DAFTAR ISI
Daftar
Isi ……………………………………………………………………... 1
A. Motivasi ………………………………………………………………… 2
B. Jenis-jenis
Motivasi …………...………………………………………… 2
C. Teori
Motivasi …………………………………………………………... 4
1.
Teori Motivasi Brown ……………………………………………… 4
2.
Teori Motivasi Abraham Maslow
(1943-1970) ……………………. 6
3.
Teori Motivasi Herzberg (1966) ……………………………………. 6
4.
Teori Motivasi Douglas McGregor ………………………………… 7
5.
Teori Motivasi Vroom (1964) ……………………………………… 7
D. Upaya
Meningkatkan Motivasi dalam Pembelajaran
…………………… 8
E. Cara
Pengukuran dalam Meningkatkan Motivasi
………………………. 8
Glossary ……………………………………………………………………… 9
DAFTAR
PUSTAKA
URAIAN INTI
A.
Motivasi
Motivasi merupakan keadaan internal yang membangkitkan
dan mengarahkan
serta mempertahankan perilaku. (Woolfolk , 2007: 372).
Di mana keadaan dari dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan
tertentu, baik disadari maupun tidak disadari. Selain itu, motivasi merupakan
dorongan prilaku manusia untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. (Jamaris, 2010: 239).
B.
Jenis-Jenis
Motivasi
Motivasi
dibagi menjadi dua yaitu: motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi
intrinsik merupakan proses dari dalam diri untuk mencapai tujuan itu sendiri. Motivasi intrinsik memiliki kecenderungan alamiah untuk mencari dan
menaklukkan tantangan seperti kita
mengejar kepentingan pribadi. Ketika kita termotivasi secara intrinsik, kita tidak perlu insentif atau hukuman.
Misalnya, siswa belajar dengan rajin karena ia menyukai pelajaran tersebut.
Sedangkan, motivasi ekstrinsik merupakan proses melakukan sesuatu untuk
mendapatkan sesuatu yang lain atau cara untuk mencapai tujuan. Ketika kita melakukan sesuatu untuk mendapatkan nilai, menghindari
hukuman, atau untuk beberapa alasan lain yang memiliki sedikit hubungan dengan tugas itu sendiri, kita mengalami motivasi ekstrinsik. Kita tidak tertarik dalam kegiatan untuk kepentingan diri sendiri, kita hanya
peduli dengan apa yang akan kita
dapatkan.
Misalnya,
siswa belajar dengan rajin dalam sebuah pelajaran untuk memperoleh nilai bagus.
(Woolfolk,
2007: 373)
Motivasi
intrinsik dibagi menjadi empat yaitu 1) determinasi diri dan pilihan personal,
2) pengalaman optimal dan penghayatan, 3) minat, dan 4) keterlibatan kognitif
dan tanggung jawab terhadap diri sendiri. (Santrock, 2009: 211).
Determinasi
diri dan pilihan personal merupakan sebuah pandangan dari motivasi intrinsik
menekankan determinasi diri. Misalnya, siswa ingin meyakini bahwa mereka
melakukan sesuatu atas keinginan mereka sendiri bukan karena keberhasilan atau
penghargaan internal.
Pengalaman
optimal melibatkan perasaan menikmati dan bahagia yang mendalam sedangkan
penghayatan paling sering terjadi ketika individu terlibat dalam sebuah
aktivitas. Misalnya, ketika siswa menghadap tugas yang menantang dan mereka
merasa tidak yakin bahwa mereka mempunyai keterampilan yang memadai untuk
menguasainya, mereka mengalami kecemasan.
Minat
dihubungkan terutama dengan tindakan pembelajaran mendalam, seperti ingatan
atas gagasan pokok dan respons terhadap pertanyaan pemahaman yang lebih sulit,
dibandingkan pembelajaran yang hanya pada permukaan seperti respons terhadap
pertanyaan yang sederhana dan ingatan kata demi kata atas teks.
Keterlibatan
kognitif dan tanggung jawab terhadap diri sendiri menekankan pentingnya
menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendorong siswa menjadi terlibat
secara kognitif dan memikul tanggung jawab untuk pembelajaran mereka. Tujuannya
adalah untuk membuat siswa termotivasi untuk melakukan usaha secara lebih tekun
dan menguasai gagasan-gagasannya daripada hanya mengerjakan tugas untuk sekadar
memenuhi syarat dan mendapatkan nilai yang hanya cukup untuk lulus.
Penghargaan
ekstrinsik dapat digunakan dalam mengubah perilaku akan tetapi dalam sejumlah
situasi, penghargaan dapat melemahkan pembelajaran. Sedangkan penghargaan yang
menyampaikan informasi mengenai kemampuan siswa menguasai materi dapat
meningkatkan motivasi instrinsik dengan meningkatkan rasa kompetensi siswa.
Akan tetapi, umpan balik negatif seperti kritik, yang membawa informasi bahwa
siswa tidak kompeten dapat melemahkan motivasi instrinsik khususnya jika siswa
meragukan kemampuan siswa untuk menjadi kompeten.
Proses
kognitif dalam motivasi intrinsik dan ekstrinsik antara lain: 1) atribusi, 2) mastery motivation, 3) efikasi diri, 4)
penetapan tujuan, perencanaan, dan pemantauan diri; serta 5) ekspektasi.
Atribusi
menyatakan bahwa individu termotivasi untuk mengungkapkan penyebab yang
mendasari kinerja dan perilaku mereka sendiri. Sedangkan mastery motivation meliputi kemampuan menguasai, putus asa, dan
kinerja. Adapun, efikasi diri merupakan keyakinan seseorang dalam menguasai
situasi dan memberikan hasil positif. Selain itu, penetapan tujuan,
perencanaan, dan pemantauan diri. Sebuah tujuan yang menantang merupakan
komitmen terhadap kemajuan diri. Jika menjadi seorang perencana yang baik
berarti merencanakan waktu secara efektif, menetapkan prioritas, dan
terorganisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan serta memonitori kemajuan
diri. Adapun, ekspektasi merupakan seberapa keras siswa bekerja dapat
bergantung pada seberapa banyak yang mereka harapkan untuk tercapai. Jika
seseorang berharap untuk berhasil maka cenderung bekerja keras dalam mencapai
tujuan dibandingkan jika seseorang berpikir gagal.
C.
Teori
Motivasi
Perspektif
atas motivasi terdiri atas: ilmu perilaku, humanistis, kognitif, dan sosial.
Perspektif ilmu perilaku menekankan penghargaaan dan hukuman eksternal sebagai
kunci dalam menentukan motivasi siswa. Di dalam perspektif ilmu perilaku
terdapat insentif. Insentif merupakan stimulus atau kejadian positif atau
negatif yang dapat memotivasi perilaku siswa. Selain itu, perspektif humanistis
menekankan kapasitas siswa untuk pertumbuhan pribadi, kebebasan untuk memilih
nasib mereka sendiri, dan kualitas-kualitas positif. Sedangkan, perspektif kognitif mengenai
motivasi, pemikiran siswa mengarahkan motivasi mereka. Siswa harus diberi lebih
banyak kesempatan dan tanggung jawab untuk mengendalikan hasil prestasi mereka
sendiri. Adapun, perspektif sosial menekankan pada hubungan secara aman dengan
orang lain. Misalnya, siswa yang suka berada di sekitar orang-orang atau siswa
yang lebih senang tinggal di rumah sambil membaca buku. (Santrock, 2009: 200-204).
Selain itu, ada teori motivasi lainnya, antara lain:
1.
Teori
Motivasi Brown
Menurut
Brown setidaknya ada tiga aliran yang memberikan definisi yang berbeda mengenai motivasi, yaitu:
Menurut
perspektif behavioristik, motivasi merupakan bentuk antisipasi dari imbalan
atau reward. Motivasi cenderung
terdorong untuk memperoleh penguatan positif dan pengalaman terdahulu terhadap
perilaku yang mendorong seseorang unruk bertindak meraih penguatan lebih
lanjut. Dalam pandangan ini, perilaku seseorang merupakan balasan dari dorongan
eksternal seperti dari orang tua, guru, teman sebaya, maupun persyaratan
pendidikan, spesifikasi kerja, dan sebagainya.
Menurut
istilah kognitif, motivasi lebih menekankan pada keputusan-keputusan
individual. Seperti Ausubel dalam Brow (2000:184-185) mengidentifikasi enam kebutuhan
konsep motivasi, antara lain:
a. Kebutuhan
untuk mengeksplorasi, melihat “sisi lain pegunungan” menyelidiki yang tidak
diketahui;
b. Kebutuhan
untuk memanipulasi, menjalankan dalam istilah Skinner- lingkungan dan
menyebabkan perubahan;
c. Kebutuhan
untuk beraktifitas, untuk bergerak dan berlatih, baik fisik maupun mental;
d. Kebutuhan
untuk stimulasi, kebutuhan untuk dirangsang lingkungan, oleh orang lain, atau
oleh ide-ide, pikiran dan perasaan;
e. Kebutuhan
untuk pengetahuan, kebutuhan untuk memproses dan menanamkan hasil-hasil
eksplorasi, manipulasi, aktivitas, dan stimulasi, untuk menyelesaikan
pertentangan, mencari penyelesaian bagi berbagai masalah dan mencari sistem
pengetahuan yang stabil.
f. Kebutuhan
untuk peningkatan ego, kebutuhan agar diri di kenal dan di terima dan didukung
oleh orang lain.
Sebuah
pandangan konstrukvis tentang motivasi bahkan memberikan penekanan lebih jauh
pada konteks sosial maupun pilihan-pilihan personal (Williams & Burden,
1997). Setiap orang termotivasi secara berbeda, sehingga akan memperlakukan
lingkungannya dengan cara yang unik, tetapi tindakan-tindakan unik itu selalu
dilakukan dalam sebuah lingkungan budaya dan sosial yang tidak bisa benar-benar dipisahkan dari
konteks tersebut. Beberapa dasawarsa silam, Abraham Maslow (1970) memandang
motivasi sebagai sebuah konsep dimana pencapaian-pencapaian tujuan tertinggi dengan
melewati sebuah hierarki kebutuhan, tiga di antaranya: dalam bentuk komunitas,
kepemilikan, dan status sosial. Motivasi dalam pandangan konstrukvis, dari
interaksi kita dengan orang lain maupun dari dorongan diri sendiri. (Brown , 2000:185).
2.
Teori
Motivasi Abraham Maslow (1943-1970)
Abraham
Maslow (1943-1970) mengemukakan pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan
pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang
memulai dorongan dari tingkatan terbawah, antara lain:
a.
Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa
haus, dan sebagainya);
b.
Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan
terlindung, jauh dari bahaya);
c.
Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa
memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki);
d.
Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi,
berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan);
e.
Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan
kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi, kebutuhan estetik: keserasian,
keteraturan, dan keindahan, kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan
diri dan menyadari potensinya). Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh,
pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan
motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan
mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika
kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya
ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus
bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.
3.
Teori
Motivasi Herzberg (1966)
Menurut
Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha
mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu
disebutnya faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor
intrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari
ketidakpuasan, didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi
lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator
memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya
adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor
intrinsik).
4.
Teori
Motivasi Douglas McGregor
Mengemukakan
dua pandangan manusia yaitu teori X (negative) dan teori Y (positif). Menurut
teori X, empat pengandaian yang dipegang manajer, antara lain:
a.
karyawan secara inheren tertanam dalam
dirinya tidak menyukai kerja.
b.
karyawan tidak menyukai kerja mereka
harus diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
c.
Karyawan akan menghindari tanggung
jawab.
d.
Kebanyakan karyawan menaruh keamanan
diatas semua faktor yang dikaitkan dengan kerja.
Kontras
dengan teori Y, mengenai kodrat manusia ada empat teori yaitu:
a. karyawan
dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat dan bermain.
b. Orang
akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit pada
sasaran.
c. Rata
rata orang akan menerima tanggung jawab.
d. Kemampuan
untuk mengambil keputusan inovatif.
5.
Teori
Motivasi Vroom (1964)
Teori
dari Vroom (1964) tentang cognitive
theory of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan
sesuatu yang ia yakini tidak dapat melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan
itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi
ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
a. Ekspektasi
(harapan) keberhasilan pada suatu tugas.
b. Instrumentalis,
yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan
suatu tugas.
c.
Valensi, yaitu respon terhadap outcome
seperti perasaan positif, netral, atau negatif. Motivasi tinggi, jika usaha
menghasilkan sesuatu yang melebihi harapan dan motivasi rendah, jika usahanya
menghasilkan kurang dari yang diharapkan.
D.
Upaya
Meningkatkan Motivasi dalam Pembelajaran, antara lain:
1.
Hindarkanlah sugesti dan kondisi yang
negatif (kondisi yang kurang menunjang);
2.
Ciptakan situasi kompetisi yang sehat,
baik antarindividu dalam kelompok, kelasnya maupun self competition;
3.
Adakan pacemaking. Pacemaking
merupakan tujuan atau sasaran yang jelas sehingga makin kuat motif untuk
berusaha;
4.
Informasikan hasil kegiatan dan berikan
kesempatan kepada individu atau kelompok yang bersangkutan untuk
mendiskusikannya;
5.
Dalam hal tertentu, ganjaran dan hadiah
(reward dalam bentuk penghargaan
dengan pujian atau piagam. Bila memungkinkan dapat juga menggunakan punishment. (Makmun,
2004: 41).
E.
Cara
Pengukuran dalam Meningkatkan Motivasi, antara lain:
1.
Durasi kegiatan yaitu berapa lama
kemampuan penggunaan waktunya untuk melakukan kegiatan.
2.
Frekuensi kegiatan yaitu berapa sering
kegiatan dilakukan dalam periode waktu tertentu.
3.
Persistensi yaitu ketetapan pada tujuan
kegiatan.
4.
Ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam
menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan.
5.
Devosi yaitu pengabdian dan pengorbanan
baik berupa uang, pikiran, tenaga bahkan jiwa raga atau nyawa dalam mencapai
tujuan.
6.
Tingkatan aspirasi yaitu maksud,
rencana, cita-cita, sasaran atau target yang ingin dicapai dengan kegiatan yang
dilakukan.
7.
Tingkatan kualifikasi pretasi atau
produk atau output yang dicapai dari
kegiatan, misalnya, berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan atau tidak.
8.
Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan,
misalnya, suka atau tidak suka, positif atau negatif. (Makmun,
2004: 40).
GLOSSARY
-
Devosi
Pengabdian
dan pengorbanan baik berupa uang, pikiran, tenaga bahkan jiwa raga atau nyawa
dalam mencapai tujuan.
- Insentif
Stimulus
atau kejadian positif atau negatif yang dapat memotivasi perilaku siswa.
- Pacemaking
Tujuan
atau sasaran yang jelas sehingga makin kuat motif untuk berusaha
- Persistensi
Ketetapan
pada tujuan kegiatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar