TEORI, APRESIASI
DAN PENGAJARAN SASTRA
(Genre, Jenis
Teks, Dan Wacana
Teks Primer Dan
Sekunder)
Makalah Ini
Disusun Sebagai Tugas Kelompok Mata Kuliah Teori, Apresiasi Dan Pengajaran
Sastra
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Emzir,
M.Pd
Oleh:
Ahda Sadidansyah
Wulan Febrina
PENDIDIKAN
BAHASA
PROGRAM
PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS
NEGERI JAKARTA
2013
A.
Pendahuluan
Pada pembahasan makalah ini berisi
penjelasan mengenai hakikat sastra dan teks sastra yang terdiri atas sub
bagian:
a)
Genre, jenis teks, dan
wacana
b) Teks
primer dan teks sekunder
Karya
sastra mampu menarik minat pembacanya untuk mengetahui lebih jauh apa yang
menjadi isi pikiran dalam sebuah sastra. Perkembangan pesat karya sastra di
dunia terus bergulir dan makin maju seirama dengan pola pikir, penemuan, dan
kreativitas manusia.
Kedudukan
karya sastra dalam pengaruh kebudayaan dapat mengukuhkan nilai-nilai positif
dalam pikiran dan perasaan manusia. Karya sastra dapat membuat siapapun yang
membacanya bisa menjadi kreatif, berwawasan luas, dan bahkan bisa menjadi
pemimpin yang baik apabila ia mampu menimba nilai-nilai yang dituangkan oleh
pengarang dalam karya sastra.
Dalam
banyak macam karya sastra terdapat berbagai butir-butir moral yang terungkap
dan dapat dijadikan kajian dan renungan bagi pembacanya. Karya sastra mampu
menggugah kesadaran masyarakat untuk menyerap dan mengolah pengaruh dari luar.
Karya sastra selalu terkandung di dalamnya pesan dan amanat yang dapat
diaplikasikan dalam kehidupan
bermasyarakat.
B. Masalah yang dibahas
1.
Pengertian hakikat sastra
dan hakikat teks sastra
a.
Pengertian dan contoh genre,
jenis teks dan wacana ?
b.
Pengertian dan contoh teks
primer dan teks sekunder ?
C. Pembahasan
1.
Pengertian hakikat
sastra dan teks sastra
- Pengertian
hakikat sastra
Sastra
adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. (Rene Wellek, 1995:3). Sastra berarti kumpulan tulisan yang indah, baik lisan
maupun tulisan, dengan hakikat imajinasi dan kreativitas. (Ratna, 2007: 602).
Pengertian
tentang sastra sangat beragam. Berbagai kalangan mendefinisikan pengertian
tersebut menurut versi pemahaman mereka masing-masing. Menurut A. Teeuw, sastra
dideskripsikan sebagai segala sesuatu yang tertulis; pemakaian bahasa dalam
bentuk tulis. Sementara itu, Jacob Sumardjo dan Saini K.M. mendefnisikan sastra
dengan 5 buah pengertian, dan dari ke-5 pengertian tersebut dibatasi menjadi
sebuah definisi. Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,
pemikiran, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang
membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Secara lebih rinci lagi, Faruk
mengemukakan bahwa pada mulanya pengertian sastra amat luas, yakni mencakup
segala macam hasil aktivitas bahasa atau tulis-menulis. Jadi dapat disimpulkan
berdasarkan pendapat para ahli sastra didefinisikan sebagai segala hasil aktivitas
bahasa yang bersifat imajinatif, baik dalam kehidupan yang tergambar di
dalamnya, maupun dalam hal bahasa yang digunakan untuk menggambarkan kehidupan
itu.
Untuk mempelajari sastra lebih dalam
lagi, setidaknya terdapat 5 karakteristik (hakikat) sastra yang mesti dipahami.
Pertama, pemahaman bahwa sastra memiliki tafsiran mimesis. Artinya, sastra yang
diciptakan harus mencerminkan kenyataan. Kalau pun belum, karya sastra yang
diciptakan dituntut untuk mendekati kenyataan. Kedua, manfaat sastra. Mempelajari sastra mau tidak mau harus
mengetahui apa manfaat sastra bagi para penikmatnya. Dengan mengetahui manfaat
yang ada, paling tidak kita mampu memberikan kesan bahwa sastra yang diciptakan
berguna untuk kemaslahatan manusia. Ketiga,
dalam sastra harus disepakati adanya unsur fiksionalitas. Unsur fiksionalitas
sendiri merupakan cerminan kenyataan, merupakan unsur realitas yang tidak
‘terkesan’ dibuat-buat. Keempat,
pemahaman bahwa karya sastra merupakan sebuah karya seni. Dengan adanya
karakteristik sebagai karya seni ini, pada akhirnya kita dapat membedakan mana
karya yang termasuk sastra dan bukan sastra. Kelima, setelah empat karakteristik ini kita pahami, pada
akhirnya harus bermuara pada kenyataan bahwa sastra merupakan bagian dari
masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa sastra yang ditulis pada kurun waktu
tertentu memiliki tanda-tanda, yang kurang lebih sama, dengan norma, adat, atau
kebiasaan yang muncul berbarengan dengan hadirnya sebuah karya sastra.
-
Pengertian teks sastra
Yang dimaksud dengan teks sastra adalah teks-teks yang disusun dengan
tujuan artistik dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan adalah bahasa
lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, ada sastra lisan dan ada pula sastra
tulis.
Terdapat enam faktor yang menentukan sebuah teks sastra. Faktor
tersebut selanjutnya disebut sebagai faktor-faktor yang berperan dalam tindak
komunikasi. Keenam faktor tersebut adalah: (1) pemancar, (2) penerima, (3)
pesan (teks itu sendiri), (4) kenyataan atau konteks yang diacu, (5) kode, dan
(6) saluran. Sementara itu, terdapat empat jenis teks, yakni: (1) teks acuan,
(2) teks ekspresif, (3) teks persuasif, dan (4) teks-teks mengenai teks. Teks
acuan dibedakan lagi menjadi tiga, yakni: (1) teks informatif, (2) teks diakursif,
dan (3) teks instruktif.
Pada akhirnya, semua pembahasan mengenai teks harus bermuara pada
bagaimana cara menilai teks-teks sastra. Memang, ilmu sastra tidak memberikan
penilaian pada teks, tidak menghakimi baik-buruknya teks, tetapi ia bersama
para ahli estetika dan juga kritikus sastra, mempelajari fakta dan
relasi-relasi atau instrumen-instrumen yang diungkapkan dalam sebuah penilaian.
a. Pengertian
dan contoh genre, jenis teks, dan wacana
- Genre
Genre adalah jenis khas atau kategori komposisi sastra, seperti epik,
tragedi, komedi, novel dan cerita pendek. (Webster, 1995: 455). Genre utama
karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama dianggap paling dominan dalam
menampilkan unsur-unsur sosial. (Ratna, 2012: 335).
Pembagian genre sastra imajinatif dapat dirangkumkan dalam bentuk
puisi, fiksi atau prosa naratif, dan drama. Penjelasan tentang ketiga karya
sastra ini akan kita kupas secara terperinci.
1.
Puisi: Puisi adalah rangkaian kata
yang sangat padu. Oleh karena itu, kejelasan sebuah puisi sangat bergantung
pada ketepatan penggunaan kata serta kepaduan yang membentuknya.
2.
Fiksi atau prosa naratif: Fiksi
atau prosa naratif adalah karangan yang bersifat menjelaskan secara terurai
mengenai suatu masalah atau hal atau peristiwa dan lain-lain. Fiksi pada dasarnya
terbagi menjadi novel, roman, dan cerita pendek.
3.
Drama adalah proses lakon sebagai
tokoh dalam peran, mencontoh, meniruh gerak pembicaraan perseorangan,
menggunakan secara nyata dari perangkat yang dibayangkan, penggunaan pengalaman
yang selalu serta pengetahuan, karakter dan situasi dalam suatu lakuan, dialog,
monolog, guna menghindarkan peristiwa dan rangkaian cerita cerita tertentu.
Suroto dalam bukunya yang berjudul "Apresiasi Sastra Indonesia" menjelaskan secara terperinci tentang pengertian tiga genre yang termasuk dalam prosa naratif berikut ini.
a. Novel: Novel ialah suatu karangan prosa yang bersifat cerita, yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita). Dikatakan kejadian yang luar biasa karena dari kejadian ini lahir suatu konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib para tokoh. Novel hanya menceritakan salah satu segi kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa, yang mengakibatkan terjadinya perubahan nasib.
b. Roman: Istilah roman berasal dari genre romance dari Abad Pertengahan, yang merupakan cerita panjang tentang kepahlawanan dan percintaan. Istilah roman berkembang di Jerman, Belanda, Perancis, dan bagian-bagian Eropa Daratan yang lain. Ada sedikit perbedaan antara roman dan novel, yakni bahwa bentuk novel lebih pendek dibanding dengan roman, tetapi ukuran luasnya unsur cerita hampir sama.
c. Cerita pendek: Cerita atau cerita pendek adalah suatu karangan prosa yang berisi cerita sebuah peristiwa kehidupan manusia -- pelaku/tokoh dalam cerita tersebut. Dalam karangan tersebut terdapat pula peristiwa lain tetapi peristiwa tersebut tidak dikembangkan, sehingga kehadirannya hanya sekadar sebagai pendukung peristiwa pokok agar cerita tampak wajar. Ini berarti cerita hanya dikonsentrasikan pada suatu peristiwa yang menjadi pokok ceritanya.
d. Drama: Genre sastra imajinatif yang ketiga adalah drama. Drama adalah karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para tokohnya. Drama sebagai karya sastra sebenarnya hanya bersifat sementara, sebab naskah drama ditulis sebagai dasar untuk dipentaskan. Dengan demikian, tujuan drama bukanlah untuk dibaca seperti orang membaca novel atau puisi. Drama yang sebenarnya adalah kalau naskah sastra tadi telah dipentaskan. Tetapi bagaimanapun, naskah tertulis drama selalu dimasukkan sebagai karya sastra. Selanjutnya adalah pembagian genre sastra nonimajinatif, di mana kadar fakta dalam genre sastra ini agak menonjol. Sastrawan bekerja berdasarkan fakta atau kenyataan yang benar-benar ada dan terjadi sepanjang yang mampu diperolehnya. Penyajiannya dalam bentuk sastra disertai oleh daya imajinasinya, yang memang menjadi ciri khas karya sastra.
Genre yang termasuk dalam karya sastra nonimajinatif, yaitu:
1. Esai: Esai adalah karangan pendek tentang sesuatu fakta yang dikupas menurut pandangan pribadi manusia. Dalam esai, baik pikiran maupun perasaan dan keseluruhan pribadi penulisnya tergambar dengan jelas, sebab esai merupakan ungkapan pribadi penulisnya terhadap sesuatu fakta.
2. Kritik: Kritik adalah analisis untuk menilai sesuatu karya seni, dalam hal ini karya sastra. Jadi, karya kritik sebenarnya termasuk argumentasi dengan faktanya sebuah karya sastra, sebab kritik berakhir dengan sebuah kesimpulan analisis. Tujuan kritik tidak hanya menunjukkan keunggulan, kelemahan, benar dan salahnya sebuah karya sastra dipandang dari sudut tertentu, tetapi tujuan akhirnya adalah mendorong sastrawan untuk mencapai penciptaan sastra setinggi mungkin, dan juga mendorong pembaca untuk mengapresiasi karya sastra secara lebih baik.
3. Biografi: Biografi atau riwayat hidup adalah cerita tentang hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain. Tugas penulis biografi adalah menghadirkan kembali jalan hidup seseorang berdasarkan sumber-sumber atau fakta-fakta yang dapat dikumpulkannya. Teknik penyusunan riwayat hidup itu biasanya kronologis yakni dimulai dari kelahirannya, masa kanak-kanak, masa muda, dewasa, dan akhir hayatnya. Sebuah karya biografi biasanya menyangkut kehidupan tokoh-tokoh penting dalam masyarakat atau tokoh-tokoh sejarah.
4. Autobiografi: Autobiografi adalah biografi yang ditulis oleh tokohnya sendiri, atau kadang-kadang ditulis oleh orang lain atas penuturan dan sepengetahuan tokohnya. Kelebihan autobiografi adalah bahwa peristiwa-peristiwa kecil yang tidak diketahui orang lain, karena tidak ada bukti yang dapat diungkapkan. Begitu pula sikap, pendapat, dan perasaan tokoh yang tak pernah diketahui orang lain dapat diungkapkan.
5. Sejarah: Sejarah adalah cerita tentang zaman lampau sesuatu masyarakat berdasarkan sumber-sumber tertulis maupun tidak tertulis. Meskipun karya sejarah berdasarkan fakta yang diperoleh dari beberapa sumber, namun penyajiannya tidak pernah lepas dari unsur khayali pengarangnya. Fakta sejarah biasanya terbatas dan tidak lengkap, sehingga untuk menggambarkan zaman lampau itu, pengarang perlu merekonstruksinya berdasarkan daya khayal atau imajinasinya, sehingga peristiwa itu menjadi lengkap dan terpahami.
6. Memoar: Memoar pada dasarnya adalah sebuah autobiografi, yakni riwayat yang ditulis oleh tokohnya sendiri. Bedanya, memoar terbatas pada sepenggal pengalaman tokohnya, misalnya peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh selama Perang Dunia II saja. Fakta dalam memoar itu unsur imajinasi penulisnya ikut berperanan.
7. Catatan Harian: Catatan harian adalah catatan seseorang tentang dirinya atau lingkungan hidupnya yang ditulis secara teratur. Catatan harian sering dinilai berkadar sastra karena ditulis secara jujur, spontan, sehingga menghasilkan ungkapan-ungkapan pribadi yang asli dan jernih, yakni salah satu kualitas yang dihargai dalam sastra.
8. Surat-Surat: Surat tokoh tertentu untuk orang-orang lain dapat dinilai sebagai karya sastra, karena kualitas yang sama seperti terdapat dalam catatan harian.
Genre sastra nonimajinatif ini belum berkembang dengan baik, sehingga adanya genre tersebut kurang dikenal sebagai bagian dari sastra. Apa yang disebut karya sastra selama ini hanya menyangkut karya-karya imajinasi saja. Hal ini bisa kita lihat dari pemahaman masyarakat, khususnya pelajar tentang sastra.
Inilah tulisan singkat tentang sastra dan pembagiannya. Untuk memahami lebih jauh lagi, Anda dapat menggali lagi lebih lanjut dari berbagai sumber, baik itu buku, artikel, majalah, surat kabar, dan sebagainya.
-
Jenis teks
Jenis teks berdasarkan ragamnya terdiri
atas beberapa genre. Klasifikasi genre itu didasarkan atas dasar ketegori
situasi bahasa. Berdasarkan situasi bahasa itulah sastra diklalifikasikan atas
teks puisi, teks naratif atau prosa, dan teks drama.
Kata puisi Secara etimologis dalam
bahasa Yunani berasal dari kata poesis yang berarti penciptaan.
Sedangkan dalam bahasa Inggris, kata puisi ini adalah poetry yang erat
dengan poem dan poet. Mengenai kata poet, Coulter
(Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang
berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani, kata poet berarti
manusia yang mencipta melalui daya imajinasinya, orang yang hampir menyerupai
dewa dan atau yang menyukai dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan
tajam, guru, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, orang yang
dapat menemukan kebenaran yang tersembunyi.
1. Samuel
Taylor Coleridge sebagai penyair romantik dari inggris mengemukakan puisi itu
adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih
kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang,
simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan
sebagainya.
2. Carlyle
mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair
menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam
puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian
bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
3. Wordsworth
mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu
perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi
itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
4. Dunton
berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara
konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan
kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras,
simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh
perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya
berturu-turut secara teratur).
5. Shelley
mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam
hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan
menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak,
percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai.
Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari
definisi-definisi atau pengertian puisi menurut para ahli di atas memang
seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Jadi
dapat disimpulkan puisi adalah pemikiran manusia secara konkret dan artistik
dalam bahasa emosional serta berirama dan pemikiran manusia secara konkret dan
artistik dalam bahasa emosional.
Berdasarkan zamannya, puisi bisa dibedakan
menjadi puisi lama, puisi baru, puisi kontemporer, Hampir semua puisi lama dibuat
dengan sangat terikat pada aturan-aturan yang meliputi: 1) jumlah kata dalam 1
baris, 2) jumlah baris dalam 1 bait, 3) persajakan (rima), 4) banyak suku kata
tiap baris, dan 5) irama (ritma).
Puisi lama
adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara
lain :
1. Jumlah
kata dalam 1 baris
2. Jumlah
baris dalam 1 bait
3.
Persajakan (rima)
4. Banyak
suku kata tiap baris
5. Irama
Ciri puisi lama:
1. Merupakan puisi rakyat yang tak
dikenal nama pengarangnya.
2.
Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
3. Sangat
terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata
maupun rima.
Jenis-jenis puisi lama
2. Pantun adalah
puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri
dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai
isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi,
agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
6. Syair adalah
puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris,
bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
Contoh:
Puisi baru
bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku
kata, maupun rima.
Ciri-ciri Puisi Baru:
1. Bentuknya rapi, simetris;
2. Mempunyai persajakan akhir (yang
teratur);
3. Banyak mempergunakan pola sajak
pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
4. Sebagian besar puisi empat seuntai;
5. Tiap-tiap barisnya atas sebuah
gatra (kesatuan sintaksis)
6. Tiap gatranya terdiri atas dua
kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.
Jenis-jenis Puisi Baru Menurut
isinya, puisi dibedakan atas :
1.
Balada adalah
puisi berisi kisah/cerita. Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait,
masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b.
Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait
pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya. Contoh: Puisi
karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Balada Matinya Seorang Pemberontak”.
2.
Himne adalah
puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
Ciri-cirinya adalah lagu pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang
pahlawan, tanah air, atau almamater (Pemandu
di Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian himne menjadi berkembang. Himne
diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian terhadap sesuatu yang
dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernapaskan ketuhanan.
3.
Ode adalah puisi sanjungan untuk
orang yang berjasa. Nada dan gayanya
sangat resmi (metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia,
bersifat menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
4.
Epigram adalah
puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari Bahasa Yunani epigramma yang
berarti unsur pengajaran; didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran untuk
dijadikan pedoman, ikhtibar; ada teladan.
5.
Romansa adalah
puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari bahasa Perancis Romantique yang
berarti keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih
mesra
6.
Elegi adalah
puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu yang
mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama
karena kematian/kepergian seseorang.
7.
Satire adalah
puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal dari bahasa Latin Satura yang
berarti sindiran; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu
golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim etc)
Sedangkan macam-macam puisi baru
dilihat dari bentuknya antara lain:
7. Oktaf/Stanza, adalah
puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi
delapan seuntai).
8. Soneta, adalah
puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait
pertama masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris.
Soneta berasal dari kata sonneto (Bahasa Italia) perubahan
dari kata sono yang berarti suara. Jadi soneta adalah puisi
yang bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari negeri Belanda diperkenalkan
oleh Muhammad Yamin dan Roestam Effendi, karena
itulah mereka berdualah yang dianggap sebagai ”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”.
Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau
Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang
menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas baris).
Drama
secara harfiah berasal dari bahasa Yunani "Dromai" yang berarti
berbuat atau bertindak. Drama adalah karya sastra yang mengungkapkan cerita
melalui dialog para tokoh-tokohnya. Menurut Wood dan Attfield, 1996 (dalam Sariana, 2010:60)
Drama
adalah proses lakon sebagai tokoh dalam peran, mencontoh, meniruh gerak
pembicaraan perseorangan, menggunakan secara nyata dari perangkat yang
dibayangkan, penggunaan pengalaman yang selalu serta pengetahuan, karakter dan
situasi dalam suatu lakuan, dialog, monolog, guna menghindarkan peristiwa dan
rangkaian cerita cerita tertentu. Benhart (dalam Taringan, 1984: 7) menyatakan
bahwa drama adalah suatu karangan
dalam prosa atau puisi yang disajikan dalam dialog atau pantomi, suatu cerita
yang mengandung konflik atau kontras seorang tokoh, terutama sebagai suatu
cerita yang diperuntukkan buat dipentaskan di panggung dramatik. Selanjutnya
keterangan lain yang terdapat dalam Webster’s New Internasional Dictionary
(dalam Tarigan,1984:71) mengatakan bahwa drama
adalah suatu karangan, kini biasa dalam prosa disusun buat pertunjukan dan
dimaksimalkan untuk memotret kehidupan atau tokoh suatu cerita dengan gerak dan
biasanya dengan dialog yang bermaksud memetik beberapa hal berdasarkan cerita
dan sebagainya yaitu lakon. Direncanakan atau disusun sedemikian rupa untuk
dipertunjukkan oleh pelaku di atas pentas. Jadi dapat disimpulkan dari pendapat
para ahli diatas drama adalah proses lakon sebagai tokoh dalam peran,
mencontoh, meniruh gerak pembicaraan perseorangan, menggunakan secara nyata
dari perangkat yang dibayangkan, penggunaan pengalaman yang selalu serta
pengetahuan, karakter dan situasi dalam suatu lakuan, dialog, monolog
Drama sebagai karya sastra
sebenarnya hanya bersifat sementara, sebab naskah ditulis sebagai dasar untuk
dipentaskan. Dengan demikian tujuan drama bukanlah untuk dibaca seperti orang
membaca novel atau puisi. Pokok drama ialah cerita yang membawakan tema
tertentu, diungkapkan oleh dialog dan perbuatan para pelakunya. Dialog dalam
drama dapat berbentuk bahasa prosa maupun puisi.
Menurut
(Yus
Rusdiana, 2007:8.7) jenis-jenis drama
dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain :
1.
Ditinjau dari aspek
jumlah pelaku termasuk jenis drama dialog, yaitu drama yang dipentaskan oleh
tiga pelaku atau lebih. Lawan kata dari drama dialog adalah drama monolog.
Drama monolog adalah drama yang dipentaskan oleh seorang pemain.
2.
Ditinjau dari aspek
kuantitas waktu pementasan termasuk jenis drama pendek atau drama sebabkan
karena teks drama anak-anak terdapat satu babak dalam kisahan ceritanya dan
jika dipentaskan hanya memerlukan waktu yang pendek (20 menit). Drama jenis ini
menuntut pemusatan pada satu tema, jumlah kecil pemeran, dan peringkasan dalam
gaya, latar, dan pengaluran. Lawan kata jenis drama pendek adalah jenis drama
panjang. Drama-drama yang terkenal biasanya berupa jenis drama panjang karena
terdiri dari tiga atau lima babak, mempunyai karakter dan latar beragam, dan
jika dipentaskan akan memerlukan waktu yang panjang ( 2 jam).
3.
Ditinjau dari aspek
alur peristiwa yang menyedihkan dan berakhir dengan kebahagiaan, teks drama
anak-anak termasuk jenis drama dukaria. Selain itu, terdapat drama tragedi yang
artinya drama yang menyebabkan para penonton merasa belas dan ngeri sehingga
mereka mereka mengalami pencucian jiwa atau kelegaan emosional setelah
mengalami ketegangan dan pertikaian batin akibat satuan lakuan dramatis. Selain
itu juga dikenal jenis drama komedi dan melodrama. Drama komedi adalah drama
yang menyebabkan para penonton merasa gembira karena arus peristiwanya jenaka
dan lucu.
4.
Ditinjau dari aspek
kehidupan rakyat biasa, terdapat jenis drama domestik sebaliknya jika ditinjau
dari aspek kehidupan kaum bangsawan terdapat jenis drama borjuis.
5.
Ditinjau dari aspek
media pementasan, terdapat jenis drama radio, televisi, dan drama pentas (drama
panggung).
6.
Ditinjau dari aspek
keaslian penciptaan teks drama, terdapat jenis drama asli dan terjemahan. Drama
dikatakan asli jika drama tersebut dikarang oleh pelaku pementasan dan drama
dikatakan terjemahan jika drama tersebut disalin dari bahasa lain dan dari
pengarang lain.
7. Ditinjau
dari aspek sikap terhadap naskah terdapat jenis drama modern dan tradisional.
Drama modern adalah drama yang berasal dari pengarang lain dan teks telah
dipersiapkan terlebih dulu. Sedangkan drama tradisional adalah jenis drama yang
dipentaskan secara improvisasi dan mengikuti adat kebiasaan turun-temurun serta
tidak mengikuti kepribadian seniman pencipta tertentu.
Selain
jenis-jenis drama di atas, terdapat beberapa jenis drama
anak-anak yang ditinjau dari aspek cara menyajikannya, antara lain :
1. Drama
pantomim, yaitu drama yang dipentaskan dengan sama sekali tidak menggunakan
pengucapan kata (drama bisu), tetapi hanya menggunakan sikap dan gerak serta
diiringi musik.
2. Drama
tablo, yaitu drama yang dipentaskan tanpa gerak dan pengucapan kata oleh para
pelaku, dan merupakan seni preposisi dengan komposisi sikap para pelaku serta
diikutkan seorang narator untuk memberi prolog atau keterangan cerita.
3. Drama
kreatif, yaitu drama informal yang dibuat oleh anak dan untuk partisipan. Drama
kreatif dapat ditampilkan di depan kelas dengan cara mengambil cerita anak-anak
yang berasal dari bacaan, alurnya dikembangka sendiri sehingga tidak perlu ada
teks drama.
4. Sandiwara
boneka, yaitu drama yang dilakukan pemeran dengan menggunakan bentuk boneka
yang pada dasarnya hanya mewakili pemeran sebenarnya. Pemeran yang sebenarnya
adalah orang yang menggerakkan boneka tersebut.
5. Drama
bacaan, yaitu suatu pementasan dramatis yang diformalisasikan dari teks drama
oleh kelompok pembaca. Masing-masing pemeran memegang satu peran dan membaca
karakter yang digariskan dalam teks drama.
6. Drama
opera, yaitu bentuk drama panjang yang sebagian atau seluruhnya dinyanyikan dan
biasanya dinyanyikan dengan musik.
Kata
kontemporer secara umum bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan zaman
atau selalu menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman. Selain itu, puisi
kontemporer dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu
terakhir. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi iti
sendiri. Puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang
memperhatikan santun bahasa, memakai kata-kata makin kasar, ejekan, dan
lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambing intuisi, gaya bahasa,
irama, dan sebagainya dianggapnya tidak begitu penting lagi. Puisi Konteporer
Dibagi 3 Bagian Yaitu :
1. Puisi
mantra adalah puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum Bachri
adalah orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer.
2. Puisi
mbeling adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang
dimaksud ialah ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini
muncul pertama kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus untuk
menampung sajak, dan oleh pengasuhnya yaitu Remy Silado, lembar tersebut diberi
nama "Puisi Mbeling". Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu
dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main.
3. Puisi konkret
adalah puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis berupa tata wajah
hingga menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak sepenuhnya menggunakan
bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada umumnya terdapat
lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau gambar-gambar sebagai
ungkapan ekspresi penyairnya.
- Wacana
Wacana adalah definisi yang disampaikan oleh Badudu dalam Eriyanto
(2001:2), yaitu: (1) wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, yang membentuk
satu kesatuan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat
tersebut, dan (2) wacana adalah kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi
di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi yang berkesinambungan,
disampaikan secara lisan atau tulisan.
Wacana adalah cara untuk menghasilkan pengetahuan, beserta praktik
sosial yang menyertainya. (Ratna, 2007: 607-608). Wacana adalah ujaran atau
ucapan, sebagai bahasa yang sedang digunakan. ( Ratna, 2012: 244). Wacana dan
teks merupakan sinonim yang mana dalam wacana digunakan pada linguistik dan
ilmu-ilmu sosial, sedangkan teks khusus dalam sastra (Ratna, 2007: 608). Jadi
dapat disimpulkan wacana adalah cara untuk menghasilkan pengetahuan beserta
praktik sosial yang menyertainya dan sebagai bahasa yang digunakan yang terdiri
dari kalimat yang didalamnya terdapat kohesi atau koherensi berkesinambungan
yang disampaikan secara lisan atau tulisan.
Wacana secara kasat mata dapat dibedakan berdasarkan struktur
generik (generic structure) dan fitur-fitur bahasanya (language features). Yang
disebut struktur generik di sini adalah struktur yang terbentuk dari perbedaan
fungsi-fungsi paragraf dalam membangun sebuah wacana (seperti tesis, argumen,
klimaks, dst). Yang disebut fitur bahasa di sini adalah penggunaan atau
pemanfaatan bahasa (baik itu tata bahasa maupun diksinya) untuk membangun sebuah
wacana.
Berdasarkan struktur generik dan fitur-fitur bahasanya, wacana-wacana
yang sering kita jumpai dapat kita kelompokkan dalam tiga kelompok wacana
yaitu; (1) kelompok wacana Naratif, (2) kelompok wacana Deskriptif dan (3)
kelompok wacana Argumentatif.
Kelompok wacana Naratif dapat dibagi menjadi beberapa genre seperti;
(a) Naratif itu sendiri, (b) Rekon (recount),
(c) Anekdot, (d) Spoof, (e) dan Item berita (news item).
Tipe-tpe genre di atas dibuat dengan tujuan untuk menginformasikan sesuatu
dalam bentuk cerita.
Kelompok wacana Deskriptif dibagi menjadi beberapa genre seperti; (1)
Deskriptif, (2) Report,
(3) Prosedur dan (4) Eksplanasi. Genre-genre jenis ini pada dasarnya dibuat
untuk memerikan (mendeskripsikan) sesuatu atau proses terjadinya sesuatu serta
tidak dimaksudkan untuk menceritakan sesuatu.
Kelompok wacana Argumentatif dibagi menjadi beberapa genre seperti; (1)
Eksposisi Analitik, (2) Eksposisi Hortatorik, (3) Diskusi serta (4)
Argumentatif. Genre-genre tersebut dibuat dengan tujuan untuk melakukan
eksplorasi terhadap argumen-argumen yang ditujukan untuk menjawab pertanyaan
“mengapa” dan “bagaimana.”
Selain dari pembagian wacana ke dalam tiga kelompok wacana seperti yang
telah di sebutkan di atas, beberapa pakar yang lain juga membagi wacana ke
dalam tiga kelompok yang berbeda yaitu (1) Naratif, (2) Non fiksi, dan (3)
Sajak (poetry).
Berdasarkan pembagian yang kedua ini, yang termasuk dalam kategori
wacana Naratif adalah petualangan, misteri, fiksi ilmiah, fantasi, fiksi
sejarah, cerita dilematis (roman), dialog, mitos, legenda, cerita peri dan
fabel. Untuk kategori wacana nonfiksi dalam hal ini adalah teks diskusi, teks
eksplanasi, teks instruksi, persuasi, Report yang tidak kronologis serta Rekon.
Sedang yang termasuk dalam kategori wacana sajak (poetry) adalah puisi bebas,
puisi visual, dan puisi berstruktur.
b. Teks
primer dan teks sekunder
- Teks primer
Teks
(data) primer adalah suatu karya sastra yang berbentuk teks yang datanya akan
digunakan atau diambil secara langsung dan akan dianalisis oleh peneliti. Contoh
teks (data) primer adalah novel dan cerpen.
Teks (data) sekunder adalah suatu karya
sastra yang berbentuk teks (data) yang akan digunakan atau diambil secara tidak
langsung atau melalui perantara dan akan dianalisis oleh peneliti sering
disebut juga data-data pendukung. Contoh teks (data) sekunder adalah buku
catatan sejarah atau biografi.
D.
Kesimpulan
Sastra
didefinisikan sebagai segala hasil aktivitas bahasa yang bersifat imajinatif,
baik dalam kehidupan yang tergambar di dalamnya, maupun dalam hal bahasa yang
digunakan untuk menggambarkan kehidupan itu. Untuk mempelajari sastra lebih
dalam lagi, setidaknya terdapat 5 karakteristik (hakikat) sastra yang mesti
dipahami. Pertama, pemahaman bahwa sastra memiliki tafsiran mimesis. Kedua,
manfaat sastra. Ketiga, dalam sastra harus disepakati adanya unsur
fiksionalitas. Keempat, pemahaman bahwa karya sastra merupakan sebuah karya
seni. Kelima, setelah empat karakteristik ini kita pahami, pada akhirnya harus
bermuara pada kenyataan bahwa sastra merupakan bagian dari masyarakat.
Yang dimaksud dengan teks sastra
adalah teks-teks yang disusun dengan tujuan artistik dengan menggunakan bahasa.
Bahasa yang digunakan adalah bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu,
ada sastra lisan dan ada pula sastra tulis.
Terdapat
enam faktor yang menentukan sebuah teks. Faktor tersebut selanjutnya disebut
sebagai faktor-faktor yang berperan dalam tindak komunikasi. Keenam faktor
tersebut adalah: (1) pemancar, (2) penerima, (3) pesan (teks itu sendiri), (4)
kenyataan atau konteks yang diacu, (5) kode, dan (6) saluran. Sementara itu,
terdapat empat jenis teks, yakni: (1) teks acuan, (2) teks ekspresif, (3) teks
persuasif, dan (4) teks-teks mengenai teks. Teks acuan dibedakan lagi menjadi
tiga, yakni: (1) teks informatif, (2) teks diakursif, dan (3) teks instruktif.
Genre
adalah jenis khas atau kategori komposisi sastra, seperti epik, tragedi,
komedi, novel dan cerita pendek. Pembagian genre sastra imajinatif dapat
dirangkumkan dalam bentuk puisi, fiksi atau prosa naratif, dan drama. Genre
yang termasuk dalam karya sastra nonimajinatif, yaitu: esai, kritik, biografi,
autobiografi, sejarah, memoar, catatan harian, surat-surat
Jenis
teks berdasarkan ragamnya terdiri atas beberapa genre. Klasifikasi genre itu
didasarkan atas dasar ketegori situasi bahasa. Berdasarkan situasi bahasa
itulah sastra diklalifikasikan atas teks puisi, teks naratif atau prosa, dan
teks drama.
Wacana
adalah cara untuk menghasilkan pengetahuan beserta praktik sosial yang
menyertainya dan sebagai bahasa yang digunakan yang terdiri dari kalimat yang
didalamnya terdapat kohesi atau koherensi berkesinambungan yang disampaikan
secara lisan atau tulisan.
Berdasarkan
struktur generik dan fitur-fitur bahasanya, wacana-wacana yang sering kita
jumpai dapat kita kelompokkan dalam tiga kelompok wacana yaitu; (1) kelompok
wacana Naratif, (2) kelompok wacana Deskriptif dan (3) kelompok wacana
Argumentatif.
Teks
(data) primer adalah suatu karya sastra yang berbentuk teks yang datanya akan
digunakan atau diambil secara langsung dan akan dianalisis oleh peneliti.
Contoh teks (data) primer adalah novel dan cerpen.
Teks
(data) sekunder adalah suatu karya sastra yang berbentuk teks (data) yang akan
digunakan atau diambil secara tidak langsung atau melalui perantara dan akan dianalisis
oleh peneliti sering disebut juga data-data pendukung. Contoh teks (data)
sekunder adalah buku catatan sejarah atau biografi.
E.
Referensi
Abrams, M. H 1981. A
Glossary of Literary Terms. New York: Holt, Renehart and Winston.
Alha Pangeran. (1998). BMP Pendidikan
Pancasila. Jakarta: Penerbit Karunika.
Coyle Martin et.al.1991. Encyclopedia of Literature and Criticism.
London: Routledge.
Depdiknas. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Depdiknas.
(2000). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Hartoko,
Dick. (1986). Pengantar Ilmu Sastra.
(Terjemahan). Jakarta: Gramedia.
Pradopo,
Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama
Media.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Metode dan Teknik Penelitian
Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
__________. 2005. Sastra dan Cultural Studies:
Representasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rosidi,
Ajip. (1977). Laut Biru Langit Biru.
Jakarta: Pustaka.
Semi,
M. Atar. (1988). Anatomi Sastra. Padang:
Angkasa Raya.
Tarigan,
Henry Guntur. (1986). Prinsip-prinsip
Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Teeuw,
A. (1987). Sastra dan Ilmu Sastra.
Jakarta: Pustaka Jaya.
Tohari,
Ahmad. (1991). Ronggeng Dukuh Paruk.
Jakarta: Gramedia.
—————–(1994).
Bekibar Merah. Jakarta: Gramedia.
——————(1992).
Senyum Karyamin (Kumpulan Cerpen).
Jakarta: Gramedia.
Teuw, Andreas. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra
(Pengantar Teori Sastra). Jakarta: Pustaka Jaya.
Sumardjo,
Jakob, dan Saini K.M. 1994. Apresiasi
Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wellek, Rene & Warren Austin. 1990. Teori Kesusastraan, terjemahan Melani
Budiatna. Jakarta: PT. Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar