BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Filsafat
adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu secara mendalam mengenai
ketuhanan, alam manusia, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana hakikat yang dapat dicapai akal manusia setelah mencapai
pengetahuan. Filsafat pengetahuan membicarakan tentang ontologis,
epistomologis, dan aksiologi. Dalam kajian aksiologi ilmu membicarakan untuk apa
dan untuk siapa. Dalammakalahini kamimembahastentangilmu dan
kebudayaan, sertaperkembangan ilmu dan kebudayaan.
Nilai-nilai
budaya adalah jiwa dari kebudayaan dan menjadi dasar segenap wujud kebudayaan.
Kegiatan manusia mencerminkan budaya yang dikandungnya. Pada dasarnya tata
hidup merupakan pencerminan kongkret dari nilai budaya yang bersifat abstrak.
Pada hakikatnya yaitu kegiatan manusia dapat ditangkap oleh pancaindera
sedangkan nilai budaya dan tata hidup manusia ditopang oleh perwujudan
kebudayaan yang ketiga yaitu berupa sarana kebudayaan. Sarana kebudayaan ini
pada dasarnya merupakan perwujudan yang bersifat fisik yang merupakan produk
dari kebudayaan atau alat yang memberikan kemudahan berkehidupan.[1]
Ilmu harus
disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan nilai moral suatu masyarakat.
Keseluruhan fasedari kebudayaan tersebut di atas sangat erat hubungannya dengan
pendidikan sebab semua materi yang terkandung dalam suatu kebudayaan diperoleh
manusia secara sadar lewat proses belajar. Lewat proses pembelajaran inilah
diteruskan kebudayaan dari generasi yang satu kepada generasi selanjutnya.
Kebudayaan diteruskan dari waktu ke waktu; kebudayaan masa kini disampaikan ke
masa yang akan datang. Dengan demikian, kebudayaan secara langsung dapat
diperoleh melalui pendidikan.[2]
Suraijyomenjelaskan bahwa pada
hakikatnya ilmu merupakan unsur dari kebudayaan, antara ilmu dan kebudayaan ada
hubungan pengaruh timbal-balik.[3]Perkembangan
ilmu tergantung pada perkembangan kebudayaan, sedangkan perkembangan ilmu
dapat memberikan pengaruh pada kebudayaan. Hal ini merupakan sistem pola yang
bersifat mutlak. Keadaan sosial dan kebudayaan, saling tergantung dan saling
mendukung. Keduanya bersinergi untuk tetap saling memperngaruhi satu sama lain.
Pada beberapa kebudayaan, ilmu dapat berkembang dengan subur. Disini ilmu
mempunyai peran ganda yakni: 1) Ilmu merupakan sumber nilai yang
mendukung pengembangan kebudayaan. 2) Ilmu merupakan sumber nilai
yang mengisi pembentukan watak bangsa.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari
beberapa hal yang telah diungkapkan dalam
latar belakang di atas didapatkan suatu rumusan masalah, yaitu:
a. Apakah
pengertian ilmu dan pengertian kebudayaan?
b. Bagaimana
perkembangan ilmu dan perkembangan kebudayaan?
1.3
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a. Untuk
mengetahui pengertian ilmu dan pengertian kebudayaan
b. Untuk
mengetahui perkembangan ilmu dan perkembangan kebudayaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ilmu
Ilmu berasal
dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu, ‘ilman
dengan wazan fa’ila, yaf’alu, yang
berarti mengerti memahami benar – benar. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut
science; dari bahasa Latin scientia (pengetahuan), scire (mengetahui). Sinonim yang paling
dekat dengan bahasa Yunani adalah episteme. Dan pengertian ilmu yang terdapat
dalam kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan tetang suatu bidang yang
disusun secara bersistem menurut metode – metode tertentu, yang dapat digunakan
untuk menerangkan gejala – gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu.
Ilmu
merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia. Melalui ilmu semua
keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih
murah. Peradapan manusia sangat berhutang kepada ilmu, karena ilmu merupakan
sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Ilmu adalah
pengetahuan yang pasti, sistematik, metodik, ilmiah dan mencakup kebenaran umum
mengenai objek studi. Ilmu membentuk daya intelegensi yang menghasilkan
keterampilan atau (skill).[4]
Ilmu merupakan sesuatu yang diketahui oleh individu. Ilmu digali dan ditemukan
oleh manusia untuk mempermudah aktivitas dalam kehidupannya. Praja menyatakan
ilmu sebagai sesuatu yang melekat pada manusia di mana ia dapat mengetahui
segala sesuatu yang asalnya ia tidak ketahui.[5]
Ilmu dapat dikatakan secara umum itu berarti tahu. Ilmu itu pengetahuan.
Seseorang yang memilki banyak ilmu dapat dikatakan sebagai seorang ilmuan, ahli
pengetahuan dan lain sebagainya. Berdasarkan pengertian di atas, ilmu adalah pengetahuan
yang diperoleh oleh manusia dengan syarat kriteria ilmiah yang merupakan
kebenaran. Pada hakikatnya tujuan ilmu untuk mempermudah aktivitas manusia
dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuannya. Berdasarkan hal tersebut Van
Melsen dalamSuraijyo mengemukakan ada
delapan ciri yang menandai ilmu, yaitu:
1. Ilmu
pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara logis
koheren. Itu berarti adanya sistem dalam penelitian (metode) maupun harus
(susunan logis).
2. Ilmu
pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan tanggung jawab
ilmuwan.
3. Universalitas
ilmu pengetahuan, semua ilmu yang diketahui itu bersifat universal.
4. Obyektivitas,
artinya setiap ilmu terpimpin oleh obyek dan tidak didistorsi oleh
prasangka-prasangka subyektif.
5. Ilmu
pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang
bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan. Ilmu
pada dasarnya sudah diakui oleh peneliti ilmiah. Terdapat kesepakatan yang
sesuai dengan fakta dan pengetahuan yang ada.
6. Progresivitas
artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah sungguh-sungguh, bila
mengandung pertanyaan-perta-nyaan baru dan menimbulkan problem-problem baru
lagi.
7. Kritis,
artinya tidak ada teori yang definitif, setiap teori terbuka bagi suatu
peninjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru.
8. Ilmu
pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertauan antara teori
dengan praktis.[6]
2.2 Hakikat Ilmu
Melalui
hakikat ilmu dan nilai-nilai yang dikandungnya memiliki pengaruh terhadap
pengembangan kebudayaan nasional yang kembali lagi pada tujuannya untuk
mempermudah aktivitas manusia. Pada dasarnya bagaimana peranan ilmu sebagai
sumber nilai yang mendukung pengembangan kebudayaan nasional. Tapi sebelumnya
pemahaman mengenai hakikat ilmu akan membantu untuk meningkatkan peranan
keilmuan. Berdasarkan hal tersebut berikut menurut Suriasumantri peranan ilmu
yaitu:
1) Ilmu Sebagai
Suatu Cara Berpikir
Ilmu merupakan
suatu cara berpikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan pengetahuan yang berupa
pengetahuan yang dapat di andalkan. Ilmu merupakan produk dari proses berpikir
menurut langkah-langkah tertentu yang secara umum disebut sebagai berpikir
ilmiah. Dari hakikat berpikir ilmiah tersebut kita dapat menyimpulkan beberapa
karakteristik ilmu. Menurut Suriasumantri karakteristik ilmu yaitu:
a) Ilmu
mempercayai rasio sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar
b) Ilmu
memiliki alurjalan pikiran yang logis dan
konsisten dengan pengetahuan yang telah ada.
c) Memperoleh
ilmu dilakukan pengujian secara empiris sebagai kriteria kebenaran objektif.
d) Ilmu
memiliki mekanisme yang terbuka terhadap koreksi.
Dengan
demikian, maka manfaat nilai yang dapat ditarik dari karakteristik ilmu adalah
sifat rasional, logis, objektif dan terbuka, serta dilandasi oleh sifat kritis
untuk mengetahui perkembangan ilmu. Ilmu yang diperoleh dari pengetahuan dan
kriteria lainnya. Pada dasarnya ilmu merupakan bagian dari pengetahun dan pengetahuan
merupakan unsur kebudayaan.
2) Ilmu Sebagai
Asas Moral
Ilmu
merupakan proses berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, atau secara
sederhana, ilmu bertujuan untuk mendapatkan kebenaran. Kriteria kebenaran
bersifat otonom dan terbebas dari struktur kekuasaan di luar bidang keilmuan.
Bagi kaum ilmuan terdapat dua asas moral yaitu meninggikan kebenaran dan
pengabdian secara universal. Tentu saja dalam kenyataannya pelaksanaan asas
moral ini tidak mudah sebab sejak tahap perkembangan ilmu pada kegiatan ilmiah
dipengaruhi oleh struktur kekuasaan dari luar.[7]
2.3 Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari bahasa
Sangsekerta buddhayah yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau
akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal
yang bersangkutan dengan akal. Berikut ini beberapa pengertian
kebudayaan dari para ahli yaitu :
a.
Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan berarti buah budi manusia
adalah hasil perjuang manusia terhadap dua pengaruh kuat yakni alam dan zaman
(kodrat dan manusia) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk
mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupan guna
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
b.
Sultan Takdir Alisyahbana
Kebudayaan adalah manifestasi dari
cara berpikir sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas sebab semua
laku dan perbuatan tercangkup di dalamnya dan dapat diungkapkan pada basis dan
cara berpikir termaksud di dalamnya perasaan karena perasaan juga merupakan
maksud dari pikiran.
c.
Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan, dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
d.
A.L Kroeber dan
C. Kluckhohn
Kebudayaan
adalah manifestasi atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya
e.
Malinowski
Kebudayaan pada prinsipnya
berdasarkan atas berbagai sistem kebutuhan manusia. Tiap tingkat kebutuhan itu
menghadirkan corak budaya yang khas. Misalnya guna memenuhi kebutuhan manusia
akan keselamatannya maka timbul kebudayaan yang berupa perlindungan yakni
seperangkat budaya dalam bentuk tertentu seperti lembaga kemasyarakatan.[8]
Dari
pendapat-pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwakebudayaan merupakan suatu
analisis tertentu yang mengandung makna totalitas dari dari hasil cipta dan
karya yang bersumber dari akal budi manusia.
2.4 Ilmu dan
Kebudayaan
Ilmu
merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahuan merupakan unsur dari kebudayaan.
MenurutTalcot Parsons dalam Suriasumantri, mereka saling
mendukung satu sama lain : Dalam beberapa tipe masyarakat ilmu dapat berkembang
dengan pesat, demikian pula sebaliknya, masyarakat tersebut tak dapat berfungsi
dengan wajar tanpa didukung perkembangan yang sehat dari ilmu dan penerapan.[9]
Ilmu dan
kebudayaan berada pada posisi yang saling tergantung dan saling
mempengaruhi. Pada satu pihak perkembangan ilmu dalam suatu masyarakat
tergantung dari kondisi kebudayaannya. Sedangkan dipihak lain , pengembangan
ilmu akan mempengaruhi jalannya kebudayaan.Ilmu terpadu secara intim dengan
keseluruhan sistem sosial dan tradisi kebudayaan.
Menurut E.B
Taylor dalam buku Primitive Culture ,1871 yang dikutip oleh Jujun,
kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya
yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.[10]
Selain dari
pendapat diatas terdapat ratusan lain definisi tentang kebudayaan yang telah
dipublikasikan tentang kebudayaan selama lebih kurang tiga perempat abad, namun
pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang bersifat prinsip dengan
definisi pertama yang dicetuskan Taylor.
Menurut Kunjraningrat dalam Suriasumantri menyatakan
bahwa kebudayaan terdiri atas system religi dan kepercayaan,upacara
keagamaan,system dan organisasi kemasyarakatan,system pengetahuan, bahasa,
kesenian,system mata pencarian serta teknologi dan peralatan.[11]
Manusia
sebagai suatu objek dan sekaligus subjek dari suatu kebudayaan memiliki
kebutuhan –kebutuhan yang sangat banyak,pemenuhan kebutuhan inilah yang menjadi
salah satu cara manusia untuk mengembangkan unsur-unsur kebudayaan yang
dikenalnya
Maslow dalam Suriasumantrikebutuhan manusia sebagai makhluk diidentifikasi menjadi lima kelompok,
yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, afiliasi, harga diri dan pengembangan
potensi.
Ă¼
Fisiologis berhubungan dengan seluk
beluk kelompok,fungsi dan bagian kehidupan.
Ă¼
Rasa aman berhubungan dengan
perlindungan diri.
Ă¼
Afiliasai berhubungan dengan
kerjasama atau hubungan dengan orang lain.
Ă¼
Harga diri berhubungan dengan
kehormatan
Ă¼
Pengembangan potensi berhubungan
dengan kemampuan untuk memaksimalkan bakat dan sebagainya.[12]
Manusia sebagai makhluk tuhan pada dasarnya tidak
mampu untuk bertindak instrintif atau berdasarkan naruni semata seperti yang
terjadi pada hewan. Oleh karena itulah dikembangkan suatu cara untuk
mengajarkan cara hidup yang kita sebut sebagai kebudayaan. Akan tetapi meski
tidak dapat bertindak instrintif, manusia memiliki kemampuan komunikasi,
belajar dan menguasai objek-objek secara fisik.
Nilai-nilai kebudayaan adalah jiwa
dari kebudayaan dan menjadi dasar dari segenap wujud kebudayaan. Selain nilai
budaya kebudayaan juga diwujudkan dalam tata hidup yang merupakan kegiatan manusia
yang mencerminkan nilai budaya yang dikandungnya. Nilai budaya bersifat abstrak
sedangkan tata hidup bersifat real. Kegiatan manusia dapat ditangkap oleh panca
indera sedangkan nilai budaya hanya tertangguk oleh budi manusia.
Keseluruhan yang dipaparkan diatas
sangat erat kaitannya dengan pendidikan, sebab semua materi yang terkandung
dalam suatu kebudayaan diperoleh manusia dengan sadar lewat proses belajar,
secara belajarlah yang membuat transfer kebudayaan dari generasi yang satu
kegenerasi berikutnya. Dengan demikian kebudayaan diteruskan dari waktu kewaktu
: kebudayaan yang telah lalu bereksitensi pada masa kini, kebudayaan masa kini
disampaikan ke masa yang akan datang.
Kebudayaan adalah hasil cipta, karya
dari manusia, yang bersumber dari akal, rasa dan kehendak manusia. Oleh karena
itu, kebudayaan tidak akan dapat berhenti, selama manusia masih menciptakan
karya maka, prosesnya akan terus ada. Selama adanya aktivitas manusia untuk
mencapai keinginan dan kehendaknya untuk hidup berkualitas. Dengan demikian,
apabila kebudayaan adalah hasil karya manusia, maka ilmu ilmu sebagai hasil
akal pikir manusia juga merupakan kebudayaan. Namun dapat dikatakan sebagai
hasil akhir dalam perkembangan mental manusia dan dapat dianggap sebagai
hasil yang paling optimal dalam kebudayaan manusia.
2.5 Kebudayaan dan Pendidikan
Aliport,
Vermon, dan Lindzeydikutip Suriasumantri
mengidentifikasikan enam nilai dasar dalam kebudayaan yakni nilai teori,
ekonomi, estetika, sosial, politik, dan agama.[13]
Nilai teori adalah hakikat penemuan kebenaran lewat berbagai metode, seperti
rasionalisme, empirisme, dan metode ilmiah. Nilai ekonomi mencakup kegunaan dan
berbagai benda dalam memenuhi kebutuhan manusia. Nilai estetika berhubungan
dengan keindahan dan segi-segi artistik yang menyangkut antara lain bentuk,
harmoni, wujud kesenian lainnya yang memberikan kenikmatan kepada manusia.
Nilai sosial berorientasi pada hubungan antarmanusia dan penekanan segi-segi
kemanusiaan yang luhur. Nilai politik berpusat pada kekuasaan dan pengaruh baik
dalam kehidupan bermasyarakat maupun dunia politik sedangkan nilai agama
merengkuh penghayatan yang bersifat mistik dan transedental dalam usaha manusia
untuk mengerti dan memberi arti bagi kehadirannya di muka bumi.
Pendidikan
salah satu media penyampaian ilmu. Berdasarkan hal tersebut Suriasumantri
mengemukakan masalah yang dihadapi pendidikan adalah menetapkan nilai-nilai
budaya apa yang harus dikembangkan pada diri generasi muda (anak kita)[14].
Pendidikan dapat diartikan secara luas sebagai usaha sadar dan sistematis dalam
membantu mengembangkan pikiran, kepribadian dan fisiknya. Oleh karena itu,
selalu dibutuhkan untuk mengkaji masalah tersebut. Nilai budaya harus
dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan. Usaha pendidikan
yang sadar dan sistematis mengharuskan untuk bersikap eksplisit dan definitive
tentang nilai-nilai budaya tersebut.
2.6 Perkembangan Ilmu dan Kebudayaan Nasional
Ilmu dan
kebudayaan berada dalam posisi yang saling tergantung dan saling mempengaruhi.
Suriasumantri menyatakan pada satu pihak perkembangan ilmu dalam suatu
masyarakat tergantung dari kondisi kebudayaann.[15]Di lain pihak, pengembangan ilmu akan mempengaruhi jalannya
kebudayaan. Dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional ilmu mempunyai
peranan ganda. Pertama, ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung
terselenggaranya perkembangan kebudayaan nasional. Kedua, ilmu merupakan sumber
nilai yang mengisi pembentukan watak suatu bangsa. Pada kenyataannya kedua
fungsi ini terpadu satu sama lain dan sukar dibedakan. Dengan demikian,
terdapat nilai-nilai ilmiah pada pengembangan kebudayaan nasional yang
didasarkan ke arah peningkatan peranan keilmuan. Berikut secara rinci
Suriasumantri menjelaskan mengenai dua hal tersebut:
1) Nilai-nilai
Ilmiah dan Pengembangan Kebudayaan Nasional
Pengembangan
kebudayaan nasional pada hakikatnya adalahperubahan kebudayaan yang sekarang
bersifat konvensional ke arah situasi kebudayaan yang lebih mencerminkan
apresiasi dan tujuan nasional. Proses pengembangan kebudayaan ini pada dasarnya
adalah penafsiran kembali nilai-nilai konvensional agar nilai sesuai dengan
tuntunan zaman serta pertumbuhan nilai-nilai baru yang fungsional.
2) Peningkatan
Peranan Keilmuan
Keadaan masyarakat kita sekarang masih jauh dari tahap masyarakat yang
berorientasi pada ilmu. Bahkan dalam masyarakat yang telah terdidik pun ilmu
masih merupakan koleksi teori-teori yang bersifat akademik yang sama sekali
tidak fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, perlunya
meningkatkan peranan dan kegiatan keilmuan yang pada pokoknya mengandung
beberapa pemikiran dibawah ini:
a) Ilmu
merupakan bagian dari kebudayaan dan oleh sebab itu langkah-langkah ke arah
peningkatan peranan dan kegiatan keilmuan harus memperhatikan situasi
kebudayaan masyarakat kita.
b) Ilmu
merupakan salah satu cara dalam menemukan kebenaran.
c) Asumsi dasar
dari semua kegiatan dalam menemukan kebenaran adalah rasa percaya terhadap
metode yang dipergunakan dalam kegiatan tersebut.
d)Pendidikan
keilmuan harus sekaligus dikaitkan dengan pendidikan moral. Makin pandai
seseorang dalam bidang keilmuan dianggap harus makin luhur landasan moralnya.
e) Pengembangan
bidang keilmuan harus disertai dengan pengembangan bidang filsafat terutama
yang menyangkut keilmuan.
f) Kegiatan
ilmiah harus bersifat otonom yang terbebas dari kekangan struktur kekuasaan.[16]
Berdasarkan
hal tersebut, pengkajian pengembangan kebudayaan nasional tidak dapat
dilepaskan dari pengembangan ilmu. Dalam kurun dewasa ini yang dikenal sebagai
kurun ilmu dan teknologi, kebudayaan kita pun tak terlepas dari pengaruhnya,
dan mau tidak mau harus ikut memperhitungkan faktor ini. Oleh karena itu,
pengkajian akan difokuskan pada usaha untuk meningkatkan peranan ilmu sebagai
sumber nilai yang mendukung pengembangan kebudayaan nasional. Dalam hal ini,
akan dikaji hakikat dan nilai-nilai yang dikandungnya serta pengaruhnya
terhadap pengembangan kebudayaan nasional.
Kebudayaan
Indonesia pada hakekatnya adalah satu. Walaupun Indonesia memiliki perbedaan
perbedaan budaya, tradisi, adat istiadat dan kebiasaan. Tetapi, dengan tujuan
dan semangat kebangasaan budaya Indonesia yang beragam tetap utuh dan satu
dalam perbedaaan tersebut. Pada dasarnya corak ragam kebudayaan
yang ada menggambarkan kekayaan kebudayaan bangsa Indonesia yang menjadi modal
dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya. Hasil-hasil dari
pengembangan budaya tersebut dapat dinikmati oleh seluruh bangsa. Oleh karena
itu, pentingnya pembinaan dan pemeliharaan kebudayaan nasional. Pentingnya
dilakukan penggalian dan pemupukan kebudayaan daerah sebagai unsur penting yang
memperkaya dan memberi corak kepada kebudayaan nasional.
Tradisi
serta peninggalan sejarah yang mempunyai nilai perjuangan dan kebanggaan serta
kemanfaatan nasional juga dibina dan dipelihara untuk dapat diwariskan kepada
generasi muda. Pembinaan kebudayaan nasional harus sesuai dengan norma-norma
Pancasila. Di samping itu harus dicegah timbulnya nilai-nilai sosial budaya
yang bersifat feodal dan untuk menanggulangi pengaruh kebudayaan asing yang
negatif. Di lain pihak cukup memberikan kemannpuan masyarakat untuk menyerap
nilai-nilai dari luar yang positif dan yang memang diperlukan
bagi pembaharuan dalam proses pembangunan, selama
tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa.
Pola
kebudayaan muncul berdasarkan sistem suatu masyarakat. Perkembangannya dipengaruhi
oleh ilmu, menurut Suriasumantri mengemukakan di negara kita telah mengalami
polarisasi membentuk kebudayaan sendiri.[17]
Polarisasi yang dimaksud dalam hal ini adalah pembagian atas dua bagian
(kelompok orang yang berkepentingan) yang berlawanan. Polarisasi ini didasarkan
kepada kecendrungan beberapa kalangan tertentu untuk memisahkan ke dalam dua
golongan yakni ilmu-ilmu alam dan ilmu sosial. Perbedaan ini menjadi sedemikian
tajam seolah-olah kedua golongan itu membentuk dirinya sendiri yang masing-masing
terpisah satu sama lain. Seakan-akan terdapat dua kebudayaan dalam bidang
keilmuan. Tak dapat disangkal terdapat perbedaan antara ilmu-ilmu alam dan
ilmu-ilmu sosial, namun perbedaan ini hanya bersifat teknis. Jika di telaah
kembali dasar ontologis,epostemologis,
danaksiologisnyasama.
BAB III
KESIMPULAN
Ilmu adalah
pengetahuan yang pasti, sistematik, metodik, ilmiah dan mencakup kebenaran umum
mengenai objek studi. Ilmu membentuk daya intelegensi yang menghasilkan
keterampilan atau (skill).
Kebudayaan adalah hasil cipta, karya dari manusia,
yang bersumber dari akal, rasa dan kehendak manusia.
Perkembangan ilmu dan kebudayaan sangat beriringan.
Ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung kebudayaan.
DAFTAR PUSTAKA
Praja,
Juhaya S. (2003). Aliran-aliran Filsafat dan Etika. Jakarta:
Prenada Media.
Suriasumantri, Jujun S. (2005). Filsafat Ilmu:
Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Surajiyo. (2009). “Hubungan
dan Peranan Ilmu terhadap Pengembangan Kebudayaan Nasional”. http://research.mercubuana.ac.id/?p=84. Di akses
online 28 November 2013.
Susanto. (2011). Filsafat
Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
ILMU
DAN KEBUDAYAAN
Disajikan Untuk Mata Kuliah FilsafatIlmu
Dosen
Pengampu: Dr. Endang K. Trijanto, M.PddanDr. Hanif Pujiati
Disusun
Oleh :
Franscy (7316130261)
Fahruldin (7316130257)
Nuraini (7316130 )
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2013
[1]Jujun S.Suriasumantri.Filsafat
Ilmu: Sebuah Pengantar Populer(Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2010), hlm.262
[2]Jujun S.Suriasumantri,.Filsafat
Ilmu: Sebuah Pengantar Populer(Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2010), hlm.236
[3]Suraijyo,
HubungandanPeranIlmuterhadapPengembanganKebudayaanNasional.2009.
Hlm. 8
[4]Susanto.FilsafatIlmu:
SuatuKajiandalamDimensiOntologis, Epistemologis, danAksiologis(Jakarta: PT.
BumiAksara, 2011) hlm.122
[6]Van
MelsendalamSurajiyo, HubungandanPeranIlmuterhadapPengembanganKebudayaanNasional.2009.
Hlm. 4
[7]Jujun S.Suriasumantri.Filsafat
Ilmu: Sebuah Pengantar Populer(Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2010), hlm.273-275
[8]SupartonoWidyosiswoyodalamSurajiyo,
HubungandanPeranIlmuterhadapPengembanganKebudayaanNasional.2009.
Hlm. 4
[9]Talcotdalam
Jujun
S.Suriasumantri.Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010),
hlm.272
[10]Taylor
dalamJujun S.SuriasumantriFilsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010),
hlm.261
[11]Kunjraningratdalam_______________.Filsafat
Ilmu: Sebuah Pengantar Populer(Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2010), hlm.261
[12]Maslow
dalam Jujun
S.Suriasumantri.Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010),
hlm.262
[13]Allportdkkdalam
Jujun
S.Suriasumantri.Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010),
hlm.263
[14]Jujun S.Suriasumantri.Filsafat
Ilmu: Sebuah Pengantar Populer(Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2010), hlm.264
[15]Jujun S.Suriasumantri.Filsafat
Ilmu: Sebuah Pengantar Populer(Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2010), hlm.272
[16]Jujun S.Suriasumantri.Filsafat
Ilmu: Sebuah Pengantar Populer(Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2010), hlm.278-280
[17]Jujun S.Suriasumantri.Filsafat
Ilmu: Sebuah Pengantar Populer(Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2010), hlm.281
Tidak ada komentar:
Posting Komentar