Kamis, 20 November 2014

pengembangan instrumen penelitian



PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENELITIAN

    Dosen Pengampu : Prof. Dr. Zainal Rafli, M.Pd. dan Dr. Aceng Rahmat, M.Pd.





Disusun Oleh :

Fahrudin                   (7316130257)
Dian Rusdiana         (7316130255)




MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2013

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN       
BAB II PEMBAHASAN
A.   Pengertian Konstruk    
B.   Variabel
C.   Karakteristik Instrumen Pengukuran
D.   Jenis-jenis Instrumen Penelitian
E.   Skala Pengukuran
F.    Validitas dan Reabilitas

BAB III PENUTUP 
DAFTAR PUSTAKA          




BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Instrumen atau alat pengumpul data merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian. Data yang terkumpul dengan menggunakan instrumen tertentu akan dideskripsikan dan dilampirkan atau digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam suatu penelitian.
Instrumen memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan mutu suatu penelitian, karena validitas atau kesahihan data yang diperoleh akan sangat ditentukan oleh kualitas atau validitas instrumen yang digunakan, di samping prosedur pengumpulan data yang ditempuh. Hal ini mudah dipahami karena instrumen berfungsi mengungkapkan fakta menjadi data, sehingga jika instrumen yang digunakan mempunyai kualitas yang memadai dalam arti valid dan reliabel maka data yang diperoleh akan sesuai dengan fakta atau keadaan sesungguhnya di lapangan. Sedangkan jika kualitas instrumen yang digunakan tidak baik dalam arti mempunyai validitas dan reliabilitas yang rendah, maka data yang diperoleh juga tidak valid atau tidak sesuai dengan fakta di lapangan, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang keliru.
Mengumpulkan data dalam suatu penelitian maka kita dapat menggunakan instrumen yang telah tersedia dan dapat pula menggunakan instrumen yang dibuat sendiri. Instrumen yang telah tersedia pada umumnya adalah instrumen yang sudah dianggap baku untuk mengumpulkan data variabel-variabel tertentu.
Dengan demikian, jika instrumen baku telah tersedia untuk mengumpulkan data variabel penelitian maka kita dapat langsung menggunakan instrumen tersebut, dengan catatan bahwa teori yang dijadikan landasan penyusunan instrumen tersebut sesuai dengan teori yang diacu dalam penelitian kita. Selain itu, konstruk variabel yang diukur oleh instrumen tersebut juga sama dengan konstruk variabel yang hendak kita ukur dalam penelitian. Akan tetapi. jika instrumen yang baku belum tersedia untuk mengumpulkan data variabel penelitian, maka instrumen untuk mengumpulkan data variabel tersebut harus dibuat sendiri oleh peneliti.

B.   Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan sebagai berikut.  (1) Apa pengertian konstruk dan variabel? (2) Bagaimana karakteristik instrumen pengukuran? (3) Apa jenis instrumen pengukuran? (4) apa jenis-jenis skala pengukuran?Apa pengertian validitas dan realibilitas?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konstruk
Konstruksi adalah sebuah konsep yang bersifat abstrak yang tidak dapat diukur secara langsung, ini merupakan suatu konsep yang ditemukan untuk menerangkan tingkah laku contohnya konstruksi pendidikan, intelejensi, perorangan, ketidak-efektifan guru, kreativitas, kemampuan, prestasi, dan  motivasi. Untuk dapat mengukur konstruksi harus didefenisikan secara operasional dengan suatu proses yang bisa diobservasi dan diukur. Misalnya konstruk personalitas bisa diukur dengan cara kita harus mengetahui tipe personalitas dan membagikannya dalam dua tipe introvert dan ekstovert, dari dua tipe yang itu dibuatlah 30 butir pertanyaan. Jika hasil skornya tinggi maka dia dikelasifisikan personalitas introvert sedangakan bila rendah ekstrovert, demikian juga ketidakefektifan guru dapat diukur dengan mengobservasi guru tersebut dalam bertindak dan menilai ketidakefektifannya berdasarkan 4 tingkat,puas,kurang puas, cukup puas, sangat puas.[1]


B. Pengertian Variabel
Variabel adalah suatu besaran yang dapat diubah atau berubah sehingga mempengaruhi peristiwa atau hasil penelitian. Dengan menggunakan variabel, kita akan lebih mudah memahami permasalahan. Hal ini dikarenakan kita seolah-olah sudah mendapatkan jawabannya. Biasanya bentuk soal yang menggunakan teknik ini adalah soal counting (menghitung) atau menentuakan suatu bilangan.Dalam penelitian sains, variabel adalah bagian penting yang tidak bisa dihilangkan. 
Pengertian variabel menurut para ahli adalah:
1. Sutrisno Hadi, variabel adalah objek penelitian yang bervariasi, misalnya jenis kelamin karena jenis kelamin mempunyai variasi laki-laki dan perempuan
2. Freddy Rangkuti, variabel adalah konsep yang mempunyai variasi nilai, maka nilai variabel dapat dibedakan menjadi empat tingkatan skala, yaitu: nominal, ordinal, internal, dan rasio.
3. Robbins Pearson, variabel adalah semua karakteristik umum yang dapat diukur dan dapat berubah dalam keluasan, intensitas, atau keduanya.


4. Anonim, variabel merupakan sarana untuk memperoleh pemahaman terhadap masalah yang sedang diteliti secara benar.Dengan menggunakan variabel-variabel tertentu, peneliti menguji benar atau tidaknya asumsi dan rumusan masalah yang sebelumnya sudah dibuat.[2]
Macam-macam variabel
Merupakan model konseptual dari suatu teori atau sesuatu yang logis (logical sense) dari hubungan diantara faktor-faktor yang diidentifikasi penting pada masalah penelitian bersifat relevan dan dapat diamati serta diukur kebenarannya. Adapun macam-macam varibel adalah sebagai berikut:
a. Variabel independen (variabel bebas, stimulus, predictor, antecedent) yaitu variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (variabel terikat). Contoh dalam penelitian marketing: variabel kualitas pelayanan (x1) dan jumlah pengunjung (x2) adalah variabel bebas yang mempengaruhi variabel lain, misalnya variabel penjualan 
b. Variabel dependen (variabel terikat, output, criteria, konsekuen) yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel independen. Contoh adalah jumlah pembeli (y) adalah variabel dependen yang diperngaruhi variabel lain, misalnya variabel kualitas pelayanan dan atau variabel jumlah pengunjung. Kinerja perusahaan adalah contoh variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel sumberdaya manusia dan pemasaran atau promosi. 
c. Variabel Moderator (variabel independen ke-2) yaitu variabel yang mempengaruhi (memperkuat atau memperlemah) hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Sifat atau arah hubungan antara kedua variabel tersebut kemungkinan positif ataupun negatif,dalam hal ini tergantung moderator. Contoh: harga murah seharusnya mempengaruhi permintaan (semakin banyak), tetapi ternyata tidak karena ada variabel moderator pendapatan masyarakat turun. Pendapatan masyarakat ditempatkan sebagai variabel moderator.
d. Variabel intervening yaitu variabel yang secara teoritis memengaruhi hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, tetapi tidak dapat diamati atau diukur. Variabel ini merupakan variabel penyela yang terletak diantara variabel dependen dan variabel independen, sehingga variabel independen tidak langsung memengaruhi berubahnya atau timbulnya variabel dependen. Contoh : gaji pegawai tinggi, pemimpin berperilaku baik, tetapi prestasi kerjanya rendah. Setelah diteliti ternyata pegawai tersebut sedang frustasi.Jadi, frustasi adalah sebagai Variabel Intervening. Secara teoritis frustasi akan mempengaruhi prestasi pegawai, tetapi frustasi ini tidak dapat diukur.
e. Variabel control adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel independen terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti (digunakan untuk membandingkan melalui penelitian eksperimen). Contoh:membandingkan penampilan kerja petugas pemasaran antara lulusan Sekolah Menengah Umum (SMU) dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Untuk bisa membandingkan penampilan kerja kedua lulusan sekolah itu maka peneliti harus menetapkan variabel controlnya. Dalam hal ini variabel controlnya adalah: Pekerjaan yang dikerjakan, alat untuk mengerjakan, pengalaman kerja, iklim kerja organisasi dimana pegawai tersebut harus sama. Tanpa ada varabel controlnya akan sulit ditemukan apakah perbedaan penampilan karyawan tersebut karena faktor pendidikan (SMU-SMK) atau bukan.[3]
C. Karakteristik Instrumen Pengukuran
Instrumen atau alat pengumpul data adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian. Data yang terkumpul dengan menggunakan instrumen tertentu akan dideskripsikan dan dilampirkan atau digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam suatu penelitian. Instrument memegang peranan penting dalam menentukan mutu suatu penelitian, karena validitas atau kesahihan data yang diperoleh akan sangat ditentukan oleh kualitas atau validitas instrumen yang digunakan, di samping prosedur pengukuran data yang ditempuh. Instrument berfungsi mengungkapkan fakta menjadi data, sehingga jika instrument yang digunakan mempunyai kualitas memadai (valid dan realibel) maka data yang diperoleh akan sesuai dengan fakta atau keadaan sesungguhnya di lapangan, demikiaan juga sebaliknya, Sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang keliru.
D. Jenis – Jenis Instrumen Penelitian
Secara garis besar instrumen penelitian sosial dan pendidikan terbagi menjadi dua bagian yaitu penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan pada latar yang alami (natural setting), lebih memperhatikan proses daripada hasil semata, dan yang terpenting adalah berusaha memahami makna dari suatu kejadian atau berbagai interaksi dalam situasi yang wajar (Bogdan & Biklen, 1982:27-30).
   Oleh karena itu instrumen yang digunakan bukanlah kuesioner atau tes, melainkan si peneliti itu sendiri.Pemanfaatan manusia sebagai instrumen penelitian dilandasi oleh keyakinan bahwa hanya manusia yang mampu menggapai dan menilai makna dari suatu peristiwa atau berbagai interaksi sosial. Menurut Lincoln dan Guba (1985) ada tujuh hal yang membuat manusia menjadi instrumen yang memiliki kualifikasi baik, yaitu: (1) responsive, (2) adaptif, (3) holistic, (4) memahami konsep yang tidak terkatakan, (5) mampu memproses data secara langsung, (6) mampu mengklasifikasi dan meringkas data dengan segera, (7) mampu mengeksplorasi respon yang khusus dan istimewa. Singkatnya semua alat – alat yang digunakan oleh peneliti kualitatif dalam mengumpulkan data adalah sekedar alat bantu, sedangkan instrumen utamanya adalah dirinya sendiri.
Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang datanya berbasis pada angka yang kemudian diuji dengan menggunakan perhitungan statistik. Dalam hal ini penelitian kuantitatif dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: (1) tes, (2) kuesioner, (3) pedoman observasi. Namun bila dikaji lebih jauh, sebagaimana yang akan ditunjukan pada bahasan mengenai tes, akan lebih tepat kalau instrument penelitian dipilahkan menjadi empat bagian, yaitu: (1) tes, (2) inventori, (3) kuesioner, (4) pedoman observasi. Pemilahan instrument penelitian menjadi empat dipandang lebih tepat, karena masing – masing jenis instrumen memiliki karakteristik yang khas. Dalam tes, khususnya tes objektif, dikenal adanya jawaban benar dan salah sehingga dapat diberi skor satu dan nol, masing – masing untuk jawaban benar dan salah.Dalam inventori dan kuesioner jarang ada pernyataan-pernyataan yang dapat dinilai secara benar dan salah.
Kuesioner digunakan untuk menjaring data yang bersifat informatif faktual, sehingga uji validitas butir secara empirik tidak dapat dilakukan. Akibatnya tingkat reliabilitas instrument yang berupa kuesioner tidak dapat diestimasi dengan menggunakan statistik. Sebaliknya, butir – butir pertanyaan – pertanyaan didalam tes dan inventori wajib diuji validitasnya secara empirik. Antara tes dan inventori ada kemungkinan menggunakan cara yang tidak sama. Pedoman observasi digunakan oleh peneliti untuk mengumpulksn data yang dapat diamati secara nyata, maka pengujian validitas butir pernyataan dalam pedoman observasi tidak dapat dilakukan secara empirik.Begitu pula tingkat reliabilitasnya tidak dapat diestimasi dengan menggunakan pendekatan statistik.[4]
E.           Skala Pengukuran
Skala merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat mengukur, karena diperoleh hasil ukur yang berbentuk angka-angka. [5] Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Sebagai contoh, misalnya timbangan emas sebagai instrumen untuk mengukur berat emas, dibuat dengan skala mg dan akan menghasilkan data kuantitatif berat emas dalam satuan mg. Meteran sebagai instrumen untuk mengukur panjang dibuat dengan skala mm, dan akan menghasilkan data kuantutatif panjang dengan satuan mm.
Dengan skala pengukuran ini, maka nilai variabel yang diukur dengan instrumen tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga akan lebih akurat, efisien dan komunikatif. Misalnya berat emas 19 gram, berat besi 100 kg, IQ seseorang 150. Selanjutnya dalam pengukuran sikap, sikap sekelompok orang akan diketahui termasuk gradasi mana dari suatu skala sikap. [6]

B.        Jenis-jenis Skala Pengukuran
1.      Skala nominal
Skala nominal merupakan skala paling sederhana dari empat skala yang ada. Skala nominal memberikan suatu sistem kualitatif untuk mengkategorikan orang atau objek ke dalam kategori, kelas, atau klasifikasi. Skala nominal ini hanya mempunyai fungsi yang terbatas, yaitu mengidentifikasi dan membedakan. Sebagai contoh, jenis kelamin merupakan contoh skala nominal yang menandai seseorang, yakni laki-laki atau perempuan.
2.      Skala ordinal
Skala ordinal memungkinkan untuk mengurutkan seseorang atau objek sesuai dengan banyak atau kuantitas dari karakteristik yang dimilikinya. Pada skala ordinal, dimungkinkan untuk melakukan penghitungan (kuantifikasi) variabel-variabel yang diuji sehingga dapat memberikan informasi yang lebih substansial dibandingkan dengan skala nominal. Contoh dalam kelas kepelatihan yang terdiri dari beberapa trainee Adi, Budi, Santi, Eka, Fitri, dan Gina. Eka adalah siswa yang paling tinggi, diikuti kemudian oleh Adi dan Santi, sedangkan Gina adalah siswa yang paling pendek, yang agak tinggi Budi, dan diikuti kemudian oleh Fitri. Dalam analisis data, ada kemungkinan seorang pengembang ingin mengurutkannya dari variabel paling tinggi ke yang paling rendah, atau sebaliknya dari yang paling rendah sampai ke yang paling tinggi. Untuk tujuan itu, mereka dapat melakukan analisis pada para trainee, kemudian diurutkan sesuai dengan keperluannya. Hasil yang dicapai di antaranya menjadi seperti berikut: Eka, Adi, Santi, Fitri, Budi, dan Gina. [7]
3.      Skala interval
Skala interval dapat memberikan informasi yang lebih dibandingkan dengan skala nominal atau ordinal. Skala interval juga memungkinkan untuk mengurutkan seseorang atau objek seperti halnya skala ordinal, namun dengan unit yang sama. Melalui unit yang sama maka perbedaan antara unit-unit yang berdekatan pada skala itu ekuivalen. Misalnya, selisih skor antara 70 dan 71 adalah sama dengan selisih skor 50 dan 51 (92 dan 93, 37 dan 38, dan seterusnya).
Kebanyakan tes di bidang pendidikkan didesain untuk menghasilkan skor-skor interval. Perhatikan contoh skor untuk ketiga orang pada tes sikap berikut. Misalkan siswa A mendapat skor 100, siswa B mendapat skor 110, dan siswa C mendapat skor 120. Berdasarkan skor ketiga siswa tersebut, dapat dibuat beberapa kesimpulan. Pertama, skor siswa C merupakan skor tertinggi kemudian diikuti oleh siswa B dan A. Kedua, selisih skor siswa A dan siswa B (yakni 10 poin) ekuivalen dengan selisih skor siswa B dan siswa C (juga10 poin). Ketiga, selisih antara siswa A dan siswa C (yakni 20 poin) adalah dua kali lebih besar selisih antara siswa A dan siswa B (yakni 10 poin).[8]
4.      Skala rasio
Ukuran rasio adalah ukuran yang mencakup semua ukuran di atas, ditambah dengan satu sifat lain, yaitu ukuran ini memberikan keterangan tentang nilai absolut dari objek yang diukur. Ukuran rasio mempunyai titik nol, karena itu maka ukuran rasio dapat dibuat perkalian ataupun pembagian. Angka pada skala rasio menunjukkan nilai sebenarnya dari objek yang diukur. Jika ada 4 bayi, A, B, C, dan D mempunyai berat badan 1 kg, 3 kg,
4 kg, dan 5 kg dengan ukuran rasio, berat bayi C adalah 4 kali berat bayi A; berat bayi D adalah 5 kali berat bayi A; berat bayi C adalah 4/3 kali berat bayi B. Dengan perkataan lain, rasio antara C dan A adalah 4:1, rasio antara D dan A adalah 5:1, sedang rasio antara C dan B adalah 4:3. Interval antara A dan C adalah 4-1 = 3 kg dan berat bayi C adalah 4 kali berat bayi A. [9]

Berbagai skala sikap yang dapat digunakan untuk penelitian Administrasi, Pendidikan dan Sosial antara lain adalah :
1.         Skala Likert 
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang  tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan  secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutmya disebut sebagai variable penelitian. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variable. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan, baik bersifat favorable (positif) bersifat bersifat unfavorable (negatif).
Skala ini menilai sikap atau tingkah laku yang diinginkan oleh para peneliti dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada responden. Kemudian responden diminta memberikan pilihan jawaban atau respons dalam skala ukur yang telah disediakan.
Jawaban setiap item instrumen yang mengunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yag berupa kata-kata antara lain :
a. Sangat Setuju, b. Setuju, c. Ragu-ragu, d. Tidak Setuju, e. Sangat Tidak setuju 
b.Sangat Baik, b. Baik, c. Ragu-ragu, d. Tidak Baik, e. Sangat Tidak Baik
Sistem penilaian dalam skala Likert adalah sebagai berikut:
Item Favorable: sangat setuju/baik (5), setuju/baik (4), ragu-ragu (3), tidak setuju/baik (2), sangat tidak setuju/baik (1)
Item Unfavorable: sangat setuju/ baik (1), setuju/ baik (2), ragu-ragu (3), tidak setuju/ baik (4), sangat tidak setuju/ baik (5).
Insrtumen penelitian yang menggunakan skala Likert dapat dibuat
dalam bentuk checklist ataupun pilihan ganda.
Contoh Bentuk Cheklist
Berilah jawaban pernyataan berikut sesuai dengan pendapat Anda, dengan cara memberi tanda (X) pada kolom yang tersedia 
SS       : Sangat setuju
S         :  Setuju
RG      : Ragu- Ragu
TS       : Tidak Setuju
STS    : Sangat Tidak Setuju
Contoh Soal Pilihan Ganda
Masyarakat bersifat proaktif dalam mengembangkan pendidikan.
a. Sangat Setuju,
b. Setuju,
c. Ragu-ragu,
d. Tidak Setuju,
e. Sangat Tidak setuju
2.         Skala Guttman
Skala Guttman merupakan skala kumulatif. Jika seseorang menyisakan pertanyaan yang berbobot lebih berat, ia akan mengiyakan pertanyaan yang kurang berbobot lainnya. Skala Guttman mengukur suatu dimensi saja dari suatu yang variable yang multidimensi. Skala Guttman disebut juga skala Scalogram yang sangat baik untuk meyakinkan. Peneliti tentang kesatuan dimensi dari sifat atau sikap yang teliti yang sering disebut dengan atribut universal. Pada skala Guttman terdapat beberapa pertanyaan yang diurutkan secara hierarkis untuk melihat sikap tertentu seseorang. Jika seseorang menyatakan tidak terhadap pernyataan sikap tertentu dari sederetan pernyataan itu, ia akan menyatakan lebih dari tidak terhadap pernyataan berikutnya. Jadi skala Guttman ialah skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan konsisten. 
Misalnya : Yakin – Tidak Yakin, Ya- Tidak, Benar- Salah ; Positif – Negatif, pernah – Belum pernah ; Setuju- Tidak Setuju dan lain sebagainya.
Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau ratio dikotomi (dua alternative yang berbeda). Oerbedaan skala likert dengan skala guttman ialah kalau skala likert terdapat jarak (interval); 3, 4, 5, 6 atau 7 yaitu dari sangat benar (SB) sampai denagn Sangat Tidak Benar (STB), sedangkan dalam skala Guttman hanya ada dua interval, yaitu : Benar (B) dan Salah (S).
Skala Guttman disamping dapat dibuat bentuk pilihan ganda dan juga bisa dibuat dalam bentuk checklist. Jawaban responden dapat berupa skor tertinggi bernilai (1) dan skor terendah (0). Misalnya : untuk jawaban benar (1) dan salah (0). Analisis dilakukan seperti pada skala Likert.
Contoh :
        Saudara punya orang tua ? 
a. Ya
b. Tidak
        Anda punya Kartu Pokok Wajib Pajak ?
a. Ya
b. Tidak[10]
3.         Skala Penilaian (Rating scale)
Skala rating umumnya melibatkan penilaian tingkah laku atau performa seseorang yang hendak diteliti. Dalam skala rating ini, seolah- olah penilai diminta oleh peneliti untuk menempatkan seseorang yang dinilai pada beberapa titik yang telah disusun secara berurutan atau dalam kategori yang menggambarkan tingkah laku seseorang tersebut. 
Pada skala rating ini, penilai diasumsikan bahwa mereka adalah orang- orang yang mengetahui benar tentang tingkah laku individual tersebut. Ada beberapa tipe skala rating yang banyak digunakan sebagai skala pengukuran dalam penelitian. Mereka dapat dikelompokkan sebagai skala rating individual dan skala rating kelompok. Dilihat dari cara menggambarkannya, skala rating juga dapat dibedakan menjadi skala grafik dan skala kategori. Berikut contoh dari skala grafik : 
Skala grafik merupakan skala rating yang memberikan kesempatan kepada para penilai dengan secara mudah memberikan tanda check (Ö) pada titik- titik yang tepat pada garis yang menunjukkan tentang tingkah laku.

Aspek Tingkah Laku
Rendah
Sedang
Tinggi
Penampilan Pribadi



Ketrampilan Berkomunikasi



Adaptasi dengan Lingkungan sosial



Bekerja secara Kelompok



Bekerja secara Mandiri




Untuk skala kategori, peneliti hendak melakukan penilaian kreativitas seorang siswa. Item kategorinya mungkin dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan.
Untuk item pertanyaan, sebagai contohnya :
Bagamanakah kreativitas siswa dalam proses belajar di kelas ?
        Sangat kreatif
        Kreatif
        Tidak kreatif
        Sangat tidak kreatif
Jika item kategorinya adalah pernyataan, maka bentuk item kategori dapat seperti berikut :
Kreativitas siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di kelas dapat dikelompokkan sebagai siswa,
        Sangat kreatif
        Kreatif
        Tidak kreatif
        Sangat tidak kreatif . [11]

4.        Skala perbedaan Semantik (Semantic Defential)
Skala pengukuran yang berbentuk semantic defferensial dikembangkan oleh Osgood. Skala ini juga digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban “sangat positifnya” terletak dibagian kanan garis, dan jawaban yang “sangat negatif” terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap/ karakteristik tertentu yang dipunyai seseorang.
Contoh :
Mohon diberi nilai gaya kepemimpinan kepala sekolah

 Bersahabat            5          4          3          2          1          Tidak Bersahabat
Tepat janji    5          4          3          2          1          Lupa Janji
Bersaudara 5          4          3          2          1          Memusuhi
Mempercayai  5      4          3          2          1          Mendominasi
Responden dapat memberi jawaban, pada rentang jawaban yang positif sampai dengan negative. Hal ini tergantung pada persepsi responden kepada yang dinilai. Responden yang memberi penilaian dengan angka 5, berarti persepsi responden terhadap Kepala Sekolah itu sangat positif, sedangkan bila memberi jawaban pada angka 3, berarti netral, dan bila memberi jawaban pada angka 1, maka persepsi responden terhadap kepala Sekolah sangat negative. [12]
E. Pengertian Validitas
Validitas atau kesahihan berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana kecepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukuran dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya hasil pengukuran tersebut. Artinya hasil ukur dari pengukuran tersebut merupakan besaran yang mencerminkan secara tepat fakta atau keadaaan sesungguhnya dari apa yang diukur.
Validitas suatu instrument atau tes mempermasalahkan apakah instrument atau tes tersebut benar-benar mengukur apa yang hendak diukur. Seperti yang dikatakan oleh Cureton dalam bukunya Educational Measurement Validity, bahwa “The essential question of test validity is how well a test does the job it is employed to do”.  Maksudnya adalah bahwa seberapa jauh suatu tes mampu mengungkapkan dengan tepat ciri atau keadaan yang sesungguhnya dari objek ukur, akan tergantung dari tingkat validitas atau kesahihan tes yang bersangkutan.
Dengan demikian, maka tes yang valid untuk tujuan tertentu adalah tes yang mampu mengukur apa yang hendak diukur. Suatu tes yang valid untuk tujuan tertentu atau pengambilan keputusan tertentu, mungkin tidak valid untuk tujuan atau pengambilan keputusan lain. Jadi validitas suatu tes harus selalu dikaitkan dengan tujuan atau pengambilan keputusan tertentu. Contoh tes masuk pada sekolah tertentu harus selalu dikaitkan dengan seberapa jauh tes masuk tersebut dapat mencerminkan prestasi belajar para calon siswa baru setelah belajar nanti.
Konsep validitas instrument atau tes dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Validitas isi. Validiats isi memparmasalahkan seberapa jauh suatu tes mengukur tingkat penguasaan terhadap isi suatu materi tertentu yang seharusnya dikuasai sesuai dengan tujuan pengajaran. Menurut Gregory validitas isi menunjukkan sejauh mana pertanyaan, tugas atau butir dalam suatu tes atau instrument mampu mewakili secara keseluruhan dan proporsional sesuatu keseluruhan prilaku sampel yang menjadi tujuan pembelajaran yang akan diukur pencapaiannya. Artinya tes mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang diujikan atau yang seharusnya dikuasai secara proporsional.
Untuk mengetahui apakah tes itu valid atau tidak harus dilakukan melalui penelaahan kisi-kisi tes untuk memastikan bahwa soal-soal tes itu sudah mewakili atau mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang seharusnya dikuasai secara proporsional. Oleh karena itu, validitas isi suatu tes tidak mempunyai besaran tertentu yang dihitung secara statistika, tetapi dipahami bahwa tes itu sudah valid berdasarkan telaah kisi-kisi tes. Oleh karena itu Wiersma dan Jurs menyatakan bahwa validitas itu sebenarnya berdasarkan pada analisis logika, jadi tidak merupakan suatu koefisien validitas yang dihitung secara statistika.
Untuk memperbaiki suatu validitas suatu tes, maka isi suatu tes harus diusahakan agar mencakup semua pokok atau subpokok bahasan yang hendak diukur. Kriteria untuk menentukan proporsi masing-masing pokok atau subpokok bahasan yang tercakup dalam suatu tes ialah banyaknya isi (materi) masing-masing pokok atau subpokok bahasan, yang dapat dilihat dari jumlah halaman isi dan jumlah jam pertemuan untuk masing-masing pokok bahasan atau subpokok bahasan. Seperti tercantum dalam kurikulum atau silabus. Selain itu penentuan proporsi tersebut dapat pula berdasarkan pendapat (judgement) para ahli dalam bidang yang bersangkutan. Jadi, suatu tes akan mempunyai validitas isi yang baik jika tes tersebut terdiri dari item-item yang mewakili semua materi yang hendak diukur.

b.    Validitas konstruk
    Validitas konstruk (Construk Validity) adalah validitas yang mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa yang benar-benar dimaksudkan hendak diukur sesuai dengan konstruk atau konsep khusus atau definisi konseptual yang telah ditetapkan.
   Validitas konstruk biasa digunakan untuk instrumen-instrumen yang dimaksudkan mengukur variabel-variabel konsep, baik yang sifatnya performansi tipikal seperti instrument untuk mengukur sikap, minat, konsep diri, lokus control, gaya kepemimpinan, motivasi berprestasi, d.l.l., maupun yang sifatnya performansi maksimum seperti instrument untuk mengukur bakat (tes bakat), intelegensi kecerdasan emosional d.l.l. Untuk menentukan validitas konstruk suatu instrument harus dilakukan proses penelaahaan teoritis terhadap suatu konsep dari variable yang hendak diukur. Penentuan perumusan konstruk harus dilakukan berdasarkan sintesis dari teori-teori mengenai konsep variable yang hendak diukur melalui proses analisis dan komparasi yang logis dan cermat.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam menjabarkan dimensi dan indikator dari konstruk yang telah dirumuskan adalah sebagai berikut:
1)    Seberapa jauh indikator tersebut merupakan indikator yang tepat dari konstruk yang telah dirumuskan.
2)    Indikator-indikator dari suatu konstruk harus homogen, konsisten, dan konverbel untuk mengukur konstruk dari variabel yang hendak diukur.
3)     Indikator-indikator tersebut harus lengkap untuk mengukur suatu konstruk secara utuh.

c.    Validitas empiris
Validitas empiris atau validitas kriteria suatu instrumen atau tes ditentukan berdasarkan data hasil ukur instrumen yang bersangkutan, baik melalui uji coba maupun melalui tes atau pengukuran sesungguhnya. 
F. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas yang berasal dari kata reliability berarti sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Suatu hasil pengukuran hanya dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama, diperoleh hasil pengukuran yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah.
Konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas alat ukur berkaitan erat dengan masalah eror pengukuran. Eror pengukuran sendiri menunjukkan sejauh mana inkonsistensi hasil pengukuran terjadi apabila dilakukan pengukuran ulang terhadap kelompok subyek yang sama. Sedangkan konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas hasil ukur berkaitan erat dengan eror dalam pengambilan sampel yang mengacu pada inkonsistensi hasil ukur apabila pengukuran dilakukan ulang pada kelompok yang berbeda.


BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Instrumen memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan mutu suatu penelitian, karena validitas atau kesahihan data yang diperoleh akan sangat ditentukan oleh kualitas atau validitas instrumen yang digunakan, di samping prosedur pengumpulan data yang ditempuh.
Konstruksi adalah sebuah konsep yang bersifat abstrak yang tidak dapat diukur secara langsung, ini merupakan suatu konsep yang ditemukan untuk menerangkan tingkah laku. Sedangkan, Variabel adalah suatu besaran yang dapat diubah atau berubah sehingga mempengaruhi peristiwa atau hasil penelitian. Dengan menggunakan variabel, kita akan lebih mudah memahami permasalahan.
Instrumen atau alat pengumpul data adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian. Data yang terkumpul dengan menggunakan instrumen tertentu akan dideskripsikan dan dilampirkan atau digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam suatu penelitian.
Ada tujuh hal yang membuat manusia menjadi instrumen yang memiliki kualifikasi baik, yaitu: (1) responsive, (2) adaptif, (3) holistic, (4) memahami konsep yang tidak terkatakan, (5) mampu memproses data secara langsung, (6) mampu mengklasifikasi dan meringkas data dengan segera, (7) mampu mengeksplorasi respon yang khusus dan istimewa.
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang di gunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila di gunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Macam-macam skala pengukuran  tersebut antara lain : Skala Nominal, skala ordinal, skala interval, skala ratio, skala pengukuran sikap.
Validitas atau kesahihan berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana kecepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Sedangkan Reliabilitas yang berasal dari kata reliability berarti sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Suatu hasil pengukuran hanya dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama, diperoleh hasil pengukuran yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah.





DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,Suharsimi, 2009, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara
Djaali dan Pudji Muljono, 2004, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan, Jakarta: Program Pascasarjana UNJ
Nazir, Moh., 2005, Metode Penelitian, Bandung: Alfabeta

R.Gay,L, 2009, Educational Research, Columbus: Pearson
Riduwan,2009, Skala Pengukuran Dalam Penelitian, Bandung: CV.Alfabeta
Sukardi, 2009, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: CV.alfabeta
Suprananto,Kusaeri,2012, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, Yogyakarta:Graha Ilmu
Uno,Hamzah,B.dkk., 2001, Pengembangan Instrumen untuk Penelitian, Jakarta: Delima Press
Riduwan,2009,”Skala Pengukuran Dalam Penelitian”,(Bandung:CV.Alfabeta),hal:17-18


[1] L.R. Gay. 1987. Educational Research Competencies for Analysis and Application. Ohio. Merrill Publishing Company. Page. 144

[2] Carapedia.com/pengertian_definisi_variabel_info2017.html
[3] Kuliahitukeren.blogspot.com/2012/12/macam-macam-variabel-penelitian.html
[4] Nunuynurjanah.wordpress.com/2011/11/29/makalah-pengembangan-instrumen-penelitian/
[5] Kusaeri Suprananto.2012.Pengukuran dan Penilaian Pendidikan,Yogyakarta:Graha Ilmu,hal:4
[6] Sugiyono.2009.Metode Penelitian Pendidikan.Bandung:CV.alfabeta.hal:134
[7] Riduwan.2009.Skala Pengukuran Dalam Penelitian.Bandung:CV.Alfabeta.hal:6
[8] Nazir,Moh.,2005.Metode Penelitian. Bandung:Alfabeta.hal:130
[9] Sugiyono.2009.Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:CV.alfabeta.hal:134-135
[10] Riduwan.2009. Skala Pengukuran Dalam Penelitian.Bandung:CV.Alfabeta.hal:17-18
[11] Sukardi.2011.Metodologi Penelitian Pendidikan.Jakarta:PT.Bumi Aksara.hal:152-153
[12] Sugiyono.2009.Metode Penelitian Pendidikan.Bandung:CV.alfabeta.hal:140-141

Tidak ada komentar:

Posting Komentar