Kamis, 20 November 2014

metafisika



METAFISIKA

    Dosen Pengampu : Dr. Endang Koenmarjati, M.Pd Dan Dr. Hanif Pujiati, M.Pd.





Disusun Oleh :

Fahrudin                   (7316130257)
Ahda S. Putra           (7316130241)
Luo ying            (73161302..)



MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2013


A.    Pendahuluan
Filsafat, atau dalam bahasa arab falsafah adalah berpikir radikal, sistematis, dan universal tentang segala sesuatu. Pokok permasalahan filsafat yang dikaji filsafat mecakup tiga segi yakni apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika), mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika), serta apa yang dimaksud indah dan apa yang dimaksud jelek (esteika). Ketiga cabang utama filsafat ini kemudian bertambah lagi yakni, pertama teori tentang ada: tentang hakikat keberadaan zat, tentang hakikat pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran yang kesemuanya terangkum dalam metafisika.[1] Objek pemikiran  filsafat adalah segala sesuatu yang ada. Segala yang ada merupakan bahan pemikiran filsafat. Filsafat merupakan usaha berpikir manusia yang sistematis sehingga membentuk ilmu pengetahuan. Filsafat adalah sebuah refleksi atas semua yang ada, seluruh realitas. Metafisika adalah pengetahuan yang mempersoalkan hakikat terakhir eksistensi, yang erat hubungannya dengan ilmu pengetahuan alam. Metafisika tidak hanya sekedar bentuk pengetahuan, melainkan sebuah bentuk pengetahuan yang bersifat sistematik.
Dalam arti tertentu metafisika merupakan sebuah ilmu, yakni suatu pencarian dengan daya intelek yang bersifat sistematis atas data pengalaman yang ada. Masalah metafisika adalah masalah yang paling dasar dan menjadi inti dalam filsafat.[2] Metafisika dan filsafat pada umumnya ingin mengantar orang kepada kehidupan.  Metafisiska sebagai ilmu yang mempunyai objeknya tersendiri. Hal ini membedakannya dari pendekatan rasional yang lain. Objek telaahan metasifika berbeda dari ilmu alam, matematika, ilmu kedokteran.
 B.     Pengertian Metafisika
Metafisika merupakan bagian dari aspek ontologi dalam kajian filsafat. Konsepsi metafisika berasal dari bahasa Inggris: metaphysics, Latin: metaphysica dari Yunani meta ta physica (sesudah fisika); dari kata  meta (setelah, melebihi) dan physikos (menyangkut alam) atau physis (alam). Metafisika   merupakan bagian Filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika.[3] Hakikat yang bersifat abstrak dan di luar jangkauan pengalaman manusia. Tegasnya tentang realitas kehidupan di alam ini: dengan mempertanyakan yang Ada (being), Alam ini wujud atau tidak? Siapakah kita (manusia)? Apakah peranan kita (manusia) dalam kehidupan ini?. Metafisika secara prinsip mengandung konsep kajian tentang sesuatu yang bersifat rohani dan yang tidak dapat diterangkan dengan kaedah penjelasan yang ditemukan dalam ilmu yang lain.
  1. Secara etimologi meta adalah tidak dapat di lihat  oleh panca indera, sedangkan fisika adalah fisik. Jadi metafisika adalah sesuatu yang tidak dapat di lihat secara fisik.[4] Metafisika tidak bisa di uji secara empiris karena keberadaanya yang abstrak.
  2. Secara terminology metafisika Meta berasal (bahasa Italia) berarti setelah atau dibelakang. Adapun istilah lain metafisika  berakar dari kata Yunani, metataphysica. Dengan membuang ta  tambahan dan mengubah  physica ke fisika (physics) jadilah istilah metafisika yang berarti sesuatu di luar hal-hal fisik.[5] Metafisika adalah yang mengatasi kenyataan ini atau yang menjadi sebab kenyataan ini ( ada yang tertinggi, keilahan, jiwa, ide-ide ).[6] Pada paparan ini pernyataan pernyataan ontologism dibicarakan sebagai bagian dari pernyataan- pernyataan metafisis.
Metafisika dalam sebuah ensiklopedia Britannica filsafat di artikan sebagai berikut:
Metaphysics is the philosophical study whose objek is to determine the meaning, structure and principles of whater is insofar as it is. Although this study is popularly conceived as referring to anything excessively subtle and highly theoretical and although it has been subjected to many criticisms, it is presented by metaphysicians as the most fundamental and most comprehensive of inquiries, inasmuch as it is concerned with reality as a whole”.[7]
(Translate): “Metafisika adalah studi filosofis yang objeknya untuk menentukan arti, struktur dan prinsip-prinsip. walaupun ini mengacu pada sesuatu yang terlalu halus dan sangat teoritis  dan meskipun mengalami banyak kritik. Maka banyak pertanyaan metafisika yang paling mendasar dan paling komprehensif, karena metafisika berkaitan dengan realitas secara keseluruhan”.

C.    Pemikiran  Para Filosof Terhadap Metafisika.
            Metafisika dalam arti filosofis: 
Pada abad pertengahan istilah metafisika mempunyai arti filosofis. Metafisika oleh para filsuf  Skolastik diberi arti filosofis dengan mengatakan bahwa metafisika ialah ilmu tentang yang ada, karena muncul sesudah dan melebihi yang fisika (post physicam et supraphysicam).[8]  Istilah  sesudah tidak boleh diartikan secara temporal. Istilah  sesudah yang dimaksudkan disini ialah bahwa objek metafisika sendiri berada pada sesuatu yang abstrak.
a.       Pemikiran Metafisika Menurut filosof Barat
Pemikiran metafisika bagi para filosof barat itu berbeda-beda. Yaitu dapat dilihat dalam uraian berikut:
1.      Menurut Plato, metafisika lebih cenderung pada manusia karena manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Dimana sifat tubuh adalah material, sedang sifat jiwa adalah immaterial.[9]
2.      Kosmologis (alam semesta) menurut Aristoteles. Keteraturan alam semesta ini ditentukan oleh gerak (motion). Gerak merupakan penyebab terjadinya perubahan (change) di alam semesta. Akhirnya akal manusia tiba pada suatu titik yang ultimate, yaitu sumber penyebab dari semua gerak, yaitu Unmoved Mover, Penggerak yang tidak digerakkan.[10]
3.      Cristian Wloff, mengkasifikasi metafisika menjadi dua yaitu, metafisika generalis (ontologi) dan metafisika specialis (kosmologi, psikologi, dan theologi). Dimana metafisika generalis adalah yang dapat di serap oleh inderawi, sedangkan metafisika specialis adalah yang tidak dapat di serap oleh inderawi.[11]
1.      Metafisika generalis yaitu ontologi (ilmu tentang ada atau pengada).
2.      Metafisika specialis terdiri dari: kosmologi (alam semesta), psikologi (jiwa), theology (tuhan).
b.      Pemikiran Metafsika Menurut Filosof Islam

1.      Al-Kindi
Tentang filsafat al-Kindi, memandang bahwa filsafat haruslah diterima sebagai bagian dari peradaban Islam. Ia berupaya menunjukkan bahwa filsafat dan agama merupakan dua barang yang bisa serasi, ia menegaskan pentingnya kedudukan filsfat dengan menyatakan bahwa aktifitas filsafat yang definisi nya adalah mengetahui hakikat sesuatu sejauh batas kemampuan manusia dan tugas filosof adalah mendapatkan kebenaran.[12]
Tentang metafisika alam al-Kindi mengatakan bahwa alam ini adalah illat-Nya. Alam itu tidak mempunyai asal, kemudian menjadi ada karena diciptakan Tuhan. Al-Kindi juga menegaskan mengenai hakikat Tuhan, Tuhan adalah wujud yang hak (benar) yang bukan asalnya tidak ada menjadi ada, ia selalu mustahil tidak ada, jadi Tuhan adalah wujud yang sempurna yang tidak didahului oleh wujud yang lain.
2.      Al farabi
Bagi al-Farabi, filafat mencakup matematika, dan matematika bercabang pada ilmu-ilmu lain, sebagaimana ilmu itu berlanjut pada metafisika. Menurut al-farabi bagian metafisika ini secara lengkap dipaparkan oleh aristoteles dalam metaphysics yang sering juga diacu dalam sumber-sumber Arab sebagai “book of letters”.
Tuhan adalah wujud yang sempurna, ada tanpa suatu sebab, kalau ada sebab baginya, maka adanya Tuhan tidak sempurna lagi. Berarti adanya Tuhan bergantung kepada sebab yang lain, karena itu ia adalah substansi yang azali, yang ada dari semula dan selalu ada, substansi itu sendiri telah cukup jadi sebab bagi keabadian wujudnya. Al-Farabi dalam metafisika nya tentang ketuhanan hendak menunjukkan keesaan Tuhan, juga dijelaskan pula mengenai kesatuan antara sifat dan zat (substansi) Tuhan, sifat Tuhan tidak berbeda dari zat Nya, karena Tuhan adalah tunggal.[13]
Tentang penciptaan alam (kosmologi) al-farabi cenderung memahami bahwa alam tercipta melalui proses emanasi sejak zaman azali, sehingga tergambar bahwa penciptaan alam oleh Tuhan, dari tidak ada menjadi ada, menuut al-Farabi, hanya Tuhan saja yang ada dengan sendirinya tanpa sebab dari luar dirinya. Karena itu ia disebut wajib al-Wujudu zatih.[14]
Allah menciptakan alam ini melalui emanasi, dalam arti bahwa  wujud Tuhan melimpahkan wujud alam semesta. Emanasi ini terjadi melalui tafakkur (berfikir) Tuhan tentang dzat-Nya yang merupakan prinsip dari peraturan dan kebaikan dalam alam. Dengan kata lain, berpikirnya Allah swt tentang dzat-Nya adalah sebab dari adanya alam ini. Dalam arti bahwa ialah yang memberi wujud kekal dari segala yang ada. Berfikirnya Allah tentang dzatnya adalah ilmu Tuhan tentang diri-Nya, dan ilmu itu adalah daya ( al-Qudrah) yang menciptakan segalanya, agar sesuatu tercipta, cukup Tuhan mengetahuiNya.
3.      Al razi
Persoalan metafisika yang dibahas oleh al-Razi, seperti halnya yang ada pada filsafat yunani kuno yaitu tentang adanya lima prinsip yang kekal yaitu: Tuhan, Jiwa Unversal, materi pertama, ruang absolut, dan zaman absolut.[15]
Secara prinsip tentang metafiska dikatakan bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan substansi ketuhanan-nya kemudian akal, akal berfungsi menyadarkan manusia bahwa dunia yang dihadapi sekarang ini bukanlah dunia yang sebenarnya, dunia yang sebenarnya itu dapat dicapai dengan berfilsafat. Dalam karya tulis al-Razi, al-Tibb al-Ruhani (kedokteran Jiwa) tampak jelas bahwa ia sangat tinggi menghargai akal, dikatakannya bahwa akal adalah karya  terbesar dari Tuhan bagi manusia.
c. Posisi Metafsisika dalam Objek Filsafat
1.      Objek Filsafat
Objek filsafat adalah sesuatu yang merupakan bahan dari suatu penelitian atau pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek yang di bedakan menjadi dua yaitu objek material dan dan objek formal.
Objek material filsafat yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu. Objek material adalah hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu. Objek material mencangkup hal-hal yang konkret ataupun hal-hal yang abstrak.
Objek formal yaitu sudut pandang yang di tujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu. Objek formal filsafat yaitu pandangan yang menyeluruh secara umum , sehingga dapat mencapai hakikat dari objek materialnya. Objek formalnya membahas objek material itu sampai ke hakikat atau esensi yang di hadapinya.
2.      Metafisika di dalam Objek Filsafat
Metafisika adalah cabang filsafat  yang harus di teliti keberadaanya. Metafiska berkaitan dengan objek formal filsafat yaitu menelaah secara keseluruhan sehingga dapat mencapai hakikat  dari objek materialnya. Adapun objek formalnya membahas objek material itu sampai ke hakikat atau esensi yang di hadapinya.
3.      Objek Metafisika
Objek metafisika itu sendiri menurut Prof. B. Delfgaauw adalah objek yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera.[16] Menurut Hoffmann objek metafisika adalah pikiran, gerak waktu, sebab, akibat, tujuan, cara, hukum, moral, dll.
D.   Penutup
Metafisika merupakan bagian dari aspek ontologi dalam kajian filsafat. Konsepsi metafisika berasal dari bahasa Inggris: metaphysics, Latin: metaphysica dari Yunani meta ta physica (sesudah fisika); dari kata  meta (setelah, melebihi) dan physikos (menyangkut alam) atau physis (alam). Metafisika   merupakan bagian Filsafat tentang hakikat yang ada di sebalik fisika. Hakikat yang bersifat abstrak dan di luar jangkauan pengalaman manusia. Tegasnya tentang realitas kehidupan di alam ini: dengan mempertanyakan yang Ada (being). Secara etimologi meta adalah tidak dapat di lihat  oleh panca indera, sedangkan fisika adalah fisik. Jadi metafisika adalah sesuatu yang tidak dapat di lihat secara fisik. Yang tidak bisa di uji secara empiris.
Pemikiran Metafisika di bagi ke dalam  pemikiran filosof barat dan Islam. Menurut pemikiran filosof barat metafisika adalah suatu eksistensi yang cenderung terhadap duniawi (manusia) kecenderungan yang bersifat niscaya, yaitu keinginan untuk hidup bahagia, senang, sedih, marah, benci, cinta. Dan berbuat baik. Sedangkan metafisika Islam cenderug kepada Wujud yang abstrak dan bersifat mutlak yaitu Tuhan (Allah Swt).









Referensi

Ending, soekarlan. 1974. Metafisika. institute press IKIP YOGYAKARTA
Sumantri, jujun s, filsafat ilmu, cet  17 (Jakarta: pustaka sinar harapan, 2003) hal 32

Setiawan, dimensi kreatif dalam filsafat ilmu, cet 2 (Bandung: IKAPI,1991) hal 9

Lorens Bagus, Metafisika, Suwandi (ed.), (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,1991), hal.1

Ahmad Mahmud Shubhi, Filsafat Etika, cet 1, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001). Hal. 43.
) hal 1

Jacob, E. Safra Chairman, The New Ensyclopaedia Britannica, jilid 24, 5th edition,U.S.A: Library Of  Congres International ,2002,  hal.1

Mishbah Yazdi, Buku Daras Filsafat Islam, Cet. Pertama, (Bandung: Mizan IKAPI, 2003), hal. 42

Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Cet. Kelima, (Jakarta: PT . Bulan Bintang, 1991), hal. 77

Donny Gahral, Matinya Metafisika Barat, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2001) hal.12.

Joko Siswanto, Sistem-Sistem Metafisika Barat, (Yogyakarta: Pustaka pelajar,  1998) hal. 7.

Surajoyo, Ilmu Filsafat “Suatu Pengantar”, Cet. ketiga, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2008),  hal.118

Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar,  (Jakarta: Rineka Cipta, 1993) hal. 296

Abd Aziz Dahlan, Pemikiran Filsafat dalam Islam (Jakarta: Djambatan, 2003)      hal. 63

Sidi Gazalba. Sistematika Filsafat, cet  3, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981) hal. 34.

Anton Bakker, Antologi atau Metafisika Umum (Filsafat Pengada dan Dasar-dasar Kenyataan), Cet. Ketujuh, (Yogyakarta: Kanisius (IKAPI), 1992), hal.


[1] Sumantri, jujun s, filsafat ilmu, cet  17 (Jakarta: pustaka sinar harapan, 2003) hal 32
[2] Setiawan, dimensi kreatif dalam filsafat ilmu, cet 2 (Bandung: IKAPI,1991) hal 9
[3] Lorens Bagus, Metafisika, Suwandi (ed.), (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,1991), hal.1
[4] Ahmad Mahmud Shubhi, Filsafat Etika, cet 1, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001). Hal. 43.
[5] Ibid., hal.35
[6] Ending soekarlan, metafisika (institute press IKIP YOGYAKARTA,1974) hal 1
[7] Jacob, E. Safra Chairman, The New Ensyclopaedia Britannica, jilid 24, 5th edition,U.S.A: Library Of  Congres International ,2002,  hal.1
[8] Muhammad Mishbah Yazdi, Buku Daras Filsafat Islam, Cet. Pertama, (Bandung: Mizan IKAPI, 2003), hal. 42
[9] Donny Gahral, Matinya Metafisika Barat, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2001) hal.12.
[10] Joko Siswanto, Sistem-Sistem Metafisika Barat, (Yogyakarta: Pustaka pelajar,  1998) hal. 7.
[11] Surajoyo, Ilmu Filsafat “Suatu Pengantar”, Cet. ketiga, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2008),  hal.118
[12] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Cet. Kelima, (Jakarta: PT . Bulan Bintang, 1991), hal. 77
[13] Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar,  (Jakarta: Rineka Cipta, 1993) hal. 296
[14] Abd Aziz Dahlan, Pemikiran Filsafat dalam Islam (Jakarta: Djambatan, 2003)      hal. 63
[15] Sidi Gazalba. Sistematika Filsafat, cet  3, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981) hal. 34.
[16] Anton Bakker, Antologi atau Metafisika Umum (Filsafat Pengada dan Dasar-dasar Kenyataan), Cet. Ketujuh, (Yogyakarta: Kanisius (IKAPI), 1992), hal. 15

1 komentar: