BEHAVIORAL (AND SOCIAL COGNITIVE) THEORIES OF LEARNING
Kelompok V
Harjon Basri;
Luo Ying; Paras Sekar Liana
A.
Pengertian
Behaviorisme
Behaviorism
is a theory that explains learning in terms of observable behaviors on the
influence of environmental stimuli (2: 164).
Behaviorisme
adalah posisi filosofis yang mengatakan bahwa untuk menjadi ilmu pengetahuan,
psikologi harus memfokuskan perhatiannya pada sesuatu yang bisa diteliti lingkungan
dan perilaku-daripada fokus pada apa yang tersedia dalam individu-
persepsi-persepsi, pikiran-pikiran, berbagai citra, perasaan-perasaan, dan
sebagainya. Perasaan itu sifatnya subyektif dan kebal bagi pengukuran, sehingga
tidak akan pernah bisa menjadi ilmu pengetahuan yang onyektif (3: 33).
defines learning as a relatively change in
observable behavior that occurs as a result of a experience (2.164)
Pembejaran
Menurut Hill, Dalam pengertian yang paling luas,
pembelajaran terjadi ketika pengalaman menyebabkan perubahan yang relatif
permanen pada pengetahuan atau perilaku invidu. Perubahan itu bisa disengaja
atau tanpa disengaja, untuk menjadi lebih baik atau lebih buruk, benar atau
salah, dan sadar atau tidak sadar (1: 301-303). Untuk dapat memenuhi defenisi
pembelajaran, perubahan ini harus diwujudkan 0leh pengalaman—oleh interalsi
manusia dengan lingkungannya. Perubahan yang semata-mata disebabkan oleh
kematangan, misalnya tubuh yang lebih tinggi atau rambut yang mulai beruban,
tidak memenuhi defenisi pembelajaran.
Defenisi
kita menyebutkan bahwa perubahan yang diakibatkan dari pembelajaran itu
terletak pada pengetahuan atau perilaku. Kebanyakan psikolog sepakat dengan
pernyataan itu, tetapi sebagian cenderung menekankan perubahan pada pengetahuan
, dan sebagian pada perilaku. Psikolog kognitif, yang memfokuskan pada
pengetahuan, percaya bahwa pembelajaran adalah sebuah aktifitas mental
eksternal yang tidak diobservasi secara langsung. Para psikolog kognitif yang mempelajari
pembelajaran tertarik pada aktifitas-aktifitas yang tidak dapat diobservasi seperti
berpikir, mengingat, dan menyelesaikan masalah (1: 304). Pandangan behavioral
secara umum berasumsi bahwa pembelajaran adalah peubahan tingkah laku, dan
menekankan efek kejadian eksternal pada individu. Bahkan J.B. Watson mengambil
posisi radikal bahwa karena berpikir, intense, dan kejadian internal mental
lain tidak dapat dilihat atau ditelit secara taat asas dan ilmiah, apa yang
mereka sebut “mentalisme” itu bahkan tidak dimasukan dalam penjelasan tentang
pembelajaran.
B.
Penjelasan
behavioral tentang pembelajaran: Contyguity, Classical Conditioning, dan
Operant Conditioning
Salah
satu pembelajaran yang paling awal tentang pembelajaran dari Aris toteles. Ia
mengatakan bahwa kita mengingat berbagai hal secara bersama-sama:
1. Bila
mereka mirip,
2. Bila
mereka kontras,
3. Bila
mereka Contiguous.
a.
Contiguity
Bagian
terakhir inilah yang paling penting, karena di dalamnya semua temasuk semua
penjelasan tentang learning by association (pembelajaran melalui asosiasi). Prinsip
contiguity (contiguitas/hubungan) mengatakan bahwa dua sensasi atau lebih
terjadi bersama-sama dengan cukup sering, mereka akan terasosiasi. Setelah itu,
bila hanya salah satu sensasi (stimulus) terjadi, yang lain juga akan diingat
(respon)(1: 306). Contiguitas juga disebut operant condioning.
b.
Classical
conditioning (pengondidian klasik)
Classical
conditioning (pengondisian klasik) difokuskan pada pembelajaran respon
emosional atau fisiologis yang tidak disengaja, seperti ketakutan, meningkatnya
ketegangan otot, salvasi atau berkeringat. Hal ini kadang-kadang disebut
respondent karena merupakan respon-respon otomatis terhadap stimuli. Melalui
proses classical conditioning, manusia dan binatang dapat dilatih secara tidak
sengaja terhgadap sebuah stimulus yang sebelumnya tidak memiliki efek –atau
memiliki efek yang berbeda –pada dirinya. Stimulus itu menjadi membangkitkan,
atau menimbulkan, respon itu secara otomatis (1: 306).
Classical
cconditioning ditemukan tahun 1920-an oleh Ivan Pavlov, seorang fisiolog Rusia
yang mencoba menentukan berapa lama waktu yang dibutuhakn seekor anjing untuk mengeluarkan getah lambung
setelah makan. Mula-mula anjing itu
mengeluarkan air liur ketika dibei makan.
Setelah itu si anjing mulai mengeluarkan air liur ketika diberi makan.
Setelah itu si anjing mulai mengeluarkan air liur begitu melihat makanan dan
setelah itu begitu mendengar para ilmuwan beralan menuju laboratorium. Pavlov
memutuskan untuk mengambil jalan memutar dari eksprimen-eksperimen aslinya dan
memeriksa interferensi-interferensi yang tidak diharapkan.
Dalam
salah satu eksperimen pertamanya, Pavlov mulai dengan membunyikan sebuah garpu
tal dan mencatat respon anjing. Sesuai perkiraan, tidak ada salvasi (meneteskan
air liur). Pada titik ini, suara garpu tala itu adalah stimulus netral karena
tidak membangkitkan salivasi. Setelah itu, Pavlov memberikan makan si anjing.
Responnya adalah salivasi. Makanan itu adalah sebuah unconditioned stimulus
(US) (stimulus yang tak terkondisi) karena tanpa latihan sebelumnya atau atau
“conditioning” yang dibutuhkan untuk membentuk hubungan alamiah antara makanan
dan salivasi. Salivasi merupakan sebuah unconditioned respon (UR) (respon
terkondisi) yang dapat timbul dengan sendirinya. Respon salivasi setelah bunyi
sekarang menjadi sebuah cconditioned response
(CR) (respon terkondisi) (1: 306-307).
To
understand how classical conditioning works, we focus on four concepts together
with the process of association:
1.
An unconditioned stimulus (UCS). An
object or event that causes an instinctive or reflexive (unlearned)
physiological or emotional response. In Pavlov’ experiment, the UCS was the
meat powder, and Tim’s case it was his failure
2.
An unconditioned response (UCR). The
instinctive or refleksive (unlearned) physiological or emotional response caused by the unconditioned
stimulus-the dog’s salivation resulting from the meat powder and Tim’s initial
desvastation as a result of his failure.
3.
A conditioned stimulus (CS). An object
or event that becomes associated with the unconditioned stimulus. The lab
assistants became associated with themeat powder and tests became associated
with failure for tim.
A conditioned response
(CR). A learned physiological or emotional response that is similar to the
unconditioned response. The dog’s salivation in the absence of the meat powder
and Tim’s anxiety in response to quizzes were conditioned responses (2: 165).
Teori
classical ditemukan oleh Ivan Pavlov yang paling pertama di bidang conditioning
(upaya pembiasaan). Teori classical merupakan sebuah prosedur penciptaan
refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Teori ini disebut juga respondent
conditioning (pembiasaan yang dituntut). Teori ini sering disebut juga
contemporary behaviorists atau juga disebut S-R
psychologists yang berpendapat bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh
ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Jadi, tingkah
laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi behavioral dengan
stimulasinya.
Menurut John B. Watson belajar merupakan proses
terjadi refleks atau respon bersyarat melalui stimulus pengganti. Semua tingkah
laku manusia terbentuk oleh hubungan stimulus respons baru melalui
conditioning. Menurut teori conditioning, belajar itu merupakan suatu proses
perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (condition) yang kemudian
menimbulkan reaksi. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning
adalah latihan yang kontinu. Yang diutamakan dalam teori ini adalah belajar
yang terjadi secara otomatis. Teori ini
mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga merupakan hasil conditioning,
yaitu hasil latihan atau kebiasaan bereaksi terhadap syarat atau perangsang
tertentu yang dialami dalam kehidupaannya.
Menurut
Guthrie, untuk menggunakan kebiasaan yang tidak baik harus dilihat dalam
rentetan deretan unit-unit tingkah lakunya, kemudian diusahakan untuk
menghilangkan unit yang tidak baik atau penggantinya dengan yang lain atau yang
seharusnya. Dalam mengubah tingkah laku atau kebiasaan pada hewan maupun manusia
ada beberapa metode. Pertama, Metode
Reaksi Berlawanan (incompatible Response Method). Manusia merupakan suatu
organisme yang selalu mereaksi kepada perangsang tertentu. Jika suatu reaksi
terhadap perangsang telah menjadi suatu kebiasaan, maka cara mengubahnya adalah
menghubungkan stimulus dengan respons yang berlawanan dengan reaksi buruk yang
hendak dihilangkan. Contohnya, mengubah perilaku anak takut pada kelinci
menjadi tidak takut lagi, dengan memberinya makanan yang disukai berkali-kali
sampai anak tidak takut pada kelinci.
Teori yang ditemukan oleh Guhrie ini merupakan pengembangan teori
belajar dari Watson, dan sudah bagus dari teori sebelumnya seperti Ivan Pavlov
dan Watson.
c. Operant Conditioning: mencoba
repon-respon baru
Kebanyakan
perilaku bukan respon yang disengaja. Orang “mengoperasikan lingkungannya
secara aktif untuk menghasikan berbagai
macam konsekwensi. Tindakan-tindakan yang disengaja itu disebut operants.
Proses pembelajaran yang terlibat dalam perilaku operant disebut operant conditioning
karena kita belajar berperilaku dengan cara tetentu ketika kita mengoperasikan
lingkungan (1: 307).
Orang
yang pada umumnya dianggap bertanggung jawab mengembangkan operant conditioning
adalah B.F. Skinner..skiner mulai dengan keyakinan bahwa prinsip-prinsip classical
conditioning hanya menjelaskan sebagian kecil perilaku yang dipelajari. Banyak
perilaku manusia yang bersifat operant bukan respondent. Classical conditioning
hanya mendeskripsikan bagaimana bila perilaku yang sudah ada dipasangkan dengan
stimuli bari.; ia tidak menjelaskan bagaimana perilaku-perilaku opernt baru
yang diperoleh (1: 307-308).
Perilaku
seperti respon atau tindakan, hanya sekedar kata untuk menyebutkan apa yang
dilakukan seseorang dalam situasi tertentu. Secara konseptual, kita dapat memikirkan
perilaku sebagai sesuatu yang diapit diantara dua macam pengaruh lingkungan:
pengaruh-pengaruh yang mendahuluinya (anteseden) dan yang mengikutinya
(konsekwensi)(Skinner). Hubungan ini dapat ditunjukkan dengan sangat sederhana
sebagai antecedent-behavior-concequency, atau ABC. Bila perilaku berlanjut,
konsekwensi tertentu menjadi antecedent bagi sekuensi ABC selanjutnya.
Penelitiaan dibidang operant kondissioning menunjukkan bahwa perilaku operant
dapat diubah melalui perubhan pada anteseden, konsekwwensi, atau kedua-duanya.
Penelitian awal tentang itu difokuskan pada konsekwensi, sering kali dengan
menggunakan tikus atau merpati sebagai subjeknya (1: 307-308).
Teori
ini dilatarbelakangi kenyataaan bahwa makhluk hidup yaitu manusia dan hewan
selalu berada dalam proses “operating” (melakkukan sesuatu) terhadap
lingkungannya. Selama melakukan sesuatu terhadap lingkungannya makhluk hidup
menemukan stimulus khusus yang disebut “reinforcing stimulus” atau stimulus
pendorong. Stimulus ini dapat meningkatkan operant yaitu perilaku yang terjadi
beberapa saat setelah stimulus tampil. Oleh sebab itu, operant conditioning berkaitan dengan “perilaku yang diikuti oleh
konsekuensi yang timbul dari perilaku yang ditampilkan.secara alami konsekuensi
tersebut memodifikasi perilaku makhluk hidup yang bersangkutan di masa depan.
Reinforcing
stimulus adalah semua kejadian yang dapat memperkuat dan meningkatkan perilaku
di masa yang akan datang. Reinforcing stimulus dapat dibagi dua yaitu (1)
positive reinforcers yaitu kejadian yang diinginkan setelah perilaku
ditampilkan (2) negative reinforcers yang berkaitan dengan menghilangkan
peristiwa yang tidak diinginkan setelah perilaku ditampilkan, kedua hal
tersebut dapat meningkatkan perilaku di masa yang akan datang.
Selain
itu Skinner juga melakukan punishment yang
bertujuan untuk menghilangkan perilaku yang ditampilkan. Punishment dibagi dua
yaitu (1) positive punishment yang dilakukan dengan menghadirkan peristiwa yang
tidak diinginkan setelah perilaku ditampilkan, (2) negative punishment yang
dilakukan dengan jalan menghilangkan peristiwa yang diinginkan setelah perilaku
ditampilkan.
Kesuksesan
penerapan operant conditioning terletak pada penerapan reinforcement dan
punishment. Demikian pula halnya jika ini diterapkan di dalam pendidikan dan
pembelajaran.
Prosedur
pembentukan tingkah laku dalam operant conditioning adalah sebagai berikut:
1.
Mengidentfikasi hal-hal yang merupakan
reinforcer (hadiah) bagi tingkah laku yang akan dibentuk.
2.
Menganalisis dan mengidentifikasi
komponen kecil yang membentuk tingkah laku dimaksud, kemudian komponen tersebut
disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju pembentukkan tingkah laku yang
dimaksud.
3.
Urutan komponen tersebut sebagai tujuan
sementara, dengan mengidentifikasi reinforce untuk masing-masing komponen itu.
4.
Melakukan pembentukan tingkah laku,
dengan menggunakan urutan komponen yang telah disusun.
Jadi, operant conditioning merupakan
situasi belajar dimana suatu respon dibuat lebih kuat akibat reinforcement
langsung.
d.
Tipe-tipe
konsekwensi
Menurut
pandangan behavioral, konsekwensi menentukan sejauh mana seorang akan
mengulangi perilaku yang menghasilkan konsekwensi tersebut. Tipe dan timing
konsekwensi dapat memperkuat atau memperlemah perilaku. Pertama-tama akan
melihat konsekwensi yang meperkuat perilaku terlebih dahulu.
Reinforcemen
meskipun (penguatan) lazim dipahami sebagai sesuatu yang berarti “reward”
(hadiah), tetapi dalam psikologi istilah ini memiliki makna khusus. Sebuah
reinforce (penguat) adalah konsekwensi yang memperkuat perilaku yang
mengikutinya. Jadi, berdasarkan defenisi, reinforced behaviors increase
frekwency or duration (perilaku yang diperjuat akan meningkat frekwwensi atau
durasinya). Bila mana anda melihat sebuah perulaku menetap atau meningkat dari
waktu ke waktu anda dapat berasumsi bahwa lonsekwensi perilaku itu adalah
reinforce bagi inti itu yang terlibat . proses reinforcement (penguatan)
dapat disketsakan sebagai berikut:
|
||||||||||
|
||||||||||
|
||||||||||
Kita dapat cukup yakin bahwa makanan
akan menjadi reinforcer bagi seekor hewan yang lapar, tetapi bagaimana dengan
orang tidak jelas mengapa sebuah kejadian bertindak sebagai reinforce bagi
seseorang, tetapi ada banyak teori tentang mengapa reinforcement bekerja.
Sebagai contoh, sebagian psikolog mengatakan bahwa reinforce memuaskan
keputuhan, sementara yang lainnya percaya bahwa reinforce mengurangi ketegangan
atau menstimulasi sebuah bagian di otak (Rachlin). Apakah konsekuensi tindakan
menguatkan barangkali tergantung pada persepsi individu tentang kejadian itu
dan makna kejadian itu.
Ada dua macam penguatan. Pertama yang
disebut positif Reinforcement (reinforsmen positif), terjadi ketika perilaku
itu menghasilkan stimulus baru. Contohnya termasuk mematuk tombol merah yang
menghasilkan makanan untuk seekor merpati, mengenakan pakayan baru yang
menghasilkan benyak pujian, atau jatuh dari kursi yang menghasilkan tawa geli dari
temen-teman sekelas.
Perhatikan bahwa reinforsment dapat terjadi
bahkan bila perilaku yang sedang diperkuat (jatuh dari kursi) itu tidak positif
dari sudut pandang gurunya. Faktanya,
reinforsment positif untuk perilaku
untuk perilaku yang tidak pantas terjadi tanpa disengaja terjadi di banyak
kelas. Guru membantu mempertahankan perilaku bermasalah itu bila kurang
hati-hati justru memperkuatnya. Bila
konsekwensi ysng memperkuat sebuah perilaku adalah sebuah perilaku yang berupa
sebuah appearance (kemunculan) atau addition (penambahan) sebuah stimulus baru,
maka situasi itu didefenisikan sebagai reinforcement positif. Sebaliknya bila
konsekwensi yang mememperkuat perilaku itu adalah dis appearance (
menghilangkan) atau subtraction (pengurangan) sebuah stimulus, maka prosesnya
disebut negative reinforscemen (reinforsment negativf). Bila sebuah tindakan
tertentu menyebabkan individu terhindar atau dijauhkan dari sebuah situasi aversif
, maka tindakan itu kemungkinan akan diulangi lagi dalam situasi yang serupa (1
: 3009-310). Negatif dalam reinforsmen tidak mengimplikasikan bahwa perilaku
yang sedang diperkuat tentu negatif atau buruk. Maknanya lebih dekat dengan
makna yang tersirat dalam “jumlah negative”-sesuatu dikurangi
e.
Hukuman
Reinforsmen negative
sering dikacaukan dengan hukuman. Proses reinforsmen (positif atau negative)
selalu melibatkan memperkuat perilaku. Punishment (hukuman), di lain pihak, melibatkan mengurangi atau menekan perilaku.
Perilaku yang diikuti punisher itu kurang berkemungkinan untuk diulangi dalam
situasi-situasi serupa di masa yang akan datang. Sekali lagi, efeklah yang
menentukan konsekwensi sebuah hukuman, dan orang berbeda memiliki persepsi
berbeda tentang apa yang menghukum. Seorang siswa mungkin menganggap skorsing
menghukum, tetapi siswa lannya mungkin sama sekali tidak keberatan untuk
dilarang masuk sekolah. Proses hukuman dapat digambarkan dalam diagram
berikut
|
||||||
|
||||||
|
||||||
Seperti halnya penguatan, hukuman bisa
berbentuk salah satu diantara dua. Tipe yang pertama disebut hukuman tipe 1,
tetapi nama ini tidak begitu informatif,, jadi digunakan istilah presentation
punishment. Hal ini tejadi bila kemunculan (presentation) stimulus yang
mengikuti perilaku menekan atau mengurangi perilaku tersebut. Ketika guru
memberikan celaan, tugas ekstra, putaran lari ekstra, dan sebagainya, mereka
menggunakan presentation punishment. Tipe hukuman lainnya (tipe 2), removal punishment karena menghilangkan sebuah stimulus. Bila
guru atau orang tua mengambil hak istimewa yang
telah berkelakuan tidak pantas, mereka menggunakan removal punishment.
Pada kedua tipe ini efeknya adalah mengurangi perilaku yang mengakibatkan
hukuman (1: 312)
C.
Reinforcement
Schedules
Ketika seseorang sedang mempelajari
sebuah perilaku baru, mereka akan belajar lebih cepat bila sebuah respon yang
tepat diperkuat. Hal ini disebut continuous reinforcement schedule. Lalu,
ketika perilaku baru itu telah dikuasai, ia akan bertahan bila diperkuat secara
intermittent dan bukan setiap kali perilaku itu terjadi. Intermittent
reinforcement schedule membantu siswa untuk mempertahankan berbagai
keterampilan tanpa mengaharapkan reinforcement konstan. Ada dua macam
intermittent reinforcement dasar. Tipe yang pertama disebut interval schedule,
didasarkan pada banyaknya waktu di antara penguatan-penguatan. Tipe yang lain,
ratio schedule --didasarkan pada jumlah
respon yang diberikan pelajar diantara penguatan-penguatan. Schedule interval dan rasio bisa fixed (tetap,
dapat diprediksi) atau variable (tidak dapat diprediksi) (1: 312).
D.
Extinction
Dalam class conditioning,
responterkondisi extinguished (dihentikan) atau menghilang bila stimulus
terkondisinya muncul; tetapi stimulus tak terkondisi tidak mengikuti (ada bunyi
tetapi tidak ada makanan). Dalam operant conditioning, sesorang atau seekor
binatang tidak akan mempertahankan perilaku tertentu bila reinforcer yang biasa
ada tidak diberikan dalam waktu yang cukup lama. Perilaku itu pada akhirnya
akan extinguished (berhenti). Reinforcement yang sama sekali menghilang akan
menyebabkan extinction. Akan tetapi, proses ini mungkin akan membutuhkan waktu
yang lama (1: 312-313).
E.
Anteseden
dan perubahan perilaku
Dalam operant conditioning,
anteseden-kejadian yang mendahului perilaku-memberikan informasi tentang
perilaku mana ynag akan menimbulkan konsekwensi positif dan perilaku mana yang
akan menimbulkan konsekwensi yang kurang menyenangkan. Burung-burung merpati Skinner
belajar untuk mematuk makanan ketika lampu menyala, tetapi tidak mau
repot-repot meamatuk makanan bila lampunya mati. Dengan kata lain, mereka
belajar nenggunakan cahaya anteseden sebagai untuk mendiskriminasikan konsekuensi yang akan timbul dari mematuk.
Patukan merpati itu berada di bawah stimulus control (control stimulus), yang dikontrol
oleh stuimulus diskrimainatif cahaya (1: 313).
1. Cueing
Menurut defenisinya, cueing adalah
tindakan memberikan sebuah stimulus anteseden tepat sebelum perilaku tertentu
diharapkan terjadi. Cueing sangat berguna dalam menyiapkan “panggung” bagi
perilaku-perilkau yang harus terjadi pada waktu tertentu, tetapi mudah
dilupakan. Dalam menangani anak-anak,, guru sering mengoreksi perilaku setelah
perilaku itu terjadi. Memberikan isyarat tidak menghakimi dapat membantu mencegah
konfrontasi negative. Bila siswa
menunjukkan perilku yang baik setelah diberi isyarat atau pengingat, guru dapat
menguatkan perilaku itu dan bukan menghukum bila siswa tidak melakukan (1:
313).
2. Prompting
Kadang-kadang siswa membutuhkan bantuan
dalam merespon sebuah isyarat dengan cara yang tepat sehingga isyarat itu
menjadi sebuah stimulus diskriminatif. Salah satu caranya adalah dengan
memberikan isyarat tambahan yang disebut prompt, yang diberikan setelah isyarat
yang pertama. Ada dua prinsip untuk menggunakan cue (isyarat) dan prompt untuk
mengajarkan sebuah perilaku baru (1: 313).
F. Applied Behavioral Analisys
(Analisis Perilaku Terapan)
Applied
behavior analisys (analisis perilaku terapan) adalah aplikasi/penerapan
prinsip-prinsip belajar behavioral untuk mengubah perilaku. Metodenya
kadang-kadang disebut behavior modivication (modivikasi perilaku), tetapi istilah
ini memiliki konotasi negatif bagi banyak orang dan sering dipahami secara
keliru (1: 319).
Ideaalnya,
applied behavior analisys membutuhkan spesifikasi yang jelas untuk perilaku
yang akan diubah, pengukuran yang seksama terhadap perilaku itu, anlisis
anteseden dan reinforser (penguat) yang mungkin mempertahankan perilaku yang
tidak pantas atau tidak diinginkan, intervensi berdasarkan pronsip-prinsip
behavioral untuk mengubah perilaku itu, dan pengukuran yang saksama terhadap
perubahan-perubahannya. Dalam penelitian applied behavior analisys, desain ABAB
(yang dideskripsikan di klaster I) lazim digunakan. Artinya, peneliti membuat
baseline measurement terhadap perilaku yang dimaksud (A), lalu menerapkan
intervensi (B), lalu menghentikan perilaku itu untuk melihat apakah perilaku
tersebut kembali lagi ke tingkat garis-basal (A), dan setelah itu mengintroduksikan
kembali intervensinya (B) (1: 319).
Di
kelas, guru biasanya tidak dapat mengikuti langkah-langkah ABAB, tetapi mereka
dapat melakukan :
1.
Menetapkan dengan jelas perilaku yang
akan diubah dan mencatat tingkatan saat ini. Sebagai contoh, bila seorang
siswa “ ceroboh”, apakah ini berarti
2,3,4 kesalahan komputasi atau lebih untuk setiap 10 soal yang diberikan?
2.
Rencanakan Intervensi tertentu
yangmenggunakan anteseden, konsekwensi, atau keduanya.sebagai contoh, tawari
siswa satu menit waktu komputer ekstra untuk setiap soal yang diselesaikan
tanpa kesalahan.
3.
Terus mengikuti hasil-hasilnya, dan
modifikaasi rencana itu, bila perlu (1: 319).
f.
Metode-metode
untuk mendorong perilaku
Seperti
penjelasan sebelumnya, mendorong perilaku yang sudah ada atau untukmengajarkan
perilaku baru. Hal ini termasuk pujian, prinsip premack, shaping, dan positif
practice.
Banyak
psikolog menyarankan para guru untuk “menonjolkan yang positif”—memuji siswa
atas perilakunya yang baik, dan mengabaikan perilaku buruk. faktanya sebagian
peneliti percaya bahwa “aplikasi sistematis pujian dan perhatian mungkin adalah
alat motifasi ndan manajemen kelas yang tersedia bagi guru (1: 320).
Salah
satu strategi dengan hal itu, adalah differential reinforcement, atau
mengabaikan perilaku yang tidak semestinya dan memastikan untuk serta merta
memberi reinforcement pada perilaku yang semestinya ketika perilaku itu
muncul. Sebagai contoh, siswa lebih
cenderung melontarkan komentar-komentar yang tidak relevan, Anda seharusnya
mengabaikan komentar di luar tugas itu, tetapi memberi pengakuan pada
kontribusi terkait-tugas bigitu hal itu terjadi
(1: 320).
Praise-and-ignore
approach (pendekatan memuji –dan-mengabaikan) ini bisa jadi memang membantu,
tetapi jangan berharap pendapat itu dapat mengatasi semua masalah manajemen
kelas. Beberapa studi menunjukkan bahwa perilaku disruptif tetap bertahan bila
guru menggunakan konsekwensi positif (kebanyakan berupa pujian) sebagai
satu-satunya. Selain itu, jika perhatian sesama teman mempertahankan itu, maka
pengabaian guru tidak akan banyak membantu (1: 320).
Ada
pertemuan kedua dalam menggunakan pujian. Hasil-hasil positif yang ditemukan
dalam penelitian bila guru memuji siswanya
secara cermat dan sistematis. Sekedar menyodorkan pujian tidak akan memperbaiki
perilaku. Agar efektif, pujian harus:
1.
Bergantung pada perrilaku yang akan
diperkuat,
2.
Menyebut dengan jelas perilaku yang
diperkuat, dan
3.
Dapat dipercaya..
Dengan
kata lain, pujian seharusnya merupakan pengakuan tulus terhadap perilaku yang
telah ditetapkan dengan jelas sehingga siswa mengerti bahwa mereka melakukan
perilaku tersebut agar bisa mendapatkan pengakuan (1: 320).
1.
Memilih
Reinforcer: prinsip premack
Di
kebanyakan kelas, ada banyak reinforcer yang mudah didapatkan selain perhatian
guru, misalnya kesempatan untuk berbicara dengan siswa lain atau memberi makan
hewan piaraan kelas. Akan tetapi, guru cenderung menawarkan kesempatan ini
dengan cara yang agak serampangan. Seperti halnya pujian, dengan memberikan hak
istimewa dan reward yang dikaitkan secara langsung dengan belajar dan perilaku
positif, guru dapaat banyak, meningkatkan baik belajar maupun perilaku yang
diinginkan (1: 320).
Salah
satu pedoman yang berguna untuk memilih reinforcer yang paling efektif adalah
premack principle (prinsip premack), yang diambil dari nama David Premack
(1965). Menurut prinsip premack, sebuah perilaku frekwensi-tinggi (kegiatan
yang disukai) dapat menjadi reinforcer yang effektif untuk perilaku
frekwensi-rendah (kegiatan yang disukai). Hal ini kadang-kadang disebut
“grandma’s rule (aturan nenek)”: pertama, lakukan apa yang saya inginkan Anda
lakukan, lalu Anda boleh melakukan yang
ingin dilakukan. (1: 320).
Kalau
siswa tidak harus belajar, lalu apa yang akan mereka kerjakan? Jawaban
pertnayaan itu dapat menunjukkan banyak kemungkinan reinforcer. Untuk
kebanyakan siswa, mengobrol, berkeliaran dalam kelas, duduk di dekat teman
dekat., dibebaskan dari tugas atau ulangan, membaca majalah, memakai computer,
atau bermain game adalah kegiatan yang mereka sukai. Cara terbaik untuk
menentukan reinforser terbaik untuk siswa Anda adalah mengamati apa yang mereka
lakukan di waktu bebas (1: 321).
2.
Shaping
Di
kedua situasi itu, siswa tidak menerima reinforcemen untuk hasil kerjanya
karena produk akhir usahanya tidak cukup baik. Prediksi amannya adalah siswa
itu akan segera belajar untuk tidak menyukai kelasnya, mata pelajarannya, dan
mungkin juga guru dan sekolahnya secara umum. Salah satu strategi untuk
mencegah masalah ini adalah dengan strategi shaping, yang juga disebut
successive approximation. Shaping melibatkan reinforcement pada kemajuan yang
dicapai dan tidak menunggu hasil akhir yang memuaskan. Untuk menggunakan
shaping, guru harus menggunakan perilaku kompleks yang diharapkan untuk
dikuasai siswa dan membagi-baginya menjadi sejumlah langkah kecil. Salah satu
pendekatan yang digunakan untuk mengidentifikasi langkah-langkah kecil itu
adalah task analisis (analisis tugas), yang aslinya dikembangkan oleh R.B
Miller (1962). Untuk membantu tentara dalam melatih militer. Sistem Miller
dimulai dengan defenisi tentang persyaratan performa akhirnya, apa yang harus
harus dilakukan peserta latihan (atau siswa) pada akhir program atau pada akhir
unit. Setelah itu, langkah-langkah akan mengarah ke tujuan akhir ditetapkan.
Prosedurnya sekedar membagi keterampilan dan proses-prosesnya menjadi sub-sub
keterampilan dan sub-subproses (1: 322-323).
Task
analisys (analisis tugas) memberikan
gambaran tentang urut-urutan langkah logis yang mengarah pada tujuan akhir.
Kesadaran akan sekuensi ini dapat membantu guru memastikan bahwa siswa memiliki
keterampilan yang dibutuhkan sebelum mereka pindah ke langkah selanjutnya.
Selain itu, bila siswa mengalami kesulitan, guru dapat mengidentifikasi dengan
tepat wilayah permasalahannya. Banyak perilaku dapat diperbaiki melalui
shaping, khususnya keterampilan-keterampilan yang melibatkan persistensi,
ketahanan, keakuratan yang semakin meningkat, kecepatan yang semakin
tinggi, atau latihan ekstensif untuk
dikuasai. Akan tetapi, karena shaping adalah proses yang makan waktu lama,
proses ini seharusnya tidak digunakan bila kesuksesan dapat diperoleh melalui
metode-metode yang lebih sederhana, misalnya cueing.
3.
Positive
practice
Dalam
positive practice (positif praktis), siswa mengganti sebuah perilaku dengan
perilaku lain. Pendekatan ini sangat tepat untuk mengatasi berbagai kesalahan
akademis. Ketika siswa membuat kesalahan, mereka harus mengoreksinya sesegera
mungkin dan mempraktikkan respon yang benar. Prinsip yang sama dapat diterapkan
ketika siswa melanggar aturan kelas (1: 323).
g.
Mengatasi
Perilaku Yang Tidak Diinginkan
Negatif
reinforcement, satiation, reprimands, respon cost, dan social isolation
semuanya menawarkan berbagai solusi.
1.
Reinforcement
negative
Prinsip
dasar negatifve reinforcement negative (reinforcemen negatif): bila sebuah
tindakan menghentikan atau menghindarkan dari sesuau yang tidak menyenangknan,
maka tindakan itu kemungkin akan terjadi lagi dalam situasi-situasi serupa.
Bila anak-anak mengeluh dan meraka bisa menghindar dari ulangan, maka mereka
belajar untuk lebih banyak mengeluh di masa yang akan datang melalui
reinforcement negative. Reinforcemen negative juga dapat digunakan untuk meningkatkan pembelajaran. (1: 325).
2.
Satiasi
Cara
lain untuk menghentikan perilaku bermasalah adalah dengan memaksa siswa
melakukan hal itu sampai mereka kelelahan. Prosedur yang disebut satiation
(satiasi/kekayangan) harus diterapkan dengan hati-hati. Memaksa siswa
meneruskan perilaku tertentu dapat menimbulkan penderitaan fisik atau
emosional, atau lebih berbahaya.
Salah
satu contoh penggunaan satiation yang tepat dikemukakan oleh Krumboltz dan
Krumboltza (1972). (1: 326)
3.
Teguran
Reprimand
(teguran) yang lembut, tenang, dan pribadi (tidak dilakukan di depan umum)
lebih efektif dari pada teguran keras di depan umum dalam mengurangi perilaku
disruptif (1: 326).
4.
Response
Cost
Untuk pelanggaran aturan tertentu, orang harus
kehilangan reinforce- uang, waktu, hak istimewa (1: 327)
5.
Isolasi
Sosial
Salah
satu metode behavioral paling controversial untuk mengurangi perilaku yang
tidak diinginkan adalah strategi social isolation (isolasi/pengasingan sosial),
yang sering disebut time out dari reinforcement (1: 327).
6.
Beberapa
Peringatan
Hukuman
sendiri tidak menghasilkan perilaku positif apapun. Hukuman keras
mengomonikasikan kepada siswa bahwa “hukuman dapat memperbaiki keadaan” dan
dapat mendorong tindakan balasan (1: 326).
Glosarium
Behavioral
learning theories (tori pembelajaran behavioral), penjelasan
tentang pembelajaran yang dofokuskan pada kejadian-kejadian eksternal sebagai
penyebab perubahan pada perilaku yang dapat diobservasi
Learning
By Association (1,A1) cukup banyak belajar di kelas
yang dapat diatribusikan pada contiguity (misalnya pembelajaran melalui
asosiasi ). Ada beberapa hal yang mungkin pernah Anda pelajari karena guru Anda
memasangkan stimuli tertentu (misalnya, nama-nama huruf abjad)
Contiguity
–asosiasi
antara dua kejadian karena pemasangan berulang-ulang
Stimulus-kejadian
yang mengaktifkan perilaku
Respon
–reaksi
yang dapat diobservasi terhadap sebuah stimulus
Classical
Conditioning- asosiasi respon dengan stimuli baru
Stimulus-
kejadian yang mengaktifkan perilaku
Respondents—respon
(yang pada umumnya otomatis atau tidak disengaja) yang ditimbulkan oleh stimuli
tertentu.
Stimulus
Netral- stimulus yang tidak berhubungan dengan sebuah
respon
Unconditioned
Stimulus (stimulus terkondisi) stimulus yang secara otomatis
menghasilkan respon sebuah emosional atau fisiologis
Unconditioned
Response (UR).- respon emosional atau fisiologis yang
terjadi secara alamiah
Conditioned
Stimulus (CS)- (stimulus terkondisi) . stimulus yang
membangkitkan respon emosional atau fisiologis
setelah pengondisian.
Conditioned
Respon (CR)- (respon terkondisi) respon yang dipelajari
terhadap stimulus yang semula netral.
Operants-
perilaku disengaja (dan pada umumnya mengarah paa tujuan) yang dilakukan oleh
manusia atau binatang
Operant
Conditioning- pembelajaran yang perilaku disengaja
diperkuat atau diperlemah oleh konsekwensi atau aanteseden
Basic
Of Operant Conditioning (1,A1) jadikan diri anda mampu
menjelaskan belajar dari perspektif behavioral. Masukkan konsep-konsep reward
dan punishments ke dalam penjelasan Anda. Pahami nbetul efek reinforcement
schedule (jadwal pemberrian penguatan)
pada pembelajaran
Anteseden-
kejadian yang mendahului sebuah tindakan
Konsekwensi-kejadian
yang mengikuti tindakan
Reinforcement
(Penguatan)- kejadian yang mengikuti sebuah perilaku
dan meningkatkan peluang bahwa perilaku itu akan terjadi lagi.
Positif
Reinforcement (Penguatan Positif) memperkuat perilaku
dengan menyuguhkan stimulus yang diingikan setelah perilaku itu terjadi
Negative
Reimforcement (Penguatan Negatif), memperkuat perilaku
dengan menghilangkan stimulus aversif ketika perilaku itu terjadi.
Aversif.
Mengganggu/menjengkelkan/tidak menyenangkan
Punishment
(hukuman) proses yang memperlemah atau menekan perilaku
RUJUKAN
1.
Anita
Woolfolk (2007). Educational
Psychology (ninth edition, International edition). Boston:
Pearson education, Inc.
2.
Paul
Eggen and Don Kauchak (2004). Educational
Psychology: Windows on
lassrooms (sixth edition, international edition). New Jersey:
Pearson Prentice Hall.
3.
Suharjo dan Ukim K. Landasan Pendidikan Konsep dan
APlikasinya: Jakarta: Raja Grafindo Persada
4.
Djaali. Psikologi Pendidikan: Jakarta: Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar