PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENELITIAN
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Zainal Rafli, M.Pd.
dan Dr. Aceng Rahmat, M.Pd.
Disusun Oleh :
Fahrudin (7316130257)
Dian Rusdiana (7316130255)
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2013
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Konstruk
B.
Variabel
C.
Karakteristik Instrumen Pengukuran
D.
Jenis-jenis Instrumen Penelitian
E.
Skala Pengukuran
F. Validitas
dan Reabilitas
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Instrumen atau alat
pengumpul data merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
suatu penelitian. Data yang terkumpul dengan menggunakan instrumen tertentu
akan dideskripsikan dan dilampirkan atau digunakan untuk menguji hipotesis yang
diajukan dalam suatu penelitian.
Instrumen memegang peranan
yang sangat penting dalam menentukan mutu suatu penelitian, karena validitas
atau kesahihan data yang diperoleh akan sangat ditentukan oleh kualitas atau
validitas instrumen yang digunakan, di samping prosedur pengumpulan data yang
ditempuh. Hal ini mudah dipahami karena instrumen berfungsi mengungkapkan fakta
menjadi data, sehingga jika instrumen yang digunakan mempunyai kualitas yang
memadai dalam arti valid dan reliabel maka data yang diperoleh akan sesuai
dengan fakta atau keadaan sesungguhnya di lapangan. Sedangkan jika kualitas
instrumen yang digunakan tidak baik dalam arti mempunyai validitas dan
reliabilitas yang rendah, maka data yang diperoleh juga tidak valid atau tidak
sesuai dengan fakta di lapangan, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang keliru.
Mengumpulkan data dalam
suatu penelitian maka kita dapat menggunakan instrumen yang telah tersedia dan
dapat pula menggunakan instrumen yang dibuat sendiri. Instrumen yang telah
tersedia pada umumnya adalah instrumen yang sudah dianggap baku untuk
mengumpulkan data variabel-variabel tertentu.
Dengan demikian, jika instrumen
baku telah tersedia untuk mengumpulkan data variabel penelitian maka kita dapat
langsung menggunakan instrumen tersebut, dengan catatan bahwa teori yang
dijadikan landasan penyusunan instrumen tersebut sesuai dengan teori yang diacu
dalam penelitian kita. Selain itu, konstruk variabel yang diukur oleh instrumen
tersebut juga sama dengan konstruk variabel yang hendak kita ukur dalam
penelitian. Akan tetapi. jika instrumen yang baku belum tersedia untuk
mengumpulkan data variabel penelitian, maka instrumen untuk mengumpulkan data
variabel tersebut harus dibuat sendiri oleh peneliti.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan sebagai
berikut. (1) Apa pengertian konstruk dan variabel? (2) Bagaimana karakteristik instrumen
pengukuran? (3)
Apa jenis instrumen pengukuran? (4)
apa jenis-jenis skala pengukuran?Apa pengertian validitas dan realibilitas?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konstruk
Konstruksi
adalah sebuah konsep yang bersifat abstrak yang tidak dapat diukur secara
langsung, ini merupakan suatu konsep yang ditemukan untuk menerangkan tingkah
laku contohnya konstruksi pendidikan, intelejensi, perorangan,
ketidak-efektifan guru, kreativitas, kemampuan, prestasi, dan motivasi. Untuk dapat mengukur konstruksi
harus didefenisikan secara operasional dengan suatu proses yang bisa
diobservasi dan diukur. Misalnya konstruk personalitas bisa diukur dengan cara
kita harus mengetahui tipe personalitas dan membagikannya dalam dua tipe
introvert dan ekstovert, dari dua tipe yang itu dibuatlah 30 butir pertanyaan.
Jika hasil skornya tinggi maka dia dikelasifisikan personalitas introvert
sedangakan bila rendah ekstrovert, demikian juga ketidakefektifan guru dapat
diukur dengan mengobservasi guru tersebut dalam bertindak dan menilai
ketidakefektifannya berdasarkan 4 tingkat,puas,kurang puas, cukup puas, sangat
puas.[1]
B. Pengertian Variabel
Variabel adalah suatu
besaran yang dapat diubah atau berubah sehingga mempengaruhi peristiwa atau
hasil penelitian. Dengan menggunakan variabel, kita akan lebih mudah memahami
permasalahan. Hal ini dikarenakan kita seolah-olah sudah mendapatkan
jawabannya. Biasanya bentuk soal yang menggunakan teknik ini adalah soal counting (menghitung) atau menentuakan
suatu bilangan.Dalam penelitian sains, variabel adalah bagian penting yang
tidak bisa dihilangkan.
Pengertian variabel
menurut para ahli adalah:
1. Sutrisno Hadi, variabel adalah objek penelitian yang
bervariasi, misalnya jenis kelamin karena jenis kelamin mempunyai variasi
laki-laki dan perempuan
2. Freddy Rangkuti, variabel adalah konsep yang mempunyai
variasi nilai, maka nilai variabel dapat dibedakan menjadi empat tingkatan
skala, yaitu: nominal, ordinal, internal, dan rasio.
3. Robbins Pearson, variabel adalah semua karakteristik umum
yang dapat diukur dan dapat berubah dalam keluasan, intensitas, atau keduanya.
4. Anonim, variabel merupakan sarana untuk memperoleh pemahaman
terhadap masalah yang sedang diteliti secara benar.Dengan menggunakan
variabel-variabel tertentu, peneliti menguji benar atau tidaknya asumsi dan
rumusan masalah yang sebelumnya sudah dibuat.[2]
Macam-macam variabel
Merupakan model
konseptual dari suatu teori atau sesuatu yang logis (logical sense) dari hubungan diantara faktor-faktor yang
diidentifikasi penting pada masalah penelitian bersifat relevan dan dapat
diamati serta diukur kebenarannya. Adapun macam-macam varibel adalah sebagai
berikut:
a. Variabel independen (variabel bebas,
stimulus, predictor, antecedent)
yaitu variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya
variabel dependen (variabel terikat). Contoh dalam penelitian marketing:
variabel kualitas pelayanan (x1) dan jumlah pengunjung (x2) adalah variabel
bebas yang mempengaruhi variabel lain, misalnya variabel penjualan
b. Variabel dependen (variabel terikat,
output, criteria, konsekuen) yaitu
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel
independen. Contoh adalah jumlah pembeli (y) adalah variabel dependen yang
diperngaruhi variabel lain, misalnya variabel kualitas pelayanan dan atau
variabel jumlah pengunjung. Kinerja perusahaan adalah contoh variabel
dependen yang dipengaruhi oleh variabel sumberdaya manusia dan pemasaran atau
promosi.
c. Variabel Moderator (variabel independen
ke-2) yaitu variabel yang mempengaruhi (memperkuat atau memperlemah) hubungan
antara variabel independen dan variabel dependen. Sifat atau arah hubungan
antara kedua variabel tersebut kemungkinan positif ataupun negatif,dalam hal
ini tergantung moderator. Contoh: harga murah seharusnya mempengaruhi
permintaan (semakin banyak), tetapi ternyata tidak karena ada variabel moderator
pendapatan masyarakat turun. Pendapatan masyarakat ditempatkan sebagai variabel
moderator.
d. Variabel intervening yaitu variabel yang
secara teoritis memengaruhi hubungan antara variabel independen dan variabel
dependen, tetapi tidak dapat diamati atau diukur. Variabel ini merupakan
variabel penyela yang terletak diantara variabel dependen dan variabel
independen, sehingga variabel independen tidak langsung memengaruhi berubahnya
atau timbulnya variabel dependen. Contoh : gaji pegawai tinggi, pemimpin
berperilaku baik, tetapi prestasi kerjanya rendah. Setelah diteliti ternyata
pegawai tersebut sedang frustasi.Jadi, frustasi adalah sebagai Variabel Intervening. Secara teoritis frustasi
akan mempengaruhi prestasi pegawai, tetapi frustasi ini tidak dapat diukur.
e. Variabel control adalah variabel yang
dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel independen terhadap
dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti (digunakan
untuk membandingkan melalui penelitian eksperimen). Contoh:membandingkan
penampilan kerja petugas pemasaran antara lulusan Sekolah Menengah Umum (SMU)
dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Untuk bisa membandingkan penampilan
kerja kedua lulusan sekolah itu maka peneliti harus menetapkan variabel controlnya. Dalam hal ini variabel controlnya adalah: Pekerjaan yang
dikerjakan, alat untuk mengerjakan, pengalaman kerja, iklim kerja organisasi
dimana pegawai tersebut harus sama. Tanpa ada varabel controlnya akan sulit
ditemukan apakah perbedaan penampilan karyawan tersebut karena faktor
pendidikan (SMU-SMK) atau bukan.[3]
C. Karakteristik Instrumen Pengukuran
Instrumen atau alat
pengumpul data adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu
penelitian. Data yang terkumpul dengan menggunakan instrumen tertentu akan
dideskripsikan dan dilampirkan atau digunakan untuk menguji hipotesis yang
diajukan dalam suatu penelitian. Instrument memegang peranan penting dalam
menentukan mutu suatu penelitian, karena validitas atau kesahihan data yang
diperoleh akan sangat ditentukan oleh kualitas atau validitas instrumen yang
digunakan, di samping prosedur pengukuran data yang ditempuh. Instrument
berfungsi mengungkapkan fakta menjadi data, sehingga jika instrument yang
digunakan mempunyai kualitas memadai (valid dan realibel) maka data yang
diperoleh akan sesuai dengan fakta atau keadaan sesungguhnya di lapangan,
demikiaan juga sebaliknya, Sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang keliru.
D. Jenis – Jenis Instrumen Penelitian
Secara
garis besar instrumen penelitian sosial dan pendidikan terbagi menjadi dua
bagian yaitu penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Penelitian
kualitatif dilakukan pada latar yang alami (natural setting), lebih
memperhatikan proses daripada hasil semata, dan yang terpenting adalah berusaha
memahami makna dari suatu kejadian atau berbagai interaksi dalam situasi yang
wajar (Bogdan & Biklen, 1982:27-30).
Oleh karena itu instrumen yang digunakan
bukanlah kuesioner atau tes, melainkan si peneliti itu sendiri.Pemanfaatan
manusia sebagai instrumen penelitian dilandasi oleh keyakinan bahwa hanya
manusia yang mampu menggapai dan menilai makna dari suatu peristiwa atau
berbagai interaksi sosial. Menurut Lincoln dan Guba (1985) ada tujuh hal yang
membuat manusia menjadi instrumen yang memiliki kualifikasi baik, yaitu: (1) responsive, (2) adaptif, (3) holistic, (4) memahami konsep yang tidak
terkatakan, (5) mampu memproses data secara langsung, (6) mampu mengklasifikasi
dan meringkas data dengan segera, (7) mampu mengeksplorasi respon yang khusus
dan istimewa. Singkatnya semua alat – alat yang digunakan oleh peneliti
kualitatif dalam mengumpulkan data adalah sekedar alat bantu, sedangkan
instrumen utamanya adalah dirinya sendiri.
Penelitian
yang menggunakan pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang datanya berbasis
pada angka yang kemudian diuji dengan menggunakan perhitungan statistik. Dalam
hal ini penelitian kuantitatif dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: (1)
tes, (2) kuesioner, (3) pedoman observasi. Namun bila dikaji lebih jauh,
sebagaimana yang akan ditunjukan pada bahasan mengenai tes, akan lebih tepat
kalau instrument penelitian dipilahkan menjadi empat bagian, yaitu: (1) tes,
(2) inventori, (3) kuesioner, (4) pedoman observasi. Pemilahan instrument
penelitian menjadi empat dipandang lebih tepat, karena masing – masing jenis
instrumen memiliki karakteristik yang khas. Dalam tes, khususnya tes objektif,
dikenal adanya jawaban benar dan salah sehingga dapat diberi skor satu dan nol,
masing – masing untuk jawaban benar dan salah.Dalam inventori dan kuesioner
jarang ada pernyataan-pernyataan yang dapat dinilai secara benar dan salah.
Kuesioner
digunakan untuk menjaring data yang bersifat informatif faktual, sehingga uji
validitas butir secara empirik tidak dapat dilakukan. Akibatnya tingkat
reliabilitas instrument yang berupa kuesioner tidak dapat diestimasi dengan
menggunakan statistik. Sebaliknya, butir – butir pertanyaan – pertanyaan
didalam tes dan inventori wajib diuji validitasnya secara empirik. Antara tes
dan inventori ada kemungkinan menggunakan cara yang tidak sama. Pedoman
observasi digunakan oleh peneliti untuk mengumpulksn data yang dapat diamati
secara nyata, maka pengujian validitas butir pernyataan dalam pedoman observasi
tidak dapat dilakukan secara empirik.Begitu pula tingkat reliabilitasnya tidak
dapat diestimasi dengan menggunakan pendekatan statistik.[4]
E.
Skala Pengukuran
Skala merupakan teknik pengumpulan
data yang bersifat mengukur,
karena diperoleh hasil ukur
yang berbentuk angka-angka. [5] Skala pengukuran
merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang
pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila
digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Sebagai contoh,
misalnya timbangan emas sebagai instrumen untuk mengukur berat emas, dibuat
dengan skala mg dan akan menghasilkan data kuantitatif berat emas dalam satuan
mg. Meteran sebagai instrumen untuk mengukur panjang dibuat dengan skala mm,
dan akan menghasilkan data kuantutatif panjang dengan satuan mm.
Dengan skala pengukuran ini, maka nilai variabel yang
diukur dengan instrumen tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga
akan lebih akurat, efisien dan komunikatif. Misalnya berat emas 19 gram, berat
besi 100 kg, IQ seseorang 150. Selanjutnya dalam pengukuran sikap, sikap
sekelompok orang akan diketahui termasuk gradasi mana dari suatu skala sikap. [6]
B.
Jenis-jenis Skala Pengukuran
1. Skala nominal
Skala nominal merupakan skala paling sederhana dari empat
skala yang ada. Skala nominal memberikan suatu sistem kualitatif untuk
mengkategorikan orang atau objek ke dalam kategori, kelas, atau klasifikasi.
Skala nominal ini hanya mempunyai fungsi yang terbatas, yaitu mengidentifikasi
dan membedakan. Sebagai contoh, jenis kelamin merupakan contoh skala nominal
yang menandai seseorang, yakni laki-laki atau perempuan.
2. Skala ordinal
Skala ordinal memungkinkan untuk mengurutkan seseorang
atau objek sesuai dengan banyak atau kuantitas dari karakteristik yang
dimilikinya. Pada skala ordinal, dimungkinkan untuk melakukan penghitungan
(kuantifikasi) variabel-variabel yang diuji sehingga dapat memberikan informasi
yang lebih substansial dibandingkan dengan skala nominal. Contoh dalam kelas
kepelatihan yang terdiri dari beberapa trainee Adi, Budi, Santi, Eka, Fitri,
dan Gina. Eka adalah siswa yang paling tinggi, diikuti kemudian oleh Adi dan
Santi, sedangkan Gina adalah siswa yang paling pendek, yang agak tinggi Budi,
dan diikuti kemudian oleh Fitri. Dalam analisis data, ada kemungkinan seorang
pengembang ingin mengurutkannya dari variabel paling tinggi ke yang paling
rendah, atau sebaliknya dari yang paling rendah sampai ke yang paling tinggi.
Untuk tujuan itu, mereka dapat melakukan analisis pada para trainee, kemudian
diurutkan sesuai dengan keperluannya. Hasil yang dicapai di antaranya menjadi
seperti berikut: Eka, Adi, Santi, Fitri, Budi, dan Gina. [7]
3. Skala interval
Skala interval dapat memberikan informasi yang lebih dibandingkan dengan skala
nominal atau ordinal. Skala
interval juga memungkinkan untuk mengurutkan seseorang atau objek seperti halnya skala
ordinal, namun dengan unit yang sama. Melalui unit
yang sama maka perbedaan antara unit-unit yang berdekatan pada skala itu ekuivalen.
Misalnya, selisih skor antara 70 dan 71 adalah sama dengan selisih skor 50 dan 51 (92 dan 93, 37 dan
38, dan seterusnya).
Kebanyakan tes di bidang pendidikkan didesain untuk menghasilkan skor-skor interval. Perhatikan contoh skor untuk ketiga
orang pada tes sikap berikut. Misalkan siswa A mendapat skor 100, siswa B mendapat skor 110, dan siswa C mendapat skor 120. Berdasarkan skor ketiga siswa tersebut,
dapat dibuat beberapa kesimpulan. Pertama, skor siswa C merupakan skor tertinggi
kemudian diikuti oleh siswa B dan A. Kedua, selisih skor siswa A dan
siswa B (yakni 10 poin) ekuivalen dengan selisih skor siswa B dan siswa C
(juga10 poin). Ketiga,
selisih antara siswa A dan siswa C (yakni 20 poin) adalah dua kali lebih besar selisih antara siswa
A dan siswa B (yakni 10 poin).[8]
4.
Skala rasio
Ukuran rasio adalah ukuran yang mencakup semua ukuran
di atas, ditambah dengan satu sifat lain, yaitu ukuran ini memberikan keterangan tentang nilai absolut dari objek
yang diukur. Ukuran rasio mempunyai titik nol, karena itu maka ukuran
rasio dapat dibuat perkalian ataupun pembagian. Angka pada skala rasio
menunjukkan nilai sebenarnya dari objek yang diukur. Jika ada 4 bayi, A, B, C,
dan D mempunyai berat badan 1 kg, 3 kg,
4 kg, dan 5 kg dengan ukuran
rasio, berat bayi C adalah 4 kali berat bayi A; berat bayi D adalah 5 kali
berat bayi A; berat bayi C adalah 4/3 kali berat bayi B. Dengan perkataan lain,
rasio antara C dan A adalah 4:1, rasio antara D dan A adalah 5:1, sedang rasio
antara C dan B adalah 4:3. Interval
antara A dan C adalah 4-1 = 3 kg dan berat bayi C adalah 4 kali berat bayi A. [9]
Berbagai
skala sikap yang dapat digunakan untuk penelitian Administrasi, Pendidikan dan
Sosial antara lain adalah :
1.
Skala Likert
Skala
Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena
sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang
selanjutmya disebut sebagai variable penelitian. Dengan skala Likert, maka
variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variable. Kemudian
indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item
instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan, baik bersifat favorable
(positif) bersifat bersifat unfavorable (negatif).
Skala
ini menilai sikap atau tingkah laku yang diinginkan oleh para peneliti dengan
cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada responden. Kemudian responden
diminta memberikan pilihan jawaban atau respons dalam skala ukur yang telah
disediakan.
Jawaban setiap item instrumen yang mengunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yag berupa kata-kata antara lain :
Jawaban setiap item instrumen yang mengunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yag berupa kata-kata antara lain :
a.
Sangat Setuju, b. Setuju, c. Ragu-ragu, d. Tidak Setuju, e. Sangat Tidak
setuju
b.Sangat
Baik, b. Baik, c. Ragu-ragu, d. Tidak Baik, e. Sangat Tidak Baik
Sistem
penilaian dalam skala Likert adalah sebagai berikut:
Item Favorable: sangat setuju/baik (5), setuju/baik (4), ragu-ragu (3), tidak setuju/baik (2), sangat tidak setuju/baik (1)
Item Unfavorable: sangat setuju/ baik (1), setuju/ baik (2), ragu-ragu (3), tidak setuju/ baik (4), sangat tidak setuju/ baik (5).
Item Favorable: sangat setuju/baik (5), setuju/baik (4), ragu-ragu (3), tidak setuju/baik (2), sangat tidak setuju/baik (1)
Item Unfavorable: sangat setuju/ baik (1), setuju/ baik (2), ragu-ragu (3), tidak setuju/ baik (4), sangat tidak setuju/ baik (5).
Insrtumen penelitian yang
menggunakan skala Likert dapat dibuat
dalam bentuk checklist ataupun
pilihan ganda.
Contoh Bentuk Cheklist
Berilah
jawaban pernyataan berikut sesuai dengan pendapat Anda, dengan cara memberi
tanda (X) pada kolom yang tersedia
SS :
Sangat setuju
S : Setuju
RG :
Ragu- Ragu
TS :
Tidak Setuju
STS :
Sangat Tidak Setuju
Contoh Soal Pilihan Ganda
Masyarakat
bersifat proaktif dalam mengembangkan pendidikan.
a. Sangat Setuju,
b. Setuju,
c. Ragu-ragu,
d. Tidak Setuju,
e. Sangat Tidak setuju
2.
Skala Guttman
Skala
Guttman merupakan skala kumulatif. Jika seseorang menyisakan pertanyaan
yang berbobot lebih berat, ia akan mengiyakan pertanyaan yang kurang berbobot
lainnya. Skala Guttman mengukur suatu dimensi saja dari suatu yang
variable yang multidimensi. Skala Guttman disebut juga skala Scalogram
yang sangat baik untuk meyakinkan. Peneliti tentang kesatuan dimensi dari sifat
atau sikap yang teliti yang sering disebut dengan atribut universal. Pada skala
Guttman terdapat beberapa pertanyaan yang diurutkan secara hierarkis
untuk melihat sikap tertentu seseorang. Jika seseorang menyatakan tidak
terhadap pernyataan sikap tertentu dari sederetan pernyataan itu, ia akan
menyatakan lebih dari tidak terhadap pernyataan berikutnya. Jadi skala Guttman
ialah skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan
konsisten.
Misalnya
: Yakin – Tidak Yakin, Ya- Tidak, Benar- Salah ; Positif – Negatif, pernah –
Belum pernah ; Setuju- Tidak Setuju dan lain sebagainya.
Data
yang diperoleh dapat berupa data interval atau ratio dikotomi (dua alternative
yang berbeda). Oerbedaan skala likert dengan skala guttman ialah
kalau skala likert terdapat jarak (interval); 3, 4, 5, 6 atau 7 yaitu
dari sangat benar (SB) sampai denagn Sangat Tidak Benar (STB), sedangkan dalam
skala Guttman hanya ada dua interval, yaitu : Benar (B) dan Salah (S).
Skala
Guttman disamping dapat dibuat bentuk pilihan ganda dan juga bisa dibuat dalam
bentuk checklist. Jawaban responden dapat berupa skor tertinggi bernilai (1)
dan skor terendah (0). Misalnya : untuk jawaban benar (1) dan salah (0).
Analisis dilakukan seperti pada skala Likert.
Contoh
:
Saudara punya orang tua ?
a.
Ya
b.
Tidak
Anda punya Kartu Pokok Wajib Pajak ?
a.
Ya
b.
Tidak[10]
3.
Skala Penilaian (Rating scale)
Skala
rating umumnya melibatkan penilaian tingkah laku atau performa seseorang yang
hendak diteliti. Dalam skala rating ini, seolah- olah penilai diminta oleh
peneliti untuk menempatkan seseorang yang dinilai pada beberapa titik yang
telah disusun secara berurutan atau dalam kategori yang menggambarkan tingkah
laku seseorang tersebut.
Pada
skala rating ini, penilai diasumsikan bahwa mereka adalah orang- orang yang
mengetahui benar tentang tingkah laku individual tersebut. Ada beberapa tipe
skala rating yang banyak digunakan sebagai skala pengukuran dalam penelitian.
Mereka dapat dikelompokkan sebagai skala rating individual dan skala rating
kelompok. Dilihat dari cara menggambarkannya, skala rating juga dapat dibedakan
menjadi skala grafik dan skala kategori. Berikut contoh dari skala grafik
:
Skala
grafik merupakan skala rating yang memberikan kesempatan kepada para penilai
dengan secara mudah memberikan tanda check (Ö) pada titik- titik yang tepat pada
garis yang menunjukkan tentang tingkah laku.
Aspek
Tingkah Laku
|
Rendah
|
Sedang
|
Tinggi
|
Penampilan
Pribadi
|
|||
Ketrampilan Berkomunikasi
|
|||
Adaptasi
dengan Lingkungan sosial
|
|||
Bekerja
secara Kelompok
|
|||
Bekerja
secara Mandiri
|
Untuk
skala kategori, peneliti hendak melakukan penilaian kreativitas seorang siswa.
Item kategorinya mungkin dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan.
Untuk
item pertanyaan, sebagai contohnya :
Bagamanakah
kreativitas siswa dalam proses belajar di kelas ?
Sangat kreatif
Kreatif
Tidak kreatif
Sangat tidak kreatif
Jika
item kategorinya adalah pernyataan, maka bentuk item kategori dapat seperti
berikut :
Kreativitas
siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di kelas dapat dikelompokkan sebagai
siswa,
Sangat kreatif
Kreatif
Tidak kreatif
4.
Skala perbedaan Semantik (Semantic Defential)
Skala
pengukuran yang berbentuk semantic defferensial dikembangkan oleh Osgood. Skala
ini juga digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda
maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban
“sangat positifnya” terletak dibagian kanan garis, dan jawaban yang “sangat
negatif” terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang
diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur
sikap/ karakteristik tertentu yang dipunyai seseorang.
Contoh
:
Mohon
diberi nilai gaya kepemimpinan kepala sekolah
|
Bersahabat 5 4 3 2 1 Tidak Bersahabat
Tepat
janji 5 4 3 2 1 Lupa
Janji
Bersaudara 5 4 3 2 1 Memusuhi
Mempercayai 5 4 3 2 1 Mendominasi
Responden dapat memberi jawaban,
pada rentang jawaban yang positif sampai dengan negative. Hal ini tergantung
pada persepsi responden kepada yang dinilai. Responden yang memberi penilaian
dengan angka 5, berarti persepsi responden terhadap Kepala Sekolah itu sangat
positif, sedangkan bila memberi jawaban pada angka 3, berarti netral, dan bila
memberi jawaban pada angka 1, maka persepsi responden terhadap kepala Sekolah
sangat negative. [12]
E. Pengertian Validitas
Validitas atau
kesahihan berasal dari kata validity yang
berarti sejauh mana kecepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan
fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukuran dikatakan memiliki
validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau
memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya hasil pengukuran
tersebut. Artinya hasil ukur dari pengukuran tersebut merupakan besaran yang
mencerminkan secara tepat fakta atau keadaaan sesungguhnya dari apa yang
diukur.
Validitas suatu
instrument atau tes mempermasalahkan apakah instrument atau tes tersebut
benar-benar mengukur apa yang hendak diukur. Seperti yang dikatakan oleh
Cureton dalam bukunya Educational
Measurement Validity, bahwa “The
essential question of test validity is how well a test does the job it is
employed to do”. Maksudnya adalah
bahwa seberapa jauh suatu tes mampu mengungkapkan dengan tepat ciri atau keadaan
yang sesungguhnya dari objek ukur, akan tergantung dari tingkat validitas atau
kesahihan tes yang bersangkutan.
Dengan demikian, maka
tes yang valid untuk tujuan tertentu adalah tes yang mampu mengukur apa yang
hendak diukur. Suatu tes yang valid untuk tujuan tertentu atau pengambilan
keputusan tertentu, mungkin tidak valid untuk tujuan atau pengambilan keputusan
lain. Jadi validitas suatu tes harus selalu dikaitkan dengan tujuan atau
pengambilan keputusan tertentu. Contoh tes masuk pada sekolah tertentu harus
selalu dikaitkan dengan seberapa jauh tes masuk tersebut dapat mencerminkan
prestasi belajar para calon siswa baru setelah belajar nanti.
Konsep validitas
instrument atau tes dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Validitas isi. Validiats isi memparmasalahkan seberapa jauh
suatu tes mengukur tingkat penguasaan terhadap isi suatu materi tertentu yang
seharusnya dikuasai sesuai dengan tujuan pengajaran. Menurut Gregory validitas
isi menunjukkan sejauh mana pertanyaan, tugas atau butir dalam suatu tes atau
instrument mampu mewakili secara keseluruhan dan proporsional sesuatu
keseluruhan prilaku sampel yang menjadi tujuan pembelajaran yang akan diukur
pencapaiannya. Artinya tes mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang
diujikan atau yang seharusnya dikuasai secara proporsional.
Untuk mengetahui
apakah tes itu valid atau tidak harus dilakukan melalui penelaahan kisi-kisi
tes untuk memastikan bahwa soal-soal tes itu sudah mewakili atau mencerminkan
keseluruhan konten atau materi yang seharusnya dikuasai secara proporsional.
Oleh karena itu, validitas isi suatu tes tidak mempunyai besaran tertentu yang
dihitung secara statistika, tetapi dipahami bahwa tes itu sudah valid
berdasarkan telaah kisi-kisi tes. Oleh karena itu Wiersma dan Jurs menyatakan
bahwa validitas itu sebenarnya berdasarkan pada analisis logika, jadi tidak
merupakan suatu koefisien validitas yang dihitung secara statistika.
Untuk memperbaiki
suatu validitas suatu tes, maka isi suatu tes harus diusahakan agar mencakup
semua pokok atau subpokok bahasan yang hendak diukur. Kriteria untuk menentukan
proporsi masing-masing pokok atau subpokok bahasan yang tercakup dalam suatu
tes ialah banyaknya isi (materi) masing-masing pokok atau subpokok bahasan,
yang dapat dilihat dari jumlah halaman isi dan jumlah jam pertemuan untuk
masing-masing pokok bahasan atau subpokok bahasan. Seperti tercantum dalam
kurikulum atau silabus. Selain itu penentuan proporsi tersebut dapat pula
berdasarkan pendapat (judgement) para
ahli dalam bidang yang bersangkutan. Jadi, suatu tes akan mempunyai validitas
isi yang baik jika tes tersebut terdiri dari item-item yang mewakili semua
materi yang hendak diukur.
b. Validitas konstruk
Validitas konstruk (Construk Validity) adalah validitas yang
mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa yang
benar-benar dimaksudkan hendak diukur sesuai dengan konstruk atau konsep khusus
atau definisi konseptual yang telah ditetapkan.
Validitas konstruk
biasa digunakan untuk instrumen-instrumen yang dimaksudkan mengukur
variabel-variabel konsep, baik yang sifatnya performansi tipikal seperti
instrument untuk mengukur sikap, minat, konsep diri, lokus control, gaya
kepemimpinan, motivasi berprestasi, d.l.l., maupun yang sifatnya performansi
maksimum seperti instrument untuk mengukur bakat (tes bakat), intelegensi
kecerdasan emosional d.l.l. Untuk menentukan validitas konstruk suatu
instrument harus dilakukan proses penelaahaan teoritis terhadap suatu konsep dari
variable yang hendak diukur. Penentuan perumusan konstruk harus dilakukan
berdasarkan sintesis dari teori-teori mengenai konsep variable yang hendak
diukur melalui proses analisis dan komparasi yang logis dan cermat.
Hal-hal yang perlu
dilakukan dalam menjabarkan dimensi dan indikator dari konstruk yang telah
dirumuskan adalah sebagai berikut:
1) Seberapa jauh
indikator tersebut merupakan indikator yang tepat dari konstruk yang telah
dirumuskan.
2) Indikator-indikator
dari suatu konstruk harus homogen, konsisten, dan konverbel untuk mengukur
konstruk dari variabel yang hendak diukur.
3) Indikator-indikator tersebut harus lengkap
untuk mengukur suatu konstruk secara utuh.
c. Validitas empiris
Validitas empiris atau validitas kriteria
suatu instrumen atau tes ditentukan berdasarkan data hasil ukur instrumen yang
bersangkutan, baik melalui uji coba maupun melalui tes atau pengukuran
sesungguhnya.
F.
Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas yang berasal
dari kata reliability berarti sejauh mana
hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Suatu hasil pengukuran hanya dapat
dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok
subyek yang sama, diperoleh hasil pengukuran yang relatif sama, selama aspek
yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah.
Konsep reliabilitas dalam
arti reliabilitas alat ukur berkaitan erat dengan masalah eror pengukuran. Eror
pengukuran sendiri menunjukkan sejauh mana inkonsistensi hasil pengukuran
terjadi apabila dilakukan pengukuran ulang terhadap kelompok subyek yang sama.
Sedangkan konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas hasil ukur berkaitan erat
dengan eror dalam pengambilan sampel yang mengacu pada inkonsistensi hasil ukur
apabila pengukuran dilakukan ulang pada kelompok yang berbeda.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Instrumen memegang
peranan yang sangat penting dalam menentukan mutu suatu penelitian, karena
validitas atau kesahihan data yang diperoleh akan sangat ditentukan oleh kualitas
atau validitas instrumen yang digunakan, di samping prosedur pengumpulan data
yang ditempuh.
Konstruksi adalah
sebuah konsep yang bersifat abstrak yang tidak dapat diukur secara langsung,
ini merupakan suatu konsep yang ditemukan untuk menerangkan tingkah laku.
Sedangkan, Variabel
adalah suatu besaran yang dapat diubah atau berubah sehingga mempengaruhi peristiwa
atau hasil penelitian. Dengan menggunakan variabel, kita akan lebih mudah
memahami permasalahan.
Instrumen atau alat pengumpul data adalah alat
yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian. Data yang
terkumpul dengan menggunakan instrumen tertentu akan dideskripsikan dan
dilampirkan atau digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam suatu
penelitian.
Ada tujuh hal yang membuat
manusia menjadi instrumen yang memiliki kualifikasi baik, yaitu: (1) responsive, (2) adaptif, (3) holistic, (4) memahami konsep yang tidak
terkatakan, (5) mampu memproses data secara langsung, (6) mampu mengklasifikasi
dan meringkas data dengan segera, (7) mampu mengeksplorasi respon yang khusus
dan istimewa.
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang di
gunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada
dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila di gunakan dalam pengukuran
akan menghasilkan data kuantitatif.
Macam-macam skala pengukuran tersebut antara
lain : Skala Nominal, skala ordinal, skala interval, skala ratio, skala
pengukuran sikap.
Validitas atau kesahihan berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana
kecepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
Sedangkan Reliabilitas yang berasal dari kata reliability berarti sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya. Suatu hasil pengukuran hanya dapat dipercaya apabila dalam beberapa
kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama, diperoleh hasil
pengukuran yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang
belum berubah.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi, 2009, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta:
Bumi Aksara
Djaali dan Pudji Muljono, 2004, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan, Jakarta:
Program Pascasarjana UNJ
Nazir,
Moh., 2005, Metode Penelitian,
Bandung: Alfabeta
R.Gay,L, 2009, Educational
Research, Columbus: Pearson
Riduwan,2009, Skala
Pengukuran Dalam Penelitian, Bandung: CV.Alfabeta
Sukardi, 2009, Metodologi
Penelitian Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung:
CV.alfabeta
Suprananto,Kusaeri,2012, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, Yogyakarta:Graha
Ilmu
Uno,Hamzah,B.dkk., 2001, Pengembangan
Instrumen untuk Penelitian, Jakarta: Delima Press
Riduwan,2009,”Skala Pengukuran Dalam
Penelitian”,(Bandung:CV.Alfabeta),hal:17-18
[1]
L.R. Gay. 1987. Educational Research Competencies for
Analysis and Application. Ohio. Merrill Publishing Company. Page.
144
[2]
Carapedia.com/pengertian_definisi_variabel_info2017.html
[3]
Kuliahitukeren.blogspot.com/2012/12/macam-macam-variabel-penelitian.html
[4]
Nunuynurjanah.wordpress.com/2011/11/29/makalah-pengembangan-instrumen-penelitian/
[5]
Kusaeri Suprananto.2012.Pengukuran dan
Penilaian Pendidikan,Yogyakarta:Graha Ilmu,hal:4
[6]
Sugiyono.2009.Metode Penelitian
Pendidikan.Bandung:CV.alfabeta.hal:134
[7]
Riduwan.2009.Skala Pengukuran Dalam
Penelitian.Bandung:CV.Alfabeta.hal:6
[8]
Nazir,Moh.,2005.Metode Penelitian.
Bandung:Alfabeta.hal:130
[9]
Sugiyono.2009.Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung:CV.alfabeta.hal:134-135
[10]
Riduwan.2009. Skala Pengukuran Dalam
Penelitian.Bandung:CV.Alfabeta.hal:17-18
[11]
Sukardi.2011.Metodologi Penelitian
Pendidikan.Jakarta:PT.Bumi Aksara.hal:152-153
[12]
Sugiyono.2009.Metode Penelitian
Pendidikan.Bandung:CV.alfabeta.hal:140-141
Tidak ada komentar:
Posting Komentar