasi perilaku makhluk hidup yang bersangkutan di masa depan.
Reinforcing stimulus adalah semua kejadian yang dapat memperkuat dan meningkatkan perilaku di masa yang akan datang. Reinforcing stimulus dapat dibagi dua yaitu (1) positive reinforcers yaitu kejadian yang diinginkan setelah perilaku ditampilkan (2) negative reinforcers yang berkaitan dengan menghilangkan peristiwa yang tidak diinginkan setelah perilaku ditampilkan, kedua hal tersebut dapat meningkatkan perilaku di masa yang akan datang.
Selain itu Skinner juga melakukan punishment yang bertujuan untuk menghilangkan perilaku yang ditampilkan. Punishment dibagi dua yaitu (1) positive punishment yang dilakukan dengan menghadirkan peristiwa yang tidak diinginkan setelah perilaku ditampilkan, (2) negative punishment yang dilakukan dengan jalan menghilangkan peristiwa yang diinginkan setelah perilaku ditampilkan. 
Kesuksesan penerapan operant conditioning terletak pada penerapan reinforcement dan punishment. Demikian pula halnya jika ini diterapkan di dalam pendidikan dan pembelajaran.
Prosedur pembentukan tingkah laku dalam operant conditioning adalah sebagai berikut:
1.      Mengidentfikasi hal-hal yang merupakan reinforcer (hadiah) bagi tingkah laku yang akan dibentuk.
2.      Menganalisis dan mengidentifikasi komponen kecil yang membentuk tingkah laku dimaksud, kemudian komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju pembentukkan tingkah laku yang dimaksud.
3.      Urutan komponen tersebut sebagai tujuan sementara, dengan mengidentifikasi reinforce untuk masing-masing komponen itu.
4.      Melakukan pembentukan tingkah laku, dengan menggunakan urutan komponen yang telah disusun.

Jadi, operant conditioning merupakan situasi belajar dimana suatu respon dibuat lebih kuat akibat reinforcement langsung.  

d.      Tipe-tipe konsekwensi
Menurut pandangan behavioral, konsekwensi menentukan sejauh mana seorang akan mengulangi perilaku yang menghasilkan konsekwensi tersebut. Tipe dan timing konsekwensi dapat memperkuat atau memperlemah perilaku. Pertama-tama akan melihat konsekwensi yang meperkuat perilaku terlebih dahulu.
Reinforcemen meskipun (penguatan) lazim dipahami sebagai sesuatu yang berarti “reward” (hadiah), tetapi dalam psikologi istilah ini memiliki makna khusus. Sebuah reinforce (penguat) adalah konsekwensi yang memperkuat perilaku yang mengikutinya. Jadi, berdasarkan defenisi, reinforced behaviors increase frekwency or duration (perilaku yang diperjuat akan meningkat frekwwensi atau durasinya). Bila mana anda melihat sebuah perulaku menetap atau meningkat dari waktu ke waktu anda dapat berasumsi bahwa lonsekwensi perilaku itu adalah reinforce bagi inti itu yang terlibat . proses reinforcement (penguatan) dapat  disketsakan sebagai berikut:












Efek
Perilaku yang diperkuat atau diulangi lagi
 


Konsekkwensi
Reinforser (penguat)
 

perilaku
 










 


                                                                       
Kita dapat cukup yakin bahwa makanan akan menjadi reinforcer bagi seekor hewan yang lapar, tetapi bagaimana dengan orang tidak jelas mengapa sebuah kejadian bertindak sebagai reinforce bagi seseorang, tetapi ada banyak teori tentang mengapa reinforcement bekerja. Sebagai contoh, sebagian psikolog mengatakan bahwa reinforce memuaskan keputuhan, sementara yang lainnya percaya bahwa reinforce mengurangi ketegangan atau menstimulasi sebuah bagian di otak (Rachlin). Apakah konsekuensi tindakan menguatkan barangkali tergantung pada persepsi individu tentang kejadian itu dan makna kejadian itu.
Ada dua macam penguatan. Pertama yang disebut positif Reinforcement (reinforsmen positif), terjadi ketika perilaku itu menghasilkan stimulus baru. Contohnya termasuk mematuk tombol merah yang menghasilkan makanan untuk seekor merpati, mengenakan pakayan baru yang menghasilkan benyak pujian, atau jatuh dari kursi yang menghasilkan tawa geli dari temen-teman sekelas.
 Perhatikan bahwa reinforsment dapat terjadi bahkan bila perilaku yang sedang diperkuat (jatuh dari kursi) itu tidak positif dari sudut pandang gurunya.  Faktanya, reinforsment positif  untuk perilaku untuk perilaku yang tidak pantas terjadi tanpa disengaja terjadi di banyak kelas. Guru membantu mempertahankan perilaku bermasalah itu bila kurang hati-hati justru memperkuatnya.  Bila konsekwensi ysng memperkuat sebuah perilaku adalah sebuah perilaku yang berupa sebuah appearance (kemunculan) atau addition (penambahan) sebuah stimulus baru, maka situasi itu didefenisikan sebagai reinforcement positif. Sebaliknya bila konsekwensi yang mememperkuat perilaku itu adalah dis appearance ( menghilangkan) atau subtraction (pengurangan) sebuah stimulus, maka prosesnya disebut negative reinforscemen (reinforsment negativf). Bila sebuah tindakan tertentu menyebabkan individu terhindar atau dijauhkan dari sebuah situasi aversif , maka tindakan itu kemungkinan akan diulangi lagi dalam situasi yang serupa (1 : 3009-310). Negatif dalam reinforsmen tidak mengimplikasikan bahwa perilaku yang sedang diperkuat tentu negatif atau buruk. Maknanya lebih dekat dengan makna yang tersirat dalam “jumlah negative”-sesuatu dikurangi
e.       Hukuman
Reinforsmen negative sering dikacaukan dengan hukuman. Proses reinforsmen (positif atau negative) selalu melibatkan memperkuat perilaku. Punishment (hukuman), di lain pihak,  melibatkan mengurangi atau menekan perilaku. Perilaku yang diikuti punisher itu kurang berkemungkinan untuk diulangi dalam situasi-situasi serupa di masa yang akan datang. Sekali lagi, efeklah yang menentukan konsekwensi sebuah hukuman, dan orang berbeda memiliki persepsi berbeda tentang apa yang menghukum. Seorang siswa mungkin menganggap skorsing menghukum, tetapi siswa lannya mungkin sama sekali tidak keberatan untuk dilarang masuk sekolah. Proses hukuman dapat digambarkan dalam diagram berikut 









Efek
Perilaku yang diperkuatlemah atau berkurang
 


Konsekkwensi
Punisher (penghukum)
 

Perilaku
 


 
                                                                                                                         
                                                  
Seperti halnya penguatan, hukuman bisa berbentuk salah satu diantara dua. Tipe yang pertama disebut hukuman tipe 1, tetapi nama ini tidak begitu informatif,, jadi digunakan istilah presentation punishment. Hal ini tejadi bila kemunculan (presentation) stimulus yang mengikuti perilaku menekan atau mengurangi perilaku tersebut. Ketika guru memberikan celaan, tugas ekstra, putaran lari ekstra, dan sebagainya, mereka menggunakan presentation punishment. Tipe hukuman lainnya  (tipe 2), removal punishment  karena menghilangkan sebuah stimulus. Bila guru atau orang tua mengambil hak istimewa yang  telah berkelakuan tidak pantas, mereka menggunakan removal punishment. Pada kedua tipe ini efeknya adalah mengurangi perilaku yang mengakibatkan hukuman (1: 312)
C.    Reinforcement Schedules
Ketika seseorang sedang mempelajari sebuah perilaku baru, mereka akan belajar lebih cepat bila sebuah respon yang tepat diperkuat. Hal ini disebut continuous reinforcement schedule. Lalu, ketika perilaku baru itu telah dikuasai, ia akan bertahan bila diperkuat secara intermittent dan bukan setiap kali perilaku itu terjadi. Intermittent reinforcement schedule membantu siswa untuk mempertahankan berbagai keterampilan tanpa mengaharapkan reinforcement konstan. Ada dua macam intermittent reinforcement dasar. Tipe yang pertama disebut interval schedule, didasarkan pada banyaknya waktu di antara penguatan-penguatan. Tipe yang lain, ratio schedule --didasarkan  pada jumlah respon yang diberikan pelajar diantara penguatan-penguatan.  Schedule interval dan rasio bisa fixed (tetap, dapat diprediksi) atau variable (tidak dapat diprediksi) (1: 312).
D.    Extinction
Dalam class conditioning, responterkondisi extinguished (dihentikan) atau menghilang bila stimulus terkondisinya muncul; tetapi stimulus tak terkondisi tidak mengikuti (ada bunyi tetapi tidak ada makanan). Dalam operant conditioning, sesorang atau seekor binatang tidak akan mempertahankan perilaku tertentu bila reinforcer yang biasa ada tidak diberikan dalam waktu yang cukup lama. Perilaku itu pada akhirnya akan extinguished (berhenti). Reinforcement yang sama sekali menghilang akan menyebabkan extinction. Akan tetapi, proses ini mungkin akan membutuhkan waktu yang lama (1: 312-313).
E.     Anteseden dan perubahan perilaku
Dalam operant conditioning, anteseden-kejadian yang mendahului perilaku-memberikan informasi tentang perilaku mana ynag akan menimbulkan konsekwensi positif dan perilaku mana yang akan menimbulkan konsekwensi yang kurang menyenangkan. Burung-burung merpati Skinner belajar untuk mematuk makanan ketika lampu menyala, tetapi tidak mau repot-repot meamatuk makanan bila lampunya mati. Dengan kata lain, mereka belajar nenggunakan cahaya anteseden sebagai untuk mendiskriminasikan  konsekuensi yang akan timbul dari mematuk. Patukan merpati itu berada di bawah stimulus control (control stimulus), yang dikontrol oleh stuimulus diskrimainatif cahaya (1: 313).
1.      Cueing
Menurut defenisinya, cueing adalah tindakan memberikan sebuah stimulus anteseden tepat sebelum perilaku tertentu diharapkan terjadi. Cueing sangat berguna dalam menyiapkan “panggung” bagi perilaku-perilkau yang harus terjadi pada waktu tertentu, tetapi mudah dilupakan. Dalam menangani anak-anak,, guru sering mengoreksi perilaku setelah perilaku itu terjadi. Memberikan isyarat tidak menghakimi dapat membantu mencegah konfrontasi negative.  Bila siswa menunjukkan perilku yang baik setelah diberi isyarat atau pengingat, guru dapat menguatkan perilaku itu dan bukan menghukum bila siswa tidak melakukan (1: 313).
2.      Prompting
Kadang-kadang siswa membutuhkan bantuan dalam merespon sebuah isyarat dengan cara yang tepat sehingga isyarat itu menjadi sebuah stimulus diskriminatif. Salah satu caranya adalah dengan memberikan isyarat tambahan yang disebut prompt, yang diberikan setelah isyarat yang pertama. Ada dua prinsip untuk menggunakan cue (isyarat) dan prompt untuk mengajarkan sebuah perilaku baru (1: 313).

F.     Applied Behavioral Analisys (Analisis Perilaku Terapan)
Applied behavior analisys (analisis perilaku terapan) adalah aplikasi/penerapan prinsip-prinsip belajar behavioral untuk mengubah perilaku. Metodenya kadang-kadang disebut behavior modivication (modivikasi perilaku), tetapi istilah ini memiliki konotasi negatif bagi banyak orang dan sering dipahami secara keliru (1: 319).
Ideaalnya, applied behavior analisys membutuhkan spesifikasi yang jelas untuk perilaku yang akan diubah, pengukuran yang seksama terhadap perilaku itu, anlisis anteseden dan reinforser (penguat) yang mungkin mempertahankan perilaku yang tidak pantas atau tidak diinginkan, intervensi berdasarkan pronsip-prinsip behavioral untuk mengubah perilaku itu, dan pengukuran yang saksama terhadap perubahan-perubahannya. Dalam penelitian applied behavior analisys, desain ABAB (yang dideskripsikan di klaster I) lazim digunakan. Artinya, peneliti membuat baseline measurement terhadap perilaku yang dimaksud (A), lalu menerapkan intervensi (B), lalu menghentikan perilaku itu untuk melihat apakah perilaku tersebut kembali lagi ke tingkat garis-basal (A), dan setelah itu mengintroduksikan kembali intervensinya (B) (1: 319).
Di kelas, guru biasanya tidak dapat mengikuti langkah-langkah ABAB, tetapi mereka dapat melakukan :
1.                  Menetapkan dengan jelas perilaku yang akan diubah dan mencatat tingkatan saat ini. Sebagai contoh, bila seorang siswa  “ ceroboh”, apakah ini berarti 2,3,4 kesalahan komputasi atau lebih untuk setiap 10 soal yang diberikan?
2.                  Rencanakan Intervensi tertentu yangmenggunakan anteseden, konsekwensi, atau keduanya.sebagai contoh, tawari siswa satu menit waktu komputer ekstra untuk setiap soal yang diselesaikan tanpa kesalahan.
3.                  Terus mengikuti hasil-hasilnya, dan modifikaasi rencana itu, bila perlu (1: 319).

f.       Metode-metode untuk mendorong perilaku
Seperti penjelasan sebelumnya, mendorong perilaku yang sudah ada atau untukmengajarkan perilaku baru. Hal ini termasuk pujian, prinsip premack, shaping, dan positif practice.
Banyak psikolog menyarankan para guru untuk “menonjolkan yang positif”—memuji siswa atas perilakunya yang baik, dan mengabaikan perilaku buruk. faktanya sebagian peneliti percaya bahwa “aplikasi sistematis pujian dan perhatian mungkin adalah alat motifasi ndan manajemen kelas yang tersedia bagi guru (1: 320).
Salah satu strategi dengan hal itu, adalah differential reinforcement, atau mengabaikan perilaku yang tidak semestinya dan memastikan untuk serta merta memberi reinforcement pada perilaku yang semestinya ketika perilaku itu muncul.  Sebagai contoh, siswa lebih cenderung melontarkan komentar-komentar yang tidak relevan, Anda seharusnya mengabaikan komentar di luar tugas itu, tetapi memberi pengakuan pada kontribusi terkait-tugas bigitu hal itu terjadi  (1: 320).
Praise-and-ignore approach (pendekatan memuji –dan-mengabaikan) ini bisa jadi memang membantu, tetapi jangan berharap pendapat itu dapat mengatasi semua masalah manajemen kelas. Beberapa studi menunjukkan bahwa perilaku disruptif tetap bertahan bila guru menggunakan konsekwensi positif (kebanyakan berupa pujian) sebagai satu-satunya. Selain itu, jika perhatian sesama teman mempertahankan itu, maka pengabaian guru tidak akan banyak membantu (1: 320).
Ada pertemuan kedua dalam menggunakan pujian. Hasil-hasil positif yang ditemukan dalam penelitian bila guru memuji  siswanya secara cermat dan sistematis. Sekedar menyodorkan pujian tidak akan memperbaiki perilaku. Agar efektif, pujian harus:
1.             Bergantung pada perrilaku yang akan diperkuat,
2.             Menyebut dengan jelas perilaku yang diperkuat, dan
3.             Dapat dipercaya..
Dengan kata lain, pujian seharusnya merupakan pengakuan tulus terhadap perilaku yang telah ditetapkan dengan jelas sehingga siswa mengerti bahwa mereka melakukan perilaku tersebut agar bisa mendapatkan pengakuan (1: 320).
1.      Memilih Reinforcer: prinsip premack
Di kebanyakan kelas, ada banyak reinforcer yang mudah didapatkan selain perhatian guru, misalnya kesempatan untuk berbicara dengan siswa lain atau memberi makan hewan piaraan kelas. Akan tetapi, guru cenderung menawarkan kesempatan ini dengan cara yang agak serampangan. Seperti halnya pujian, dengan memberikan hak istimewa dan reward yang dikaitkan secara langsung dengan belajar dan perilaku positif, guru dapaat banyak, meningkatkan baik belajar maupun perilaku yang diinginkan (1: 320).
Salah satu pedoman yang berguna untuk memilih reinforcer yang paling efektif adalah premack principle (prinsip premack), yang diambil dari nama David Premack (1965). Menurut prinsip premack, sebuah perilaku frekwensi-tinggi (kegiatan yang disukai) dapat menjadi reinforcer yang effektif untuk perilaku frekwensi-rendah (kegiatan yang disukai). Hal ini kadang-kadang disebut “grandma’s rule (aturan nenek)”: pertama, lakukan apa yang saya inginkan Anda lakukan, lalu  Anda boleh melakukan yang ingin dilakukan. (1: 320).
Kalau siswa tidak harus belajar, lalu apa yang akan mereka kerjakan? Jawaban pertnayaan itu dapat menunjukkan banyak kemungkinan reinforcer. Untuk kebanyakan siswa, mengobrol, berkeliaran dalam kelas, duduk di dekat teman dekat., dibebaskan dari tugas atau ulangan, membaca majalah, memakai computer, atau bermain game adalah kegiatan yang mereka sukai. Cara terbaik untuk menentukan reinforser terbaik untuk siswa Anda adalah mengamati apa yang mereka lakukan di waktu bebas (1: 321).
2.      Shaping
Di kedua situasi itu, siswa tidak menerima reinforcemen untuk hasil kerjanya karena produk akhir usahanya tidak cukup baik. Prediksi amannya adalah siswa itu akan segera belajar untuk tidak menyukai kelasnya, mata pelajarannya, dan mungkin juga guru dan sekolahnya secara umum. Salah satu strategi untuk mencegah masalah ini adalah dengan strategi shaping, yang juga disebut successive approximation. Shaping melibatkan reinforcement pada kemajuan yang dicapai dan tidak menunggu hasil akhir yang memuaskan. Untuk menggunakan shaping, guru harus menggunakan perilaku kompleks yang diharapkan untuk dikuasai siswa dan membagi-baginya menjadi sejumlah langkah kecil. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengidentifikasi langkah-langkah kecil itu adalah task analisis (analisis tugas), yang aslinya dikembangkan oleh R.B Miller (1962). Untuk membantu tentara dalam melatih militer. Sistem Miller dimulai dengan defenisi tentang persyaratan performa akhirnya, apa yang harus harus dilakukan peserta latihan (atau siswa) pada akhir program atau pada akhir unit. Setelah itu, langkah-langkah akan mengarah ke tujuan akhir ditetapkan. Prosedurnya sekedar membagi keterampilan dan proses-prosesnya menjadi sub-sub keterampilan dan sub-subproses (1: 322-323).
Task analisys  (analisis tugas) memberikan gambaran tentang urut-urutan langkah logis yang mengarah pada tujuan akhir. Kesadaran akan sekuensi ini dapat membantu guru memastikan bahwa siswa memiliki keterampilan yang dibutuhkan sebelum mereka pindah ke langkah selanjutnya. Selain itu, bila siswa mengalami kesulitan, guru dapat mengidentifikasi dengan tepat wilayah permasalahannya. Banyak perilaku dapat diperbaiki melalui shaping, khususnya keterampilan-keterampilan yang melibatkan persistensi, ketahanan, keakuratan yang semakin meningkat, kecepatan yang semakin tinggi,  atau latihan ekstensif untuk dikuasai. Akan tetapi, karena shaping adalah proses yang makan waktu lama, proses ini seharusnya tidak digunakan bila kesuksesan dapat diperoleh melalui metode-metode yang lebih sederhana, misalnya cueing.
3.      Positive practice
Dalam positive practice (positif praktis), siswa mengganti sebuah perilaku dengan perilaku lain. Pendekatan ini sangat tepat untuk mengatasi berbagai kesalahan akademis. Ketika siswa membuat kesalahan, mereka harus mengoreksinya sesegera mungkin dan mempraktikkan respon yang benar. Prinsip yang sama dapat diterapkan ketika siswa melanggar aturan kelas (1: 323).
g.      Mengatasi Perilaku Yang Tidak Diinginkan
Negatif reinforcement, satiation, reprimands, respon cost, dan social isolation semuanya menawarkan berbagai solusi.
1.    Reinforcement negative
Prinsip dasar negatifve reinforcement negative (reinforcemen negatif): bila sebuah tindakan menghentikan atau menghindarkan dari sesuau yang tidak menyenangknan, maka tindakan itu kemungkin akan terjadi lagi dalam situasi-situasi serupa. Bila anak-anak mengeluh dan meraka bisa menghindar dari ulangan, maka mereka belajar untuk lebih banyak mengeluh di masa yang akan datang melalui reinforcement negative. Reinforcemen negative juga dapat digunakan  untuk meningkatkan pembelajaran. (1: 325).
2.    Satiasi
Cara lain untuk menghentikan perilaku bermasalah adalah dengan memaksa siswa melakukan hal itu sampai mereka kelelahan. Prosedur yang disebut satiation (satiasi/kekayangan) harus diterapkan dengan hati-hati. Memaksa siswa meneruskan perilaku tertentu dapat menimbulkan penderitaan fisik atau emosional, atau lebih berbahaya.
Salah satu contoh penggunaan satiation yang tepat dikemukakan oleh Krumboltz dan Krumboltza (1972). (1: 326)
3.    Teguran
Reprimand (teguran) yang lembut, tenang, dan pribadi (tidak dilakukan di depan umum) lebih efektif dari pada teguran keras di depan umum dalam mengurangi perilaku disruptif (1: 326).
4.    Response Cost
Untuk pelanggaran aturan tertentu, orang harus kehilangan reinforce- uang, waktu, hak istimewa (1: 327)
5.    Isolasi Sosial
Salah satu metode behavioral paling controversial untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan adalah strategi social isolation (isolasi/pengasingan sosial), yang sering disebut time out dari reinforcement (1: 327).
6.    Beberapa Peringatan
Hukuman sendiri tidak menghasilkan perilaku positif apapun. Hukuman keras mengomonikasikan kepada siswa bahwa “hukuman dapat memperbaiki keadaan” dan dapat mendorong tindakan balasan (1: 326).


Glosarium                                  
Behavioral learning  theories  (tori pembelajaran behavioral), penjelasan tentang pembelajaran yang dofokuskan pada kejadian-kejadian eksternal sebagai penyebab perubahan pada perilaku yang dapat diobservasi
Learning By Association (1,A1) cukup banyak belajar di kelas yang dapat diatribusikan pada contiguity (misalnya pembelajaran melalui asosiasi ). Ada beberapa hal yang mungkin pernah Anda pelajari karena guru Anda memasangkan stimuli tertentu (misalnya, nama-nama huruf abjad)
Contiguity –asosiasi antara dua kejadian karena pemasangan berulang-ulang
Stimulus-kejadian yang mengaktifkan perilaku
Respon –reaksi yang dapat diobservasi terhadap sebuah stimulus
Classical Conditioning- asosiasi respon dengan stimuli baru
Stimulus- kejadian yang mengaktifkan perilaku
Respondents—respon (yang pada umumnya otomatis atau tidak disengaja) yang ditimbulkan oleh stimuli tertentu.
Stimulus Netral- stimulus yang tidak berhubungan dengan sebuah respon
Unconditioned Stimulus (stimulus terkondisi) stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon sebuah emosional atau fisiologis
Unconditioned Response (UR).- respon emosional atau fisiologis yang terjadi secara alamiah
Conditioned Stimulus (CS)- (stimulus terkondisi) . stimulus yang membangkitkan respon emosional atau fisiologis  setelah pengondisian.
Conditioned Respon (CR)- (respon terkondisi) respon yang dipelajari terhadap stimulus yang semula netral.
Operants- perilaku disengaja (dan pada umumnya mengarah paa tujuan) yang dilakukan oleh manusia atau binatang
Operant Conditioning- pembelajaran yang perilaku disengaja diperkuat atau diperlemah oleh konsekwensi atau aanteseden
Basic Of Operant Conditioning (1,A1) jadikan diri anda mampu menjelaskan belajar dari perspektif behavioral. Masukkan konsep-konsep reward dan punishments ke dalam penjelasan Anda. Pahami nbetul efek reinforcement schedule  (jadwal pemberrian penguatan) pada pembelajaran
Anteseden- kejadian yang mendahului sebuah tindakan
Konsekwensi-kejadian yang mengikuti tindakan
Reinforcement (Penguatan)- kejadian yang mengikuti sebuah perilaku dan meningkatkan peluang bahwa perilaku itu akan terjadi lagi.
Positif Reinforcement (Penguatan Positif) memperkuat perilaku dengan menyuguhkan stimulus yang diingikan setelah perilaku itu terjadi
Negative Reimforcement (Penguatan Negatif), memperkuat perilaku dengan menghilangkan stimulus aversif ketika perilaku itu terjadi.
Aversif. Mengganggu/menjengkelkan/tidak menyenangkan
Punishment (hukuman) proses yang memperlemah atau menekan perilaku

RUJUKAN
1.        Anita Woolfolk (2007). Educational Psychology (ninth edition, International edition). Boston: Pearson education, Inc.
2.        Paul Eggen and Don Kauchak (2004). Educational Psychology: Windows on lassrooms (sixth edition, international edition). New Jersey: Pearson Prentice Hall.
3.        Suharjo dan Ukim K. Landasan Pendidikan Konsep dan APlikasinya: Jakarta: Raja Grafindo Persada
4.         Djaali. Psikologi Pendidikan: Jakarta: Bumi Aksara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar