Kamis, 20 November 2014

pengetahuan



FILSAFAT ILMU
(Pengetahuan)

https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ_a-kjk6wlarPA9r9EnLMh_27n4bdKwVRKGGSr9HPUJB098dhJoQ

Makalah Ini Disusun Sebagai Tugas Kelompok Mata Kuliah Filsafat Ilmu



Dosen Pengampu:
Dr. Endang Koenmarjati, M.Pd




Oleh:
Tanti Sri Kuswiyanti (No Reg. 7316130289 )
Niklatul Hikmah(No Reg. 7316130275)


PENDIDIKAN BAHASA
PROGRAM PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2013



A.  Pendahuluan
Sejak manusia mulai mempelajari kehidupannya maka mulailah manusia mengembangkan kebudayaannya. Kebudayaannya adalah struktur yang dibangunkan manusia sebagai hasil dari kegiatan belajar. Salah satu hasil utama dari upaya manusia dalam mempelajari kehidupannya adalah pengetahuan. Pengetahuan di sini diartikan secara sangat luas, yakni sebagai istilah yang bersifat generik, yang mencakup segenap apa yang kita tahu, sebagai hasil dari kegiatan belajar.
Di dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud dengan pengetahuan itu, landasan-landasan dalam pengetahuan, sumber-sumber dalam memperoleh pengetahuan dan sifat atau ciri-ciri dari pengetahuan ilmiah.

B.  Masalah yang dibahas
Masalah yang dibahas dalam makalah ini antara lain:
1.      Apa yang dimaksud dengan pengetahuan?
2.      Apa landasan dalam pengetahuan?
3.      Apa sumber-sumber dalam memperoleh pengetahuan?
4.      Apa sifat-sifat atau ciri-ciri dari pengetahuan ilmiah?

C. Pembahasan
a. Definisi Pengetahuan
            Secara bahasa (etimologi), pengetahuan berasal dari bahasa inggris yaitu knowledge. Kata knowledge berasal dari kata kerja “know”. Prinsip penggunaan kata “know” antara lain:
1.      Kadang-kadang ketika kita berbicara tentang “knowing”, kita mengacu pada pengenalan terhadap sesuatu, contohnya: Do you know Richard Smith? Yang berarti “Apakah kamu mengenal Richard Smith?”. Mungkin kita mengenal Richard Smith tetapi kita tidak tahu banyak tentangnya.
2.      Kadang-kadang kita berbicara tentang “knowing how” (mengetahui bagaimana) yang berarti kemampuan atau kebisaan, contohnya: “Do you know how to ride a horse?” (Apakah kamu tahu bagaimana caranya mengendarai kuda? Sama artinya dengan Apakah kamu bisa mengendarai kuda?).
3.      Tetapi kata “know” paling sering digunakan untuk hal ide, contohnya: “ I know that...” (Saya mengetahui bahwa...). Kata “that” diikuti dengan hal ide “I know that I am now needing a book.”(Saya tahu saya memerlukan buku sekarang). Jika kita menggunakan huruf “p” sebagai ide apapun, maka persyaratan dari mengetahui adalah:
a.       p harus benar.
b.      Tidak hanya p harus benar: kita harus meyakini bahwa p itu benar.
c.        Pengetahuan sebagai sesuatu yang benar-benar diyakini saja tidak cukup, tetapi kita harus memiliki bukti atau alasan untuk mempercayai p. Seberapa banyak buktikah? Bukti yang cukup adalah bukti yang lengkap. Bukti yang lengkap adalah semua bukti yang bisa didapat seperti dari hasil pekerjaan atau penellitian dan segalanya.[1]

Dari penjelasan kata “know” yang merupakan dasar kata knowledge yang berarti pengetahuan, kita dapat memahami bahwa pengetahuan adalah segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu. Pengetahuan ini setelah kita yakini dan dapat kita berikan bukti-bukti atau alasan-alasan untuk meyakininya maka akan menjadi ilmu. Jadi, ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia.
Berkembangnya pengetahuan menjadikan ilmu menjadi sedemikian khusus sehingga sebuah disiplin keilmuan kadang-kadang terpecah menjadi beberapa pendekatan yang merupakan subdisiplin tersendiri. Dalam pemikiran manusia terdapat berbagai jenis pengetahuan yang  berbeda-beda sekali hakikatnya, seperti: ilmu, seni dan agama. Masing-masing pengetahuan tersebut mempunyai hakikat yang berbeda. Seni adalah produk dari daya inspirasi dan daya cipta manusia yang bebas dari cengkraman dan belenggu berbagai ikatan dengan mendeskripsikan sebuah gejala dengan sepenuh-penuh maknanya, sedangkan ilmu mempelajari alam sebagaimana adanya dan terbatas pada lingkup pengalaman dan mengembangkan sebuah model yang sederhana mengenai dunia empiris.[2]Ketidakmampuan kita dalam membedakan pengetahuan satu dengan yang lainnya menyebabkan kita tidak dapat meletakkan tiap pengetahuan tersebut pada tempat yang sebenarnya dan juga mengacaukan satu pengetahuan dengan yang lainnya. Hal ini sangat berbahaya sebab akan menimbulkan kekacauan dalam persepsi yang nantinya akan menjerumuskan kita pada tindakan anarki.[3]Oleh karena itu kita harus dapat memahami pengetahuan dengan sebaik-baiknya agar kita tidak tersesat.

b. Landasan Pengetahuan
                  Setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai:
1.      Apa yang ingin diketahui (ontologi)
2.      Bagaimana cara mendapatkan pengetahuan itu (epistimologi)
3.      Apa kegunaan dari ilmu itu (aksiologi)

Landasan-landasan dalam pengetahuan ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Ontologi ilmu terkait dengan epistimologi ilmu dan epistimologi ilmu terkait dengan aksiologilmu dan seterusnya. Jadi, ketika kita ingin membicarakan ontologi ilmu, maka hal itu harus dikaitkan juga dengan ontologi dan aksiologi ilmu.
Pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu dengan tujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan yang sehari-hari dihadapi manusia, dan untuk digunakan dalam menawarkan berbagai kemudahan kepadanya. Pengetahuan sudah ada sejak zaman nenek moyang kita. Sejak dulu kala nenek moyang kita sudah berusaha untuk menjelaskan gejala alam yang terjadi di bumi ini  namun penjelasan itu  hanya sebatas tingkat pengetahuan, nalar dan daya pikir yang mereka mampu. Karena keterbatasan inilah banyak muncul mitos-mitos. Keberadaan mitos-mitos ini menunjukkan bahwa nenek moyang kita bukan saja mengerti mengapa sesuatu itu terjadi tetapi juga mereka tahu apa yang harus dilakukan agar hal itu tidak terjadi lagi.
Tahap selanjutnya manusia mulai mencoba meninggalkan mitos-mitos dan mulai mengembangkan pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis seperti membuat tanggul dan bercocok tanam. Lalu berkembanglah pengetahuan yang berasal dari pengalaman berdasarkan akal sehat yang didukung oleh metode coba-coba (trial error). Dari perkembangan pengetahuan ini lahirlah pengetahuan yang disebut “seni terapan” yang mempunyai kegunaan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Negara yang terkenal dengan perkembangan seni ini adalah Cina dan India.
Seni terapan yang mempunyai kegunaan langsung ini memiliki dua ciri. Ciri yang pertama adalah bersifat deskriptif dan fenomenologis. Sifat ini mencerminkan proses pengkajian yang menitikberatkan kepada penyelidikan gejala-gejala yang bersifat empiris. Jadi seni terapan ini tidak mengenal konsep karena langsung menuju pada gejala-gejala yang terjadi. Ciri yang kedua adalah bersifat terbatas dalam ruang lingkupnya. Sifat terbatas ini menyebabkan seni terapan tidak dapat menunjang berkembangnya teori-teori yang bersifat umum, sebab tujuan analisisnya bersifat praktis. Setelah secara empiris diketahui maka pengetahuan pun lalu berhenti di situ.
Perkembangan selanjutnya adalah tumbuhnya rasionalisme yang secara kritis mempermasalahkan dasar-dasar pikiran yang bersifat mitos. Dampak dari munculnya rasionalisme ini maka berkembanglah berbagai pendapat, aliran, teori dan mashab filsafat. Kelemahan dalam berpikir rasional seperti itulah yang menimbulkan berkembangnya empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan yang benar itu didapat dari kenyataan pengalaman. Untuk mengembangkan ilmu yang mempunyai kerangka penjelasan yang masuk akal dan sekaligus mencerminkan kenyataan yang sebenarnya kemudian lahirlah metode eksperimen yang dikembangkan oleh sarjana-sarjana Muslim pada abad keemasan islam yakni antara abad IX dan XII Masehi. Metode eksperimen merupakan jembatan antara penjelasan teoretis yang hidup di alam rasional dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris. Metode eksprimen  diperkenalkan di dunia Barat oleh filsuf  Roger Bacon dan kemudian dimantapkan sebagai paradigma ilmiah atas usaha Francis Bacon. Francis  Bacon berhasil memperkenalkan metode eksperimen kepada para ilmuwan dan membuat para ilmuwan menerima metode ini sebagai kegiatan ilmiah. Dengan kata lain, secara konseptual metode ekperimen dikembangkan oleh sarjana Muslim dan secara sosiologis dikenalkan kepada masyarakat oleh Francis Bacon. Metode eksperimen mempunyai pengaruh yang penting terhadap cara berpikir manusia sebab dengan metode eksperimen berbagai penjelasan teoretis dapat diuji apakah sesuai dengan kenyataan empiris ataukah tidak. Dengan demikian berkembanglah metode ilmiah yang menggabungkan cara berpikir deduktif dengan induktif. Cara berpikir deduktif dan induktif dimulai pertama kali dalam penyelidikan ilmiah yang dilakukan oleh Galileo dan Newton. Dengan berkembangnya metode ilmiah dan diterimanya metode ini sebagai paradigma keilmuan oleh masyarakat, maka perkembangan pengetahuan berlangsung sangat cepat.




c.         Sumber-sumber dalam Memperoleh Pengetahuan
Ilmu, disebabkan kaedahnya yang memungkinkan disusunnya tumbuh pengetahuan ilmiah secara sistematik dan dapat diandalkan, berkembang relatif cepat apabila dibandingkan dengan pengetahuan lain. Teknologi sebagai pencerminan penerapan ilmu dalam kehidupan sehari-hari mempunyai dampak yang menentukan dalam membentuk peradaban manusia terutama dengan berkembangnya struktur masyarakat yang didasarkan kepada pengkhususan pekerjaan. Ilmu dan teknologi mempunyai peranan yang penting dalam menentukan kriteria pekerjaan. Dunia pengetahuan akhir-akhir ini seakan berpusat pada dua kubu yakni ilmu dan kemanusiaan (humanities) di mana pendidikan lebih mementingkan ilmu daripada kemanusiaan dalam mempersiapkan manusia yang mempunyai keahlian tertentu. Proses pendidikan inilah yang menceraikan pengetahuan menjadi bagian-bagian yang terpisah anatara satu sama lain.
      Di bawah ini ada beberapa sumber dalam memperoleh pengetahuan, yaitu:
a.    Pengalaman Indera (Sense Experience)
Penginderaan adalah alat yang paling vital dalam memperoleh pengetahuan, karena pengetahuan berawal mula dari kenyataan yang dapat diinderai. Paham seperti ini dapat juga disebut dengan realisme, yaitu paham yang berpendapat bahwa semua yang dapat diketahui adalah kenyataan saja.
b.    Nalar (Reason)
Penalaran (reason) yaitu berpikir dengan memggabungkan beberapa pemikiran yang dianggap dapat diterima (rasional) untuk memperoleh pengetahuan.
c.     Otoritas (Authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber pengetahuan karena dengan hak otoritas seseorang, kelompok memiliki pengetahuan, dan pengetahuan yang diperoleh melalui otoritas ini biasanya tidak diujikan lagi kebenarannya, karena kewibawaan sang penguasa.
d.    Instuisi (Instuition)
Instuisi adalah suatu kemampuan manusia melalui proses kejiwaan yang mampu membuat suatu pernyataan yang dapat diakui sebagai pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh dari instuisi ini tidak dapat dibuktikan melalui kenyataan, namun diyakini kuat sebagai pengetahuan.
e.    Wahyu (Revelation)
Wahyu adalah berita yang disampaikan Tuhan kepada utusannya untuk kepentingan umat. Yang kemudian dijadikan sebagai suatu kepercayaan karena di dalamnya terdapat pengetahuan.

Bagi kelompok Pragmatis, seperti yang dinyatakan oleh John Dewey tidak membedakan antara pengetahuan (knowledge) dengan kebenaran (truth), jadi pengetahuan itu harus benar, dan setiap kebenaran adalah pengetahuan. Jika diambil kesimpulan, pengetahuan itu bersifat umum, sehingga kajiannya pun sangat luas. Namun Burhanuddin Salam (2005: 5) mengklasifikasikan pengetahuan itu ke dalam 4 kelompok bahasan[4], yaitu:
1.             Pengetahuan Biasa atau Umum (Common Sense atau Good Sense)
Yaitu pengetahuan dasar yang dinilai sesuai dengan apa yang dirasakan, diketahui, dilihat (sesuai dengan fakta yang ada) yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh: sesuatu dinilai atau dikatakan merah, karena memang keadaan warna yang sebenarnya adalah berwarna merah.
2.           Pengetahuan Ilmu (Science)
Dapat diartikan secara sempit untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan objektif, yang berprinsip untuk mengorganisasikan dan mensistematiskan common sense dengan cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode.
3.             Pengetahuan Filsafat
Yaitu pengetahuan yang membahas suatu hal dengan lebih mendasar, luas dan mendalam.
4.             Pengetahuan Agama
Yaitu pengetahuan tentang ajaran ketuhanan, lewat untusan-Nya.

d.        Sifat-sifat dalam Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan yang diproses menurut metode ilmiah merupakan pengetahuan yang memenuhi syarat keilmuan, dan dapat disebut sebagai pengetahuan ilmiah. Sehingga ada syarat-syarat tertentu bagi suatu ilmu dan pengetahuan untuk bisa dikatakan pengetahuan ilmiah. Adapun syarat-syaratnya antara lain adalah sebagai berikut (Surajiyo, 2005: 62-63)[5]:
a)      Harus memiliki objek tertentu (formal dan material)
b)      Harus mempunyai sistem (harus runtut atau berkaitan)
c)      Harus memiliki metode (deduksi, induksi atau analisia)
Menurut Surajiyo (2005: 62-63), menjelaskan suatu ilmu atau pengetahuan ilmiah memiliki sifat atau ciri sebagai berikut:
a)      Empiris
Pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan.
b)      Sistematis
Berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan (berkaitan) dan teratur.
c)      Objektif
Ilmu yang berarti pengetahuan bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi (harus sesuai keadaan objek)
d)      Analitis
Pengetahuan ilmiah berusaha membedakan pokok persoalannya ke dalam bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian tersebut.
e)      Verivikatif
Dapat diperiksa kebenarannya oleh siapapun juga.

D. Kesimpulan
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk di dalamnya ilmu. Sedangkan pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang berasal dari common sense yang kemudian di tindak lanjuti secara ranah yang lebih ilmiah, sehingga pengetahuan ilmiah merupakan a higher level of knowledge dalam dunia keilmuan. Maka dari itu filsafat ilmu tidak dapat dipisahkan dari filsafat pengetahuan. 
Telah kita ketahui bersama bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat berwujud barang-barang fisik. Namun pemahamannya dilakukan dengan cara persepsi, baik lewat indra maupun akal, sebab pengetahuan adalah kepandaian dari segala sesuatu yang diketahui

E. Referensi
Baktiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu (edisi revisi). PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta
Gazalba, Sidi. 1992. Sistematika Filsafat, Cet. 1: Jakarta
Klemke, E.D., Kline, A.D., dan Hollinger, R. 1982. Philosophy: The Basic Issues. New York: St. Martin’s Press.
Suriasumantri, J.S. 1990. Ilmu dalam Perspektif, Moral, dan Politik. Selangor: Percetkan dewan Bahasa dan Pustaka.
Suriasumantri, Jujun S, 1986, Ilmu Dalam Perspektif Moral, Sosial dan Politik, Gramedia: Jakarta
Suriasumantri, Jujun S., 2007, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan: Jakarta
Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat; Suatu Pengantar. Bumi Aksara: Jakarta
Salam, Burhanudin. 2005. Pengantar Filsafat. Bumi Aksara: Jakarta





[1] E.D Klemke, A. David Kline. Robert Hollinger. 1982. Philosophy: The Basic Issues. New Yprk: St. Martin’s Press. Hlm.21-26
[2]Jujun S. Suriasumantri. 2009. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta; Pustaka Sinar Harapan. Hlm.105-106
[3]Jujun S. Suriasumantri. 1990. Ilmu dan Perspektif, Moral, Soaial, dan Politik. Selangor: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. Hlm. 49
[4] Salam, Burhanudin. 2005. Pengantar Filsafat. Bumi Aksara: Jakarta

[5] Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat; Suatu Pengantar. Bumi Aksara: Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar