Kamis, 20 November 2014

beberapa asumsi dalam ilmu




BEBERAPA ASUMSI DALAM ILMU

https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ_a-kjk6wlarPA9r9EnLMh_27n4bdKwVRKGGSr9HPUJB098dhJoQ
Makalah Ini Disusun Sebagai Tugas Kelompok
 Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu:
 Dr. Endang Koenmarjati, M.pd


Oleh:
Nurrahmah
Meilinda


PENDIDIKAN BAHASA
PROGRAM PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2013


BAB 1
PENDAHULUAN

            Ilmu merupakan pengetahuan yang berfungsi sebagai alat bagi manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-harinya. Artinya, ketika manusia dihadapkan pada sebuah masalah, ilmu akan berperan penting dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Begitu pula yang dihadapi oleh seorang ilmuwan yang ingin menyelesaikan sebuah masalah dalam bidang ilmunya. Masalah tersebut biasanya akan diselesaikan dengan pengkajian secara ilmiah atau disebut dengan penelitian. Pengkajian secara ilmiah tersebut tentunya harus mengikuti langkah-langkah ilmiah.  
            Seorang ilmuwan yang ingin meneliti tentunya karena ada suatu permasalahan. Oleh karena itu, peneliti harus membuat asumsi terhadap permasalahan yang ingin diteliti tersebut. Asumsi ini sangat perlu, sebab asumsi merupakan landasan yang memberi arah bagi kegiatan penelaahan. Apabila asumsi yang dikemukakan oleh peneliti diterima, hasil penelaahan tersebut dianggap benar. Semua teori keilmuan mempunyai asumsi-asumsi ini, baik yang tersirat maupun yang tersurat.
            Dalam sebuah ilmu, tidak hanya terdiri atas satu asumsi. Artinya, ilmu selalu punya beberapa asumsi. Begitu pula dalam kegiatan meneliti. Pernyataan asumtif yang dibuat oleh peneliti boleh lebih dari satu asumsi. Hal ini dikarenakan semakin banyak asumsi yang digunakan, maka akan semakin sempit ruang gerak penelaahan, sehingga dapat mempermudah penarikan kesimpulan secara tepat. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang “ Beberapa Asumsi dalam Ilmu”

BAB II
BEBERAPA ASUMSI DALAM ILMU

            Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu pengetahuan dengan buah pemikiran lainnya. Dengan perkataan lain, ilmu merupakan sebagian dari pengetahuan, yakni pengetahuan yang memiliki sifat-sifat tertentu.[1] Senada dengan pendapat tersebut, ilmu merupakan pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, dan syarat tertentu, yaitu sistematik, rasionil, empiris, umum, dan kumulatif.[2] Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah salah satu dari pengetahuan manusia yang tersusun, logis, dan berlandaskan pada kejadian fakta atau empiris.
            Karena ilmu berlandaskan pada fakta, obyek penelaahan ilmu tentunya mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pancaindera manusia. Dalam batas-batas tersebut, ilmu mempelajari obyek-obyek empiris seperti binatang, tumbuhan, atau manusia. Berdasarkan obyek yang ditelaahnya itu, ilmu dapat disebut sebagai pengetahuan empiris. Artinya, obyek-obyek yang berada di luar jangkauan manusia tidak termasuk ke dalam bidang penelaahan keilmuan tersebut.
            Ilmu bertujuan untuk mengkaji obyek empiris tertentu secara mendalam untuk mendapatkan hasil yang berupa pengetahuan mengenai obyek tersebut. Untuk mendapatkan pengetahuan ini, ilmu perlu membuat beberapa asumsi mengenai obyek empiris yang ingin dikaji tersebut. Sebagaimana yang telah dijelaskan di awal bahwa asumsi sangat perlu dalam sebuah kegiatan penelaahan, yaitu sebagai landasan awal.
Asumsi adalah anggapan dasar yang dianggap benar oleh seorang peneliti.[3] Artinya, dugaan yang diterima sebagai dasar atau landasan berfikir karena dianggap benar. Kemudian, pengertian asumsi dalam filsafat ilmu merupakan anggapan/andaian dasar tentang realitas suatu objek yang menjadi pusat penelaahan atau pondasi bagi penyusunan pengetahuan ilmiah yang diperlukan dalam pengembangan ilmu[4]. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa asumsi adalah anggapan awal yang dianggap benar oleh sseorang peneliti yang ditetapkan sebelum melakukan kegiatan penelitian.
Dalam menentukan asumsi hanya bisa dilakukan oleh ilmuwan/peneliti sendiri sebelum melakukan kegiatan penelitian. Hal apa sebenarnya yang ingin dipelajari dari suatu ilmu yang akan ditelitinya. Semua ilmu mempunyai asumsi-asumsi ini, baik yang dinyatakan secara tersirat maupun secara tersurat. Secara garis besar kita dapat mengambil contoh dua bidang ilmu yang berbeda yaitu antara ilmu social dan sains. Petama, dalam ilmu ekonomi (salah satu cabang ilmu social), asumsi dikenal dengan istilah Cateris Paribus, istilah ini seringkali digunakan sebagai suatu asumsi yang menyederhanakan beragam formulasi dan deskripsi dari berbagai anggapan ekonomi.[5] Contohnya, asumsi akan harga suatu barang, dinyatakan bahwa harga barang akan meningkat ketika permintaan terhadap barang tersebut meningkat. Kedua, dalam ilmu sains, asumsi disebut dengan istilah kausalitas, yaitu suatu asumsi dasar yang dibangun oleh hubungan antara suatu kejadian (sebab) dan kejadian kedua (akibat/ dampak) yang mana kejadian kedua dipahami sebagai konsekuensi dari yang pertama.[6] Contohnya, asumsi tentang hujan, dinyatakan  bahwa adanya awan tebal dan langit gelap/ mendung merupakan pertanda akan turun hujan. Hal tersebut bukanlah suatu kebetulan tetapi memang polanya sudah demikian, kejadian tersebut akan terus berulang dengan pola yang sama.
Dari penjelasan tersebut, tentu dapat dipahami bahwa setiap ilmu memerlukan asumsi. Asumsi tersebut untuk mengatasi penelaahan permasalahan suatu obyek menjadi lebar. Pernyataan asumtif inilah yang memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan seorang peneliti. Hal ini dikarenakan sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama bisa menerima asumsi yang dikemukakannya.
Perbedaan cara pandang terhadap suatu masalah akan terjadi apabila ditinjau dari berbagai kaca mata ilmu, begitu pula dengan asumsi. Untuk mengkaji atau meneliti suatu masalah dalam sebuah ilmu, akan terdapat beberapa asumsi dalam ilmu tersebut. Beberapa asumsi ini terjadi dikarenakan ilmu merupakan pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis yang dapat membantu kehidupan manusia secara pragmatis. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak. Oleh karena itu, perbedaan asumsi dapat saja terjadi pada satu obyek yang sama.
Dalam buku Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer yang ditulis oleh Jujun S. Suriasumantri, didalamnya dideskripsikan tentang beberapa asumsi yang terdapat dalam ilmu fisika. Ilmu fisika merupakan ilmu yang paling maju diantara ilmu lainnya. Dalam analisis secara mekanistik, terdapat empat komponen analisis utama yaitu zat, gerak, ruang, dan waktu. Newton berasumsi bahwa keempat komponen ini bersifat absolut. Berbeda dengan Einsten, Einsten berasumsi bahwa  keempat komponen tersebut bersifat relatif. Hal ini dikarenakan tidak mungkin mengukur gerak secara absolut. Bahkan zat itu sendiri tidak bersifat mutlak, hanya bentuk lain dari energi. Perbedaan pandangan ini menyebabkan fisika belum merupakan pengetahuan ilmiah yang tersusun secara sistemik, sistematik, konsisten, dan analitik berdasarkan pernyataan-pernyataan ilmiah yang disepakati bersama.
Selain dalam ilmu fisika, beberapa asumsi juga terdapat dapat dalam ilmu sosial. Dalam ilmu sosial asumsi lebih rumit. Masing-masing ilmu sosial mempunyai berbagai asumsi mengenai manusia. Siapa sebenarnya manusia? Jawabnya tergantung kepada situasinya. Dalam kegiatan ekonomis maka dia makhluk ekonomi, dalam politik maka dia makhluk yang berolitik, dalam pendidikan dia homo educandum.
Dari pendeskripsian Suriasumantri tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam suatu ilmu dapat terjadi beberapa asumsi. Begitu pula seorang ilmuwan yang ingin melakukan sebuah penelitian, tentunya dapat menggunakan beberapa asumsi dalam bidang ilmunya. Hal ini dikarenakan semakin banyak asumsi, semakin sempit pula ruang gerak penelitian, dan akan semakin mudah dalam pengambilan kesimpulan.
Pernyataan asumtif tidak dapat digunakan secara sembarangan. Dengan demikian, seorang ilmuwan yang ingin melakukan sebuah penelitian harus benar-benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya. Hal ini dikarenakan mempergunakan asumsi yang berbeda akan berbeda pula konsep pemikiran yang dipergunakan dalam sebuah penelitian. Oleh karena itu, asumsi yang dipergunakan dalam sebuah penelitian tidak bisa menggunakan asumsi secara tersirat; asumsi harus bersifat lugas atau tersurat. Untuk itu, asumsi harus dikembangkan secara benar.
Dalam pengembangan asumsi harus diperhatikan beberapa hal. Pertama, asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan. Artinya, asumsi harus merupakan dasar dari pengkajian teoretis. Kedua, asumsi harus disimpulkan dari keadaan sebagaimana adanya, bukan bagaimana keadaan yang seharusnya. Asumsi yang pertama adalah asumsi yang mendasari telaahan ilmiah sedangkan asumsi yang kedua adalah asumsi yang mendasari telaahan moral. Sebagai contoh, dalam kegiatan ekonomis manusia berperan sebagai manusia yang mencari keuntungan sebesar-besarnya, maka cukup itu yang dijadikan sebagai pegangan tidak usah ditambahkan dengan lain.
Asumsi bukanlah suatu keputusan yang mutlak, sebagaimana ilmu yang tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang bersifat mutlak. Oleh karena itu, dapat dirumuskan bahwa asumsi adalah sebuah ketidakpastian yang masih harus dibuktikan kebenarannya. Untuk itu, asumsi harus dirumuskan berdasarkan ilmu pengetahuan.
Perumusan asumsi juga mempunyai resiko. Artinya, apa yang diasumsikan akan mengandung resiko secara menyeluruh. Seseorang yang mengasumsikan penelitiannya berhasil maka direncanakan hasil penelitian tersebut akan dapat diaplikasikan. Apabila asumsi dinyatakan tidak berhasil, resikonya menggagalkan pengaplikasian hasil penelitian tersebut.

BAB III
KESIMPULAN

Keberadaan asumsi sebagai bagian dari filsafat ilmu merupakan hal yang sangat penting karena asumsi berfungsi sebagai bagian yang mendasar yang harus ada. Dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan menentukan asumsi dari keberadaan suatu objek penelitian dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian oleh peneliti itu sendiri, karena asumsi akan dapat memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan.
Dalam suatu ilmu dapat terjadi beberapa asumsi. Begitu pula seorang ilmuwan yang ingin melakukan sebuah penelitian, tentunya dapat menggunakan beberapa asumsi dalam bidang ilmunya. Hal ini dikarenakan semakin banyak asumsi, semakin sempit pula ruang gerak penelitian, dan akan semakin mudah dalam pengambilan kesimpulan.
Pengembangan beberapa asumsi sebelum melakukan penelitian juga harus diperhatikan secara tepat. Hal ini dikarenakan kesalahan dalam menetapkan asumsi akan beresiko pada hasil penelitian yang didapatkan. Dengan kata lain, asumsi yang benar akan menjembatani tujuan penelitian sampai penarikan simpulan dari hasil pengujian hipotesis.




DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin Anshari, Endang. 1979. Ilmu, Filsafat dan Agama. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Suriasumantri, Jujun.1982. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: PT. Penebar Swadaya

Suriasumantri, Jujun S. 1999. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.






[1] Suriasumantri, Jujun S. 1999. Ilmu dalam Perspektif. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Hal 9.
[2] Saifuddin Anshari, Endang. 1979. Ilmu, Filsafat dan Agama. PT Bina Ilmu: Surabaya. Hal 47.
[3] Saifuddin Anshari, Endang. 1979. Ilmu, Filsafat dan Agama. PT Bina Ilmu: Surabaya. Hal 47.
[6]  http://id.m.wikipedia.org/wiki/Kausalitas (diakses 28 september 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar