Kamis, 20 November 2014

TEORI, APRESIASI DAN PENGAJARAN SASTRA (Genre, Jenis Teks, Dan Wacana Teks Primer Dan Sekunder)



TEORI, APRESIASI DAN PENGAJARAN SASTRA
(Genre, Jenis Teks, Dan Wacana
Teks Primer Dan Sekunder)


Makalah Ini Disusun Sebagai Tugas Kelompok Mata Kuliah Teori, Apresiasi Dan Pengajaran Sastra



Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Emzir, M.Pd




Oleh:
Ahda Sadidansyah
Wulan Febrina




PENDIDIKAN BAHASA
PROGRAM PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2013
A.  Pendahuluan
            Pada pembahasan makalah ini berisi penjelasan mengenai hakikat sastra dan teks sastra yang terdiri atas sub bagian:
a)      Genre, jenis teks, dan wacana
b)      Teks primer dan teks sekunder
            Karya sastra mampu menarik minat pembacanya untuk mengetahui lebih jauh apa yang menjadi isi pikiran dalam sebuah sastra. Perkembangan pesat karya sastra di dunia terus bergulir dan makin maju seirama dengan pola pikir, penemuan, dan kreativitas manusia.
   Kedudukan karya sastra dalam pengaruh kebudayaan dapat mengukuhkan nilai-nilai positif dalam pikiran dan perasaan manusia. Karya sastra dapat membuat siapapun yang membacanya bisa menjadi kreatif, berwawasan luas, dan bahkan bisa menjadi pemimpin yang baik apabila ia mampu menimba nilai-nilai yang dituangkan oleh pengarang dalam karya sastra.
   Dalam banyak macam karya sastra terdapat berbagai butir-butir moral yang terungkap dan dapat dijadikan kajian dan renungan bagi pembacanya. Karya sastra mampu menggugah kesadaran masyarakat untuk menyerap dan mengolah pengaruh dari luar. Karya sastra selalu terkandung di dalamnya pesan dan amanat yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan  bermasyarakat.
B.  Masalah yang dibahas
1.    Pengertian hakikat sastra dan hakikat teks sastra
a.    Pengertian dan contoh genre, jenis teks dan wacana ?
b.    Pengertian dan contoh teks primer dan teks sekunder ?
C. Pembahasan
1.    Pengertian hakikat sastra dan teks sastra
-  Pengertian hakikat sastra
                        Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. (Rene Wellek, 1995:3). Sastra berarti kumpulan tulisan yang indah, baik lisan maupun tulisan, dengan hakikat imajinasi dan kreativitas. (Ratna, 2007: 602).
            Pengertian tentang sastra sangat beragam. Berbagai kalangan mendefinisikan pengertian tersebut menurut versi pemahaman mereka masing-masing. Menurut A. Teeuw, sastra dideskripsikan sebagai segala sesuatu yang tertulis; pemakaian bahasa dalam bentuk tulis. Sementara itu, Jacob Sumardjo dan Saini K.M. mendefnisikan sastra dengan 5 buah pengertian, dan dari ke-5 pengertian tersebut dibatasi menjadi sebuah definisi. Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Secara lebih rinci lagi, Faruk mengemukakan bahwa pada mulanya pengertian sastra amat luas, yakni mencakup segala macam hasil aktivitas bahasa atau tulis-menulis. Jadi dapat disimpulkan berdasarkan pendapat para ahli sastra  didefinisikan sebagai segala hasil aktivitas bahasa yang bersifat imajinatif, baik dalam kehidupan yang tergambar di dalamnya, maupun dalam hal bahasa yang digunakan untuk menggambarkan kehidupan itu.
            Untuk mempelajari sastra lebih dalam lagi, setidaknya terdapat 5 karakteristik (hakikat) sastra yang mesti dipahami. Pertama, pemahaman bahwa sastra memiliki tafsiran mimesis. Artinya, sastra yang diciptakan harus mencerminkan kenyataan. Kalau pun belum, karya sastra yang diciptakan dituntut untuk mendekati kenyataan. Kedua, manfaat sastra. Mempelajari sastra mau tidak mau harus mengetahui apa manfaat sastra bagi para penikmatnya. Dengan mengetahui manfaat yang ada, paling tidak kita mampu memberikan kesan bahwa sastra yang diciptakan berguna untuk kemaslahatan manusia. Ketiga, dalam sastra harus disepakati adanya unsur fiksionalitas. Unsur fiksionalitas sendiri merupakan cerminan kenyataan, merupakan unsur realitas yang tidak ‘terkesan’ dibuat-buat. Keempat, pemahaman bahwa karya sastra merupakan sebuah karya seni. Dengan adanya karakteristik sebagai karya seni ini, pada akhirnya kita dapat membedakan mana karya yang termasuk sastra dan bukan sastra. Kelima, setelah empat karakteristik ini kita pahami, pada akhirnya harus bermuara pada kenyataan bahwa sastra merupakan bagian dari masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa sastra yang ditulis pada kurun waktu tertentu memiliki tanda-tanda, yang kurang lebih sama, dengan norma, adat, atau kebiasaan yang muncul berbarengan dengan hadirnya sebuah karya sastra.
-  Pengertian teks sastra
Yang dimaksud dengan teks sastra adalah teks-teks yang disusun dengan tujuan artistik dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan adalah bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, ada sastra lisan dan ada pula sastra tulis.
Terdapat enam faktor yang menentukan sebuah teks sastra. Faktor tersebut selanjutnya disebut sebagai faktor-faktor yang berperan dalam tindak komunikasi. Keenam faktor tersebut adalah: (1) pemancar, (2) penerima, (3) pesan (teks itu sendiri), (4) kenyataan atau konteks yang diacu, (5) kode, dan (6) saluran. Sementara itu, terdapat empat jenis teks, yakni: (1) teks acuan, (2) teks ekspresif, (3) teks persuasif, dan (4) teks-teks mengenai teks. Teks acuan dibedakan lagi menjadi tiga, yakni: (1) teks informatif, (2) teks diakursif, dan (3) teks instruktif.
Pada akhirnya, semua pembahasan mengenai teks harus bermuara pada bagaimana cara menilai teks-teks sastra. Memang, ilmu sastra tidak memberikan penilaian pada teks, tidak menghakimi baik-buruknya teks, tetapi ia bersama para ahli estetika dan juga kritikus sastra, mempelajari fakta dan relasi-relasi atau instrumen-instrumen yang diungkapkan dalam sebuah penilaian.
a.    Pengertian dan contoh genre, jenis teks, dan wacana
-   Genre
Genre adalah jenis khas atau kategori komposisi sastra, seperti epik, tragedi, komedi, novel dan cerita pendek. (Webster, 1995: 455). Genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial. (Ratna, 2012: 335).
Pembagian genre sastra imajinatif dapat dirangkumkan dalam bentuk puisi, fiksi atau prosa naratif, dan drama. Penjelasan tentang ketiga karya sastra ini akan kita kupas secara terperinci.
1.    Puisi: Puisi adalah rangkaian kata yang sangat padu. Oleh karena itu, kejelasan sebuah puisi sangat bergantung pada ketepatan penggunaan kata serta kepaduan yang membentuknya.
2.    Fiksi atau prosa naratif: Fiksi atau prosa naratif adalah karangan yang bersifat menjelaskan secara terurai mengenai suatu masalah atau hal atau peristiwa dan lain-lain. Fiksi pada dasarnya terbagi menjadi novel, roman, dan cerita pendek.
3.    Drama adalah proses lakon sebagai tokoh dalam peran, mencontoh, meniruh gerak pembicaraan perseorangan, menggunakan secara nyata dari perangkat yang dibayangkan, penggunaan pengalaman yang selalu serta pengetahuan, karakter dan situasi dalam suatu lakuan, dialog, monolog, guna menghindarkan peristiwa dan rangkaian cerita cerita tertentu.
Suroto dalam bukunya yang berjudul "Apresiasi Sastra Indonesia" menjelaskan secara terperinci tentang pengertian tiga genre yang termasuk dalam prosa naratif berikut ini.
a.    Novel: Novel ialah suatu karangan prosa yang bersifat cerita, yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita). Dikatakan kejadian yang luar biasa karena dari kejadian ini lahir suatu konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib para tokoh. Novel hanya menceritakan salah satu segi kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa, yang mengakibatkan terjadinya perubahan nasib.
b.    Roman: Istilah roman berasal dari genre romance dari Abad Pertengahan, yang merupakan cerita panjang tentang kepahlawanan dan percintaan. Istilah roman berkembang di Jerman, Belanda, Perancis, dan bagian-bagian Eropa Daratan yang lain. Ada sedikit perbedaan antara roman dan novel, yakni bahwa bentuk novel lebih pendek dibanding dengan roman, tetapi ukuran luasnya unsur cerita hampir sama.
c.    Cerita pendek: Cerita atau cerita pendek adalah suatu karangan prosa yang berisi cerita sebuah peristiwa kehidupan manusia -- pelaku/tokoh dalam cerita tersebut. Dalam karangan tersebut terdapat pula peristiwa lain tetapi peristiwa tersebut tidak dikembangkan, sehingga kehadirannya hanya sekadar sebagai pendukung peristiwa pokok agar cerita tampak wajar. Ini berarti cerita hanya dikonsentrasikan pada suatu peristiwa yang menjadi pokok ceritanya.
d.   Drama: Genre sastra imajinatif yang ketiga adalah drama. Drama adalah karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para tokohnya. Drama sebagai karya sastra sebenarnya hanya bersifat sementara, sebab naskah drama ditulis sebagai dasar untuk dipentaskan. Dengan demikian, tujuan drama bukanlah untuk dibaca seperti orang membaca novel atau puisi. Drama yang sebenarnya adalah kalau naskah sastra tadi telah dipentaskan. Tetapi bagaimanapun, naskah tertulis drama selalu dimasukkan sebagai karya sastra. Selanjutnya adalah pembagian genre sastra nonimajinatif, di mana kadar fakta dalam genre sastra ini agak menonjol. Sastrawan bekerja berdasarkan fakta atau kenyataan yang benar-benar ada dan terjadi sepanjang yang mampu diperolehnya. Penyajiannya dalam bentuk sastra disertai oleh daya imajinasinya, yang memang menjadi ciri khas karya sastra. 
                        Genre yang termasuk dalam karya sastra nonimajinatif, yaitu:
1.    Esai: Esai adalah karangan pendek tentang sesuatu fakta yang dikupas menurut pandangan pribadi manusia. Dalam esai, baik pikiran maupun perasaan dan keseluruhan pribadi penulisnya tergambar dengan jelas, sebab esai merupakan ungkapan pribadi penulisnya terhadap sesuatu fakta.
2.    Kritik: Kritik adalah analisis untuk menilai sesuatu karya seni, dalam hal ini karya sastra. Jadi, karya kritik sebenarnya termasuk argumentasi dengan faktanya sebuah karya sastra, sebab kritik berakhir dengan sebuah kesimpulan analisis. Tujuan kritik tidak hanya menunjukkan keunggulan, kelemahan, benar dan salahnya sebuah karya sastra dipandang dari sudut tertentu, tetapi tujuan akhirnya adalah mendorong sastrawan untuk mencapai penciptaan sastra setinggi mungkin, dan juga mendorong pembaca untuk mengapresiasi karya sastra secara lebih baik.
3.    Biografi: Biografi atau riwayat hidup adalah cerita tentang hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain. Tugas penulis biografi adalah menghadirkan kembali jalan hidup seseorang berdasarkan sumber-sumber atau fakta-fakta yang dapat dikumpulkannya. Teknik penyusunan riwayat hidup itu biasanya kronologis yakni dimulai dari kelahirannya, masa kanak-kanak, masa muda, dewasa, dan akhir hayatnya. Sebuah karya biografi biasanya menyangkut kehidupan tokoh-tokoh penting dalam masyarakat atau tokoh-tokoh sejarah.
4.    Autobiografi: Autobiografi adalah biografi yang ditulis oleh tokohnya  sendiri, atau kadang-kadang ditulis oleh orang lain atas penuturan dan sepengetahuan tokohnya. Kelebihan autobiografi adalah bahwa peristiwa-peristiwa kecil yang tidak diketahui orang lain, karena tidak ada bukti yang dapat diungkapkan. Begitu pula sikap, pendapat, dan perasaan tokoh yang tak pernah diketahui orang lain dapat diungkapkan.
5.    Sejarah: Sejarah adalah cerita tentang zaman lampau sesuatu masyarakat berdasarkan sumber-sumber tertulis maupun tidak tertulis. Meskipun karya sejarah berdasarkan fakta yang diperoleh dari beberapa sumber, namun penyajiannya tidak pernah lepas dari unsur khayali pengarangnya. Fakta sejarah biasanya terbatas dan tidak lengkap, sehingga untuk menggambarkan zaman lampau itu, pengarang perlu merekonstruksinya berdasarkan daya khayal atau imajinasinya, sehingga peristiwa itu menjadi lengkap dan terpahami.
6.    Memoar: Memoar pada dasarnya adalah sebuah autobiografi, yakni riwayat yang ditulis oleh tokohnya sendiri. Bedanya, memoar terbatas pada sepenggal pengalaman tokohnya, misalnya peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh selama Perang Dunia II saja. Fakta dalam memoar itu unsur imajinasi penulisnya ikut berperanan.
7.    Catatan Harian: Catatan harian adalah catatan seseorang tentang dirinya atau lingkungan hidupnya yang ditulis secara teratur. Catatan harian sering dinilai berkadar sastra karena ditulis secara jujur, spontan, sehingga menghasilkan ungkapan-ungkapan pribadi yang asli dan jernih, yakni salah satu kualitas yang dihargai dalam sastra.
8.    Surat-Surat: Surat tokoh tertentu untuk orang-orang lain dapat dinilai sebagai karya sastra, karena kualitas yang sama seperti terdapat dalam catatan harian.
Genre sastra nonimajinatif ini belum berkembang dengan baik, sehingga adanya genre tersebut kurang dikenal sebagai bagian dari sastra. Apa yang disebut karya sastra selama ini hanya menyangkut karya-karya imajinasi saja. Hal ini bisa kita lihat dari pemahaman masyarakat, khususnya pelajar tentang sastra.
Inilah tulisan singkat tentang sastra dan pembagiannya. Untuk memahami lebih jauh lagi, Anda dapat menggali lagi lebih lanjut dari berbagai sumber, baik itu buku, artikel, majalah, surat kabar, dan sebagainya.
-  Jenis teks
      Jenis teks berdasarkan ragamnya terdiri atas beberapa genre. Klasifikasi genre itu didasarkan atas dasar ketegori situasi bahasa. Berdasarkan situasi bahasa itulah sastra diklalifikasikan atas teks puisi, teks naratif atau prosa, dan teks drama.
      Kata puisi Secara etimologis dalam bahasa Yunani berasal dari kata poesis yang berarti penciptaan. Sedangkan dalam bahasa Inggris, kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan poem dan poet. Mengenai kata poet, Coulter (Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani, kata poet berarti manusia yang mencipta melalui daya imajinasinya, orang yang hampir menyerupai dewa dan atau yang menyukai dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, guru, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, orang yang dapat menemukan kebenaran yang tersembunyi.
             Shahnon Ahmad (Pradopo, 1993:6) mengumpulkan pengertian puisi menurut para ahli sebagai berikut.
1.      Samuel Taylor Coleridge sebagai penyair romantik dari inggris mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
2.      Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
3.      Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
4.      Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
5.      Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
                        Dari definisi-definisi atau pengertian puisi menurut para ahli di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Jadi dapat disimpulkan puisi adalah pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama dan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional.
                        Berdasarkan zamannya, puisi bisa dibedakan menjadi puisi lama, puisi baru, puisi kontemporer, Hampir semua puisi lama dibuat dengan sangat terikat pada aturan-aturan yang meliputi: 1) jumlah kata dalam 1 baris, 2) jumlah baris dalam 1 bait, 3) persajakan (rima), 4) banyak suku kata tiap baris, dan 5) irama (ritma).
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
1. Jumlah kata dalam 1 baris
2. Jumlah baris dalam 1 bait
3. Persajakan (rima)
4. Banyak suku kata tiap baris
5. Irama
Ciri puisi lama:
1. Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
2. Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
3. Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Jenis-jenis puisi lama
1. Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
2. Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
3.  Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
4.  Seloka adalah pantun berkait.
5.  Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a  a, berisi nasihat.
6. Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
Contoh:
7. Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
Ciri-ciri Puisi Baru:
1. Bentuknya rapi, simetris;
2. Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
3. Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
4. Sebagian besar puisi empat seuntai;
5. Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
6. Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.
Jenis-jenis Puisi Baru Menurut isinya, puisi dibedakan atas :
1.    Balada adalah puisi berisi kisah/cerita. Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait, masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b. Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya. Contoh: Puisi karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Balada Matinya Seorang Pemberontak”.
2.    Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhantanah air, atau pahlawan. Ciri-cirinya adalah lagu pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah air, atau almamater (Pemandu di Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian himne menjadi berkembang. Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian terhadap sesuatu yang dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernapaskan ketuhanan.
3.    Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan   gayanya sangat resmi (metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
4.    Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari Bahasa Yunani epigramma yang berarti unsur pengajaran; didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran untuk dijadikan pedoman, ikhtibar; ada teladan.
5.    Romansa adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari bahasa Perancis Romantique yang berarti keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra
6.    Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu yang mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama karena kematian/kepergian seseorang.
7.    Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal dari bahasa Latin Satura yang berarti sindiran; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim etc)
Sedangkan macam-macam puisi baru dilihat dari bentuknya antara lain:
1.    Distikon, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).
2.    Terzina, puisi yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
3.    Kuatrain, puisi yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
4.    Kuint, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
5.    Sektet, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai).
6.    Septime, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
7.    Oktaf/Stanza, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi delapan seuntai).
8.    Soneta, adalah puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait pertama masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris. Soneta berasal dari kata sonneto (Bahasa Italia) perubahan dari kata sono yang berarti suara. Jadi soneta adalah puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari negeri Belanda diperkenalkan oleh Muhammad Yamin dan Roestam Effendi, karena itulah mereka berdualah yang dianggap sebagai ”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas baris).
Drama secara harfiah berasal dari bahasa Yunani "Dromai" yang berarti berbuat atau bertindak. Drama adalah karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog para tokoh-tokohnya. Menurut Wood dan Attfield, 1996 (dalam Sariana, 2010:60) Drama adalah proses lakon sebagai tokoh dalam peran, mencontoh, meniruh gerak pembicaraan perseorangan, menggunakan secara nyata dari perangkat yang dibayangkan, penggunaan pengalaman yang selalu serta pengetahuan, karakter dan situasi dalam suatu lakuan, dialog, monolog, guna menghindarkan peristiwa dan rangkaian cerita cerita tertentu. Benhart (dalam Taringan, 1984: 7) menyatakan bahwa drama adalah suatu karangan dalam prosa atau puisi yang disajikan dalam dialog atau pantomi, suatu cerita yang mengandung konflik atau kontras seorang tokoh, terutama sebagai suatu cerita yang diperuntukkan buat dipentaskan di panggung dramatik. Selanjutnya keterangan lain yang terdapat dalam Webster’s New Internasional Dictionary (dalam Tarigan,1984:71) mengatakan bahwa drama adalah suatu karangan, kini biasa dalam prosa disusun buat pertunjukan dan dimaksimalkan untuk memotret kehidupan atau tokoh suatu cerita dengan gerak dan biasanya dengan dialog yang bermaksud memetik beberapa hal berdasarkan cerita dan sebagainya yaitu lakon. Direncanakan atau disusun sedemikian rupa untuk dipertunjukkan oleh pelaku di atas pentas. Jadi dapat disimpulkan dari pendapat para ahli diatas drama adalah proses lakon sebagai tokoh dalam peran, mencontoh, meniruh gerak pembicaraan perseorangan, menggunakan secara nyata dari perangkat yang dibayangkan, penggunaan pengalaman yang selalu serta pengetahuan, karakter dan situasi dalam suatu lakuan, dialog, monolog
Drama sebagai karya sastra sebenarnya hanya bersifat sementara, sebab naskah ditulis sebagai dasar untuk dipentaskan. Dengan demikian tujuan drama bukanlah untuk dibaca seperti orang membaca novel atau puisi. Pokok drama ialah cerita yang membawakan tema tertentu, diungkapkan oleh dialog dan perbuatan para pelakunya. Dialog dalam drama dapat berbentuk bahasa prosa maupun puisi.
Menurut (Yus Rusdiana, 2007:8.7) jenis-jenis drama dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain :
1.      Ditinjau dari aspek jumlah pelaku termasuk jenis drama dialog, yaitu drama yang dipentaskan oleh tiga pelaku atau lebih. Lawan kata dari drama dialog adalah drama monolog. Drama monolog adalah drama yang dipentaskan oleh seorang pemain. 
2.      Ditinjau dari aspek kuantitas waktu pementasan termasuk jenis drama pendek atau drama sebabkan karena teks drama anak-anak terdapat satu babak dalam kisahan ceritanya dan jika dipentaskan hanya memerlukan waktu yang pendek (20 menit). Drama jenis ini menuntut pemusatan pada satu tema, jumlah kecil pemeran, dan peringkasan dalam gaya, latar, dan pengaluran. Lawan kata jenis drama pendek adalah jenis drama panjang. Drama-drama yang terkenal biasanya berupa jenis drama panjang karena terdiri dari tiga atau lima babak, mempunyai karakter dan latar beragam, dan jika dipentaskan akan memerlukan waktu yang panjang ( 2 jam). 
3.      Ditinjau dari aspek alur peristiwa yang menyedihkan dan berakhir dengan kebahagiaan, teks drama anak-anak termasuk jenis drama dukaria. Selain itu, terdapat drama tragedi yang artinya drama yang menyebabkan para penonton merasa belas dan ngeri sehingga mereka mereka mengalami pencucian jiwa atau kelegaan emosional setelah mengalami ketegangan dan pertikaian batin akibat satuan lakuan dramatis. Selain itu juga dikenal jenis drama komedi dan melodrama. Drama komedi adalah drama yang menyebabkan para penonton merasa gembira karena arus peristiwanya jenaka dan lucu. 
4.      Ditinjau dari aspek kehidupan rakyat biasa, terdapat jenis drama domestik sebaliknya jika ditinjau dari aspek kehidupan kaum bangsawan terdapat jenis drama borjuis. 
5.      Ditinjau dari aspek media pementasan, terdapat jenis drama radio, televisi, dan drama pentas (drama panggung). 
6.      Ditinjau dari aspek keaslian penciptaan teks drama, terdapat jenis drama asli dan terjemahan. Drama dikatakan asli jika drama tersebut dikarang oleh pelaku pementasan dan drama dikatakan terjemahan jika drama tersebut disalin dari bahasa lain dan dari pengarang lain. 
7.      Ditinjau dari aspek sikap terhadap naskah terdapat jenis drama modern dan tradisional. Drama modern adalah drama yang berasal dari pengarang lain dan teks telah dipersiapkan terlebih dulu. Sedangkan drama tradisional adalah jenis drama yang dipentaskan secara improvisasi dan mengikuti adat kebiasaan turun-temurun serta tidak mengikuti kepribadian seniman pencipta tertentu.
Selain jenis-jenis drama di atas, terdapat beberapa jenis drama anak-anak yang ditinjau dari aspek cara menyajikannya, antara lain :
1.      Drama pantomim, yaitu drama yang dipentaskan dengan sama sekali tidak menggunakan pengucapan kata (drama bisu), tetapi hanya menggunakan sikap dan gerak serta diiringi musik. 
2.      Drama tablo, yaitu drama yang dipentaskan tanpa gerak dan pengucapan kata oleh para pelaku, dan merupakan seni preposisi dengan komposisi sikap para pelaku serta diikutkan seorang narator untuk memberi prolog atau keterangan cerita. 
3.      Drama kreatif, yaitu drama informal yang dibuat oleh anak dan untuk partisipan. Drama kreatif dapat ditampilkan di depan kelas dengan cara mengambil cerita anak-anak yang berasal dari bacaan, alurnya dikembangka sendiri sehingga tidak perlu ada teks drama. 
4.      Sandiwara boneka, yaitu drama yang dilakukan pemeran dengan menggunakan bentuk boneka yang pada dasarnya hanya mewakili pemeran sebenarnya. Pemeran yang sebenarnya adalah orang yang menggerakkan boneka tersebut. 
5.      Drama bacaan, yaitu suatu pementasan dramatis yang diformalisasikan dari teks drama oleh kelompok pembaca. Masing-masing pemeran memegang satu peran dan membaca karakter yang digariskan dalam teks drama. 
6.      Drama opera, yaitu bentuk drama panjang yang sebagian atau seluruhnya dinyanyikan dan biasanya dinyanyikan dengan musik.
Kata kontemporer secara umum bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan zaman atau selalu menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman. Selain itu, puisi kontemporer dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu terakhir. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi iti sendiri. Puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang memperhatikan santun bahasa, memakai kata-kata makin kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambing intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggapnya tidak begitu penting lagi. Puisi Konteporer Dibagi 3 Bagian Yaitu :
1.      Puisi mantra adalah puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum Bachri adalah orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer.
2.      Puisi mbeling adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang dimaksud ialah ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul pertama kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus untuk menampung sajak, dan oleh pengasuhnya yaitu Remy Silado, lembar tersebut diberi nama "Puisi Mbeling". Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main.
3. Puisi konkret adalah puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis berupa tata wajah hingga menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak sepenuhnya menggunakan bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada umumnya terdapat lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau gambar-gambar sebagai ungkapan ekspresi penyairnya.
-  Wacana
Wacana adalah definisi yang disampaikan oleh Badudu dalam Eriyanto (2001:2), yaitu: (1) wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, yang membentuk satu kesatuan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat tersebut, dan (2) wacana adalah kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi yang berkesinambungan, disampaikan secara lisan atau tulisan.
Wacana adalah cara untuk menghasilkan pengetahuan, beserta praktik sosial yang menyertainya. (Ratna, 2007: 607-608). Wacana adalah ujaran atau ucapan, sebagai bahasa yang sedang digunakan. ( Ratna, 2012: 244). Wacana dan teks merupakan sinonim yang mana dalam wacana digunakan pada linguistik dan ilmu-ilmu sosial, sedangkan teks khusus dalam sastra (Ratna, 2007: 608). Jadi dapat disimpulkan wacana adalah cara untuk menghasilkan pengetahuan beserta praktik sosial yang menyertainya dan sebagai bahasa yang digunakan yang terdiri dari kalimat yang didalamnya terdapat kohesi atau koherensi berkesinambungan yang disampaikan secara lisan atau tulisan.
Wacana secara kasat mata dapat dibedakan berdasarkan  struktur generik (generic structure) dan fitur-fitur bahasanya (language features). Yang disebut struktur generik di sini adalah struktur yang terbentuk dari perbedaan fungsi-fungsi paragraf dalam membangun sebuah wacana (seperti tesis, argumen, klimaks, dst). Yang disebut fitur bahasa di sini adalah penggunaan atau pemanfaatan bahasa (baik itu tata bahasa maupun diksinya) untuk membangun sebuah wacana.
Berdasarkan struktur generik dan fitur-fitur bahasanya, wacana-wacana yang sering kita jumpai dapat kita kelompokkan dalam tiga kelompok wacana yaitu; (1) kelompok wacana Naratif, (2) kelompok wacana Deskriptif dan (3) kelompok wacana Argumentatif.
Kelompok wacana Naratif dapat dibagi menjadi beberapa genre seperti; (a) Naratif itu sendiri, (b) Rekon (recount), (c) Anekdot, (d) Spoof, (e) dan Item berita (news item). Tipe-tpe genre di atas dibuat dengan tujuan untuk menginformasikan sesuatu dalam bentuk cerita.
Kelompok wacana Deskriptif dibagi menjadi beberapa genre seperti; (1) Deskriptif, (2) Report, (3) Prosedur dan (4) Eksplanasi. Genre-genre jenis ini pada dasarnya dibuat untuk memerikan (mendeskripsikan) sesuatu atau proses terjadinya sesuatu serta tidak dimaksudkan untuk menceritakan sesuatu.
Kelompok wacana Argumentatif dibagi menjadi beberapa genre seperti; (1) Eksposisi Analitik, (2) Eksposisi Hortatorik, (3) Diskusi serta (4) Argumentatif. Genre-genre tersebut dibuat dengan tujuan untuk melakukan eksplorasi terhadap argumen-argumen yang ditujukan untuk menjawab pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana.”
Selain dari pembagian wacana ke dalam tiga kelompok wacana seperti yang telah di sebutkan di atas, beberapa pakar yang lain juga membagi wacana ke dalam tiga kelompok yang berbeda yaitu (1) Naratif, (2) Non fiksi, dan (3) Sajak (poetry).
Berdasarkan pembagian yang kedua ini, yang termasuk dalam kategori wacana Naratif adalah petualangan, misteri, fiksi ilmiah, fantasi, fiksi sejarah, cerita dilematis (roman), dialog, mitos, legenda, cerita peri dan fabel. Untuk kategori wacana nonfiksi dalam hal ini adalah teks diskusi, teks eksplanasi, teks instruksi, persuasi, Report yang tidak kronologis serta Rekon. Sedang yang termasuk dalam kategori wacana sajak (poetry) adalah puisi bebas, puisi visual, dan puisi berstruktur.
b.    Teks primer dan teks sekunder
-   Teks primer
                        Teks (data) primer adalah suatu karya sastra yang berbentuk teks yang datanya akan digunakan atau diambil secara langsung dan akan dianalisis oleh peneliti. Contoh teks (data) primer adalah novel dan cerpen.
                        Teks (data) sekunder adalah suatu karya sastra yang berbentuk teks (data) yang akan digunakan atau diambil secara tidak langsung atau melalui perantara dan akan dianalisis oleh peneliti sering disebut juga data-data pendukung. Contoh teks (data) sekunder adalah buku catatan sejarah atau biografi.
D. Kesimpulan
              Sastra didefinisikan sebagai segala hasil aktivitas bahasa yang bersifat imajinatif, baik dalam kehidupan yang tergambar di dalamnya, maupun dalam hal bahasa yang digunakan untuk menggambarkan kehidupan itu. Untuk mempelajari sastra lebih dalam lagi, setidaknya terdapat 5 karakteristik (hakikat) sastra yang mesti dipahami. Pertama, pemahaman bahwa sastra memiliki tafsiran mimesis. Kedua, manfaat sastra. Ketiga, dalam sastra harus disepakati adanya unsur fiksionalitas. Keempat, pemahaman bahwa karya sastra merupakan sebuah karya seni. Kelima, setelah empat karakteristik ini kita pahami, pada akhirnya harus bermuara pada kenyataan bahwa sastra merupakan bagian dari masyarakat.
                   Yang dimaksud dengan teks sastra adalah teks-teks yang disusun dengan tujuan artistik dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan adalah bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, ada sastra lisan dan ada pula sastra tulis.
       Terdapat enam faktor yang menentukan sebuah teks. Faktor tersebut selanjutnya disebut sebagai faktor-faktor yang berperan dalam tindak komunikasi. Keenam faktor tersebut adalah: (1) pemancar, (2) penerima, (3) pesan (teks itu sendiri), (4) kenyataan atau konteks yang diacu, (5) kode, dan (6) saluran. Sementara itu, terdapat empat jenis teks, yakni: (1) teks acuan, (2) teks ekspresif, (3) teks persuasif, dan (4) teks-teks mengenai teks. Teks acuan dibedakan lagi menjadi tiga, yakni: (1) teks informatif, (2) teks diakursif, dan (3) teks instruktif.
       Genre adalah jenis khas atau kategori komposisi sastra, seperti epik, tragedi, komedi, novel dan cerita pendek. Pembagian genre sastra imajinatif dapat dirangkumkan dalam bentuk puisi, fiksi atau prosa naratif, dan drama. Genre yang termasuk dalam karya sastra nonimajinatif, yaitu: esai, kritik, biografi, autobiografi, sejarah, memoar, catatan harian, surat-surat
       Jenis teks berdasarkan ragamnya terdiri atas beberapa genre. Klasifikasi genre itu didasarkan atas dasar ketegori situasi bahasa. Berdasarkan situasi bahasa itulah sastra diklalifikasikan atas teks puisi, teks naratif atau prosa, dan teks drama.
       Wacana adalah cara untuk menghasilkan pengetahuan beserta praktik sosial yang menyertainya dan sebagai bahasa yang digunakan yang terdiri dari kalimat yang didalamnya terdapat kohesi atau koherensi berkesinambungan yang disampaikan secara lisan atau tulisan.
       Berdasarkan struktur generik dan fitur-fitur bahasanya, wacana-wacana yang sering kita jumpai dapat kita kelompokkan dalam tiga kelompok wacana yaitu; (1) kelompok wacana Naratif, (2) kelompok wacana Deskriptif dan (3) kelompok wacana Argumentatif.
       Teks (data) primer adalah suatu karya sastra yang berbentuk teks yang datanya akan digunakan atau diambil secara langsung dan akan dianalisis oleh peneliti. Contoh teks (data) primer adalah novel dan cerpen.
       Teks (data) sekunder adalah suatu karya sastra yang berbentuk teks (data) yang akan digunakan atau diambil secara tidak langsung atau melalui perantara dan akan dianalisis oleh peneliti sering disebut juga data-data pendukung. Contoh teks (data) sekunder adalah buku catatan sejarah atau biografi.
E. Referensi
     Abrams, M. H 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Holt, Renehart and Winston.
Alha Pangeran. (1998). BMP Pendidikan Pancasila. Jakarta: Penerbit Karunika.
     Coyle Martin et.al.1991. Encyclopedia of Literature and Criticism. London: Routledge.
Depdiknas. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Depdiknas. (2000). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hartoko, Dick. (1986). Pengantar Ilmu Sastra. (Terjemahan). Jakarta: Gramedia.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
__________. 2005. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rosidi, Ajip. (1977). Laut Biru Langit Biru. Jakarta: Pustaka.
Semi, M. Atar. (1988). Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.
Tarigan, Henry Guntur. (1986). Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Teeuw, A. (1987). Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Tohari, Ahmad. (1991). Ronggeng Dukuh Paruk. Jakarta: Gramedia.
—————–(1994). Bekibar Merah. Jakarta: Gramedia.
——————(1992). Senyum Karyamin (Kumpulan Cerpen). Jakarta: Gramedia.
Teuw, Andreas. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra (Pengantar Teori Sastra). Jakarta: Pustaka Jaya.
Sumardjo, Jakob, dan Saini K.M. 1994. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wellek, Rene & Warren Austin. 1990. Teori Kesusastraan, terjemahan Melani Budiatna. Jakarta: PT. Gramedia.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar