BEBERAPA
ASUMSI DALAM ILMU
Makalah
Ini Disusun Sebagai Tugas Kelompok
Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen
Pengampu:
Dr. Endang Koenmarjati,
M.pd
Oleh:
Nurrahmah
Meilinda
PENDIDIKAN
BAHASA
PROGRAM
PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS
NEGERI JAKARTA
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
Ilmu
merupakan pengetahuan yang berfungsi sebagai alat bagi manusia dalam
menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-harinya.
Artinya, ketika manusia dihadapkan pada sebuah masalah, ilmu akan berperan
penting dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Begitu pula yang dihadapi
oleh seorang ilmuwan yang ingin menyelesaikan sebuah masalah dalam bidang
ilmunya. Masalah tersebut biasanya akan diselesaikan dengan pengkajian secara
ilmiah atau disebut dengan penelitian. Pengkajian secara ilmiah tersebut
tentunya harus mengikuti langkah-langkah ilmiah.
Seorang
ilmuwan yang ingin meneliti tentunya karena ada suatu permasalahan. Oleh karena
itu, peneliti harus membuat asumsi terhadap permasalahan yang ingin diteliti
tersebut. Asumsi ini sangat perlu, sebab asumsi merupakan landasan yang memberi
arah bagi kegiatan penelaahan. Apabila asumsi yang dikemukakan oleh peneliti
diterima, hasil penelaahan tersebut dianggap benar. Semua teori keilmuan
mempunyai asumsi-asumsi ini, baik yang tersirat maupun yang tersurat.
Dalam
sebuah ilmu, tidak hanya terdiri atas satu asumsi. Artinya, ilmu selalu punya
beberapa asumsi. Begitu pula dalam kegiatan meneliti. Pernyataan asumtif yang
dibuat oleh peneliti boleh lebih dari satu asumsi. Hal ini dikarenakan semakin
banyak asumsi yang digunakan, maka akan semakin sempit ruang gerak penelaahan,
sehingga dapat mempermudah penarikan kesimpulan secara tepat. Oleh karena itu,
dalam makalah ini akan dibahas tentang “ Beberapa
Asumsi dalam Ilmu”
BAB II
BEBERAPA ASUMSI DALAM ILMU
Ilmu
merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan
metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu pengetahuan dengan buah
pemikiran lainnya. Dengan perkataan lain, ilmu merupakan sebagian dari
pengetahuan, yakni pengetahuan yang memiliki sifat-sifat tertentu.[1]
Senada dengan pendapat tersebut, ilmu merupakan pengetahuan yang mempunyai
ciri, tanda, dan syarat tertentu, yaitu sistematik, rasionil, empiris, umum,
dan kumulatif.[2]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah salah satu dari
pengetahuan manusia yang tersusun, logis, dan berlandaskan pada kejadian fakta
atau empiris.
Karena ilmu berlandaskan pada fakta,
obyek penelaahan ilmu tentunya mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat
diuji oleh pancaindera manusia. Dalam batas-batas tersebut, ilmu mempelajari
obyek-obyek empiris seperti binatang, tumbuhan, atau manusia. Berdasarkan obyek
yang ditelaahnya itu, ilmu dapat disebut sebagai pengetahuan empiris. Artinya,
obyek-obyek yang berada di luar jangkauan manusia tidak termasuk ke dalam
bidang penelaahan keilmuan tersebut.
Ilmu bertujuan untuk mengkaji obyek
empiris tertentu secara mendalam untuk mendapatkan hasil yang berupa
pengetahuan mengenai obyek tersebut. Untuk mendapatkan pengetahuan ini, ilmu
perlu membuat beberapa asumsi mengenai obyek empiris yang ingin dikaji
tersebut. Sebagaimana yang telah dijelaskan di awal bahwa asumsi sangat perlu
dalam sebuah kegiatan penelaahan, yaitu sebagai landasan awal.
Asumsi
adalah anggapan dasar yang dianggap benar oleh seorang peneliti.[3]
Artinya, dugaan
yang diterima sebagai dasar atau landasan berfikir karena dianggap benar.
Kemudian, pengertian asumsi dalam filsafat ilmu merupakan anggapan/andaian
dasar tentang realitas suatu objek yang menjadi pusat penelaahan atau pondasi
bagi penyusunan pengetahuan ilmiah yang diperlukan dalam pengembangan ilmu[4].
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa asumsi adalah anggapan awal yang
dianggap benar oleh sseorang peneliti yang ditetapkan sebelum melakukan
kegiatan penelitian.
Dalam menentukan asumsi hanya bisa
dilakukan oleh ilmuwan/peneliti sendiri sebelum melakukan kegiatan penelitian.
Hal apa sebenarnya yang ingin dipelajari dari suatu ilmu yang akan ditelitinya.
Semua ilmu mempunyai asumsi-asumsi ini, baik yang dinyatakan secara tersirat
maupun secara tersurat. Secara garis besar kita dapat mengambil contoh dua
bidang ilmu yang berbeda yaitu antara ilmu social dan sains. Petama, dalam ilmu ekonomi (salah satu
cabang ilmu social), asumsi dikenal dengan istilah Cateris Paribus, istilah
ini seringkali digunakan sebagai suatu asumsi yang menyederhanakan beragam
formulasi dan deskripsi dari berbagai anggapan ekonomi.[5]
Contohnya, asumsi akan harga suatu barang, dinyatakan bahwa harga barang akan
meningkat ketika permintaan terhadap barang tersebut meningkat. Kedua, dalam ilmu sains, asumsi
disebut dengan istilah kausalitas, yaitu suatu asumsi dasar yang
dibangun oleh hubungan antara suatu kejadian (sebab) dan kejadian kedua
(akibat/ dampak) yang mana kejadian kedua dipahami sebagai konsekuensi dari
yang pertama.[6]
Contohnya, asumsi tentang hujan, dinyatakan bahwa adanya awan tebal dan
langit gelap/ mendung merupakan pertanda akan turun hujan. Hal tersebut
bukanlah suatu kebetulan tetapi memang polanya sudah demikian, kejadian
tersebut akan terus berulang dengan pola yang sama.
Dari penjelasan
tersebut, tentu dapat dipahami bahwa setiap ilmu memerlukan
asumsi. Asumsi tersebut untuk mengatasi penelaahan permasalahan suatu obyek menjadi
lebar. Pernyataan
asumtif inilah yang memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan seorang peneliti. Hal ini dikarenakan sebuah
pengetahuan baru dianggap benar selama bisa menerima asumsi yang
dikemukakannya.
Perbedaan cara pandang
terhadap suatu masalah akan terjadi apabila ditinjau dari berbagai kaca mata
ilmu, begitu pula dengan asumsi. Untuk mengkaji atau meneliti suatu masalah
dalam sebuah ilmu, akan terdapat beberapa asumsi dalam ilmu tersebut. Beberapa
asumsi ini terjadi dikarenakan ilmu merupakan pengetahuan yang mempunyai
kegunaan praktis yang dapat membantu kehidupan manusia secara pragmatis. Dengan
kata lain, ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak. Oleh karena itu, perbedaan
asumsi dapat saja terjadi pada satu obyek yang sama.
Dalam buku Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer yang ditulis oleh Jujun S.
Suriasumantri, didalamnya dideskripsikan tentang beberapa asumsi yang terdapat
dalam ilmu fisika. Ilmu fisika merupakan ilmu yang paling maju diantara ilmu
lainnya. Dalam analisis secara mekanistik, terdapat empat komponen analisis
utama yaitu zat, gerak, ruang, dan waktu. Newton berasumsi bahwa keempat
komponen ini bersifat absolut. Berbeda dengan Einsten, Einsten berasumsi bahwa keempat komponen tersebut bersifat relatif.
Hal ini dikarenakan tidak mungkin mengukur gerak secara absolut. Bahkan zat itu
sendiri tidak bersifat mutlak, hanya bentuk lain dari energi. Perbedaan
pandangan ini menyebabkan fisika belum merupakan pengetahuan ilmiah yang
tersusun secara sistemik, sistematik, konsisten, dan analitik berdasarkan pernyataan-pernyataan
ilmiah yang disepakati bersama.
Selain dalam ilmu fisika, beberapa
asumsi juga terdapat dapat dalam ilmu sosial. Dalam ilmu sosial asumsi lebih
rumit. Masing-masing ilmu sosial mempunyai berbagai asumsi mengenai manusia.
Siapa sebenarnya manusia? Jawabnya tergantung kepada situasinya. Dalam kegiatan
ekonomis maka dia makhluk ekonomi, dalam politik maka dia makhluk yang
berolitik, dalam pendidikan dia homo
educandum.
Dari pendeskripsian
Suriasumantri tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam suatu ilmu dapat terjadi
beberapa asumsi. Begitu pula seorang ilmuwan yang ingin melakukan sebuah
penelitian, tentunya dapat menggunakan beberapa asumsi dalam bidang ilmunya.
Hal ini dikarenakan semakin banyak asumsi, semakin sempit pula ruang gerak penelitian,
dan akan semakin mudah dalam pengambilan kesimpulan.
Pernyataan asumtif tidak
dapat digunakan secara sembarangan. Dengan demikian, seorang ilmuwan yang ingin
melakukan sebuah penelitian harus benar-benar mengenal asumsi yang dipergunakan
dalam analisis keilmuannya. Hal ini dikarenakan mempergunakan asumsi yang
berbeda akan berbeda pula konsep pemikiran yang dipergunakan dalam sebuah
penelitian. Oleh karena itu, asumsi yang dipergunakan dalam sebuah penelitian tidak
bisa menggunakan asumsi secara tersirat; asumsi harus bersifat lugas atau
tersurat. Untuk itu, asumsi harus dikembangkan secara benar.
Dalam
pengembangan asumsi harus diperhatikan beberapa hal. Pertama, asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian
disiplin keilmuan. Artinya, asumsi harus merupakan dasar dari pengkajian
teoretis. Kedua, asumsi harus
disimpulkan dari keadaan sebagaimana adanya, bukan bagaimana keadaan yang
seharusnya. Asumsi yang pertama adalah asumsi yang mendasari telaahan ilmiah
sedangkan asumsi yang kedua adalah asumsi yang mendasari telaahan moral.
Sebagai contoh, dalam kegiatan ekonomis manusia berperan sebagai manusia yang
mencari keuntungan sebesar-besarnya, maka cukup itu yang dijadikan sebagai
pegangan tidak usah ditambahkan dengan lain.
Asumsi
bukanlah suatu keputusan yang mutlak, sebagaimana ilmu yang tidak pernah ingin dan tidak pernah
berpretensi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang bersifat mutlak. Oleh
karena itu, dapat dirumuskan bahwa asumsi adalah sebuah ketidakpastian yang
masih harus dibuktikan kebenarannya. Untuk itu, asumsi harus dirumuskan
berdasarkan ilmu pengetahuan.
Perumusan asumsi juga mempunyai
resiko. Artinya, apa yang diasumsikan akan mengandung resiko secara menyeluruh.
Seseorang yang mengasumsikan penelitiannya berhasil maka direncanakan hasil
penelitian tersebut akan dapat diaplikasikan. Apabila asumsi dinyatakan tidak
berhasil, resikonya menggagalkan pengaplikasian hasil penelitian tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
Keberadaan asumsi sebagai bagian
dari filsafat ilmu merupakan hal yang sangat penting karena asumsi berfungsi
sebagai bagian yang mendasar yang harus ada. Dalam ontologi suatu ilmu
pengetahuan menentukan asumsi dari keberadaan suatu objek penelitian dilakukan
sebelum pelaksanaan penelitian oleh peneliti itu sendiri, karena asumsi akan
dapat memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan.
Dalam suatu ilmu dapat
terjadi beberapa asumsi. Begitu pula seorang ilmuwan yang ingin melakukan
sebuah penelitian, tentunya dapat menggunakan beberapa asumsi dalam bidang
ilmunya. Hal ini dikarenakan semakin banyak asumsi, semakin sempit pula ruang
gerak penelitian, dan akan semakin mudah dalam pengambilan kesimpulan.
Pengembangan beberapa
asumsi sebelum melakukan penelitian juga harus diperhatikan secara tepat. Hal
ini dikarenakan kesalahan dalam menetapkan asumsi akan beresiko pada hasil
penelitian yang didapatkan. Dengan kata lain, asumsi yang benar akan
menjembatani tujuan penelitian sampai penarikan simpulan dari hasil pengujian
hipotesis.
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin
Anshari, Endang. 1979. Ilmu, Filsafat dan
Agama. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Suriasumantri, Jujun.1982. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: PT. Penebar
Swadaya
Suriasumantri,
Jujun S. 1999. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Http://mulyadiniarty.wordpress.com/2009/11/01/asumsi-dalam-ilmu/(diakses 28 September2013)
Http://id.m.wikipedia.org/wiki/Cateris_paribus (diakses 28
September 2013)
[1]
Suriasumantri, Jujun S. 1999. Ilmu dalam Perspektif. Yayasan Obor Indonesia.
Jakarta. Hal 9.
[2]
Saifuddin Anshari, Endang. 1979. Ilmu,
Filsafat dan Agama. PT Bina Ilmu: Surabaya. Hal 47.
[3]
Saifuddin Anshari, Endang. 1979. Ilmu,
Filsafat dan Agama. PT Bina Ilmu: Surabaya. Hal 47.
[4]
http://mulyadiniarty.wordpress.com/2009/11/01/asumsi-dalam-ilmu/(diakses
28 September2013)
[5]
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Cateris_paribus
(diakses 28 September2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar