Kamis, 20 November 2014

FIKSI, PUISI, DRAMA, & FILM



Makalah Kelompok 2
FIKSI, PUISI, DRAMA, & FILM

Disajikan Untuk Mata Kuliah Teori, Apresiasi Dan Pengajaran Sastra
Dosen : Prof. Dr. Emzir, M.Pd dan Dr. Nuruddin, MA


logo unj.jpg

Oleh :
Ajeng Priendarningtyas (No. Reg. 7316130628)
Andina Ichsani                 (No. Reg. 7316130243)






Pendidikan Bahasa (S2)
Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Karya sastra merupakan hasil pemikiran dan cerminan dari sebuah budaya kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan, oleh karena itu dalam karya sastra banyak menceritakan mengenai interaksi manusia dengan manusia dan lingkungannya. Karya sastra juga merupakan salah satu ungkapan rasa dan ekspresi dari seorang pengarang terhadap alam sekitarnya. Karya sastra merupakan suatau karya imajinatif dari seseorang yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni, karya sastra pun banyak memberikan gambaran kehidupan sebagaimana yang diinginkan oleh pengarangnya serta untuk menunjukkan sosok manusia sebagai insan seni yang memiliki unsur estetis dominan.
Karya sastra merupakan sebuah bentuk seni yang dituangkan melalui bahasa. Karya sastra terdiri dari beragam bentuk, yaitu puisi, drama dan film. Melalui karya sastra pengarang dapat dengan bebas berbicara mengenai kehidupan yang dialami oleh manusia dengan berbagai peraturan dan norma-norma dalam interaksinya dengan lingkungan, sehingga dalam karya sastra terdapat makna tertentu mengenai kehidupan. Sastra cukup banyak digemari oleh para penikmatnya, hal ini dikarenakan karya sastra merupakan bentuk penggambaran dari manusia, dalam hal ini sang pengarang, sebagai bagian dari masyarakat. Sehingga pembaca merasa dekat menembus pikiran, perasaan, dan imajinasi manusia yang juga tidak lepas dari unsur-unsur filsafat, kemasyarakatan, psikologi, sains, ekologi, dan sebagainya. Jenis puisi di Indonesia sebagai kreasi manusia selalu berkembang dari masa ke masa. Perkembangan puisi merupakan refleksi pemikiran penyair dalam menyikapi zaman, sekaligus menyikapi perpuisian itu sendiri. Akan tetapi, walaupun puisi berubah menjadi seribu macam bentuk, ada yang tetap melakat dalam puisi sebagai hakikatnya, yaitu menyampaikan sesuatu secara langsung.[1]
Di Indonesia, puisi telah mulai ditulis oleh Hamzah Fansuri dalam bentuk syair Melayu dan ditulis dengan huruf Arab di akhir abad ke-16 atau awal abad ke-17 (Ismail, 2001:5). Ahli-ahli sastra banyak yang membedakan dan membagi perpuisian Indonesia menjadi puisi lama dan puisi baru. Namun, apa yang disebut puisi lama itu masih tetap diapresiasi dan diproduksi sampai saat ini. Selain itu, puisi baru juga tidak dapat melepaskan puisi lama karena bisa dijadikan sebagai  ilham yang penuh dengan rasa keindahan untuk diciptakan.
Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif yang pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan mengenai kehidupan manusia. Kategori lain dalam karya sastra meliputi seni sandiwara atau drama. Drama atau teater adalah salah satu sastra yang amat terkenal hingga sekarang, bahkan di zaman saat ini telah terjadi perkembangan yang sangat pesat di bidang teater. Contohnya antara lain seperti sinetron, film layar lebar, dan pertunjukan – pertunjukan lain yang menggambarkan kehidupan makhluk hidup.
Pada dasarnya, film dan sinetron adalah bagian dari drama, atau disebut juga drama modern. Perbedaan antara sinetron atau film dan drama hanya pada latar cerita. Latar cerita sebuah drama adalah pentas atau panggung, sedangkan latar cerita sinetron atau film adalah tempat yang nyata. Jadi, sebuah tiruan kejadian atau peristiwa hidup manusia yang disajikan atau dilakonkan di atas pentas atau di tempat yang nyata dapat dikatakan sebagai sebuah drama dan diketahui bahwa sebuah film atau sinetron pada dasarnya juga merupakan sebuah drama karena sebuah drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang dilakonkan.
1.2 Rumusan Masalah
Pada laporan hasil diskusi kami, permasalahan-permasalahan yang terdapat pada makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.    Definisi dan Konsep Fiksi
2.    Definisi Puisi dan Ruang Lingkup Puisi
3.    Unsur Pembangun dalam Puisi
4.    Definisi dan Ruang Lingkup Drama
5.    Definisi dan Jenis Film


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep dan Definisi Fiksi
            Meskipun penulisan epik tradisional telah ditulis berupa ayat-ayat, tetapi mereka dengan jelas berbeda dengan format puisi berdasarkan panjang, struktur naratif, pembagian karakter, pola alur cerita, dan semuanya berhubungan dengan romantisme yang tertuang pada novel. Tetapi mayoritas epik tradisional berputar pada kepahlawanan yang memiliki banyak misi pada suatu bangsa atau signifikansi episode yang panjang yang sebagian besar semua ide berasal dari mitos, sejarah, dan agama, yang merefleksikan era tertentu, atau peradaban bangsa tertentu.
Istilah fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran sejarah tetapi suatu yang benar ada dan terjadi di dunia nyata sehingga kebenarannya pun dapat dibuktikan dengan data empiris. Yang membedakan karya fiksi dengan karya nonfiksi yaitu tokoh, peristiwa dan tempat yang disebut dalam karya fiksi bersifat imajinatif sedangkan pada karya nonfiksi bersifat faktual ( Abrams, 1981 : 61 ).
Fiksi nonfiksi menurut Abrams dibedakan kedalam tiga jenis fiksi, yaitu pertama fiksi historis (historical fiction) apabila menjadi dasar penulisan fakta sejarah, kedua fiksi biografis (biographical fiction) apabi;a menjadi dasar penulisan fakta biografis, dan yang ketiga fiksi sains (science fiction) apabila menjadi dasar penulisan fakta Ilmu Pengetahuan.
Fiksi menurut Altenbernd dan Lewis (1966:14) dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasi hubungan–hubungan antar manusia. Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya yang sekaligus memasukan unsur hubungan dan dengan penerangan terhadap pengalaman kehidupan manusia.
Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama, interaksinya dengan diri sendiri serta interaksinya dengan Tuhan. Tidak benar jika fiksi dianggap sebagai hasil kerja lamunan belaka, sebab fiksi merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreatifitas sebagai karya seni. Dengan tujuan memberikan hiburan kepada pembaca disamping adanya tujuan estetik.
Dalam kajian sastra alur cerita (plot), karakter, seting, perspektif naratif, dan gaya bahasa tidak hanya menghiasi cerita-cerita pada karya sastra seperti novel , prosa, dapat juga ditemui pada cerita pendek pada genre- genre tertentu yang bersifat fiksi yang menjadi acuan untuk melahirkan karya- karya sastra. Elemen paling penting dari sebuah karya sastra berbentuk fiksi yakni :
Plot What happens?
Characters Who acts?
Narrative perspective Who sees what?
Setting Where and when do the events take place?[2]
Klarer juga melihat pentingnya alur cerita dalam karya sastra fiksi dan ia mendefinisikan Plot sebagai interaksi logis pada macam-macam elemen tematik dalah teks yang diarahkan pada perubahan situasi sebenarnya seperti yang disajikan diluar dari proses narasi.
Plot is the logical interaction of the various thematic elements of a text which lead to a change of the original situation as presented at the outset of the narrative.[3]
Dengan demikian plot dapat diindentifikasikan apakah alut cerita berjalan maju, mundur, ataupun maju dan juga mundur, pemilihan jenis plot tersebut juga dapat dijadikan patokkan latar waktu cerita sekaligus bagian-bagian penting apa yang hendak disampaikan oleh pengarang terlebih dahulu untuk sebagai pengantar si pengarang bercerita.
Elemen lain yang sangat penting lainnya yang menentukan pada sebuah cerita yakni karakter yang merupakan pelaku yang memainkan cerita dari karya sastra tersebut yang kemudian ceritanya dapat dipahami oleh pembaca. Di dalam sebuah karya sastra, karakter memiliki macam-macam konflik yang dapat membuat cerita tersebut semakin menarik. Konflik adalah perasaan ataupun masalah yang timbul akibat dari ketidakpuasan hasrat yang ingin dicapai dimana konflik tersebut erat kaitannya dengan ide, kepercayaan, kebiasaan, peraturan, kebutuhan, nilai dan lain-lain. Klerer juga menjelaskan dalam bukunya yang berjudul An Introduction to Literary Studies, bahwa jenis- jenis karakter ada beberapa, diantaranya: flat character, dan round character. “A typified character in literature is dominated by one specific trait and is referred to as a flat character. The term round character usually denotes a persona with more complex and differentiated features. Typified characters often represent the general traits of a group of persons or abstract ideas. Medieval allegorical depictions of characters preferred typification in order to personify vices, virtues, or philosophical and religious positions.
Sudut pandang atau Point of view dalam sebuah karya prosa, adalah cara bagaimana seorang pengarang menceritakan keberadaan tokoh dalam sebuah peristiwa. Peristiwa dalam sebuah cerita tidak selamanya dilihat dari sudut pandang tokoh utama.  Untuk menentukan hal tersebut kita bisa meninjaunya dari siapa yang melihat cerita itu?, atau siapa yang menceritakan cerita itu? Sudut pandang terbagi menjadi; orang I, orang III,  atau campuran (orang I dan orang III).[4]
Adanya sudut pandang dalam sebuah cerita akan mengantarkan pembaca cerita untuk lebih memahami konflik dan kejadian-kejadian yang tertuang dalam sebuah karya sastra fiksi baik novel, prosa, cerita pendek, maupun film. Dalam pengertian seting atau latar cerita oleh Klerer, bahwa latar cerita adalah aspek yang secara tradisional yang mencakup analisis prosa fiksi, dan relevan untuk didiskusikan yang juga pada genre yang lain. Latar cerita berarti lokasi, periode sejarah, dan keadaan sosial sekitar yang dikembangkan dalam adegan-adegan dalam teks.
Setting is another aspect traditionally included in analyses of prose fiction, and it is relevant to discussions of other genres, too. The term ‘g’ “setting” denotes the location, historical period, and social surroundings in which the action of a text develops.”[5]
Latar cerita akan menentukan seberapa detail seorang pengarang mendeskripsikan tiap-tiap bagian pada ceritanya, yang membuahkan pemahaman pada setiap pembaca yang diharapkan dapat menjadi jembatan sampainya pesan dari sebuah cerita yang dapat membawa alam dunia seorang pembaca dan nantinya dapat larut ke dalam cerita yang dibacanya.

2.2 Konsep dan Definisi Puisi
Puisi sebagai sebuah karya seni sastra dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat puisi itu adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan saran-saran kepuitisan, dapat pula puisi dikaji dari jenis-jenis atau ragam-ragamnya mengingat bahwa banyak ragam puisi. Begitu juga puisi dapat dikaji dari sudut nilai sejarahnya, mengingat bahwa sepanjang sejarahnya dari waktu ke waktu puisi selalu ditulis dan dibaca orang.
            Meskipun demikian, seseorang tidak dapat memahami puisi secara sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya estetis yang bermakna, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna, maka dari itu puisi harus dianalis sehingga dapat diketahui bagian-bagian serta jalinannya secara nyata sebagai struktur norma-norma[6]. Bermacam-macam definisi puisi, seperti : menurut KBBI, puisi merupakan sebuah bentuk karangan yang terikat oleh rima, ritma, ataupun jumlah baris serta ditandai oleh bahasa yang padat. Menurut William Wordsworth (1988:4) puisi merupakan suatu pengucapan tentang perasaan ghairah yang imiginatif, biasanya berentak dan berlaku secara spontan, dalam suasana tenang, sedangkan Menurut Samuer Taylor Coledridge (1988:4) mendefinisikan puisi sebagai ,”the best words in the best order”, sedangkan menurut Horatius (seorang kritikus Romawi) : isi yang indah dan menghibur (dulce), namun puisi juga harus berguna dan mengajarkan sesuatu (utile). Lalu menurut William Wordsworth (seorang penyair Romantik Inggris) :  puisi sebagai suatu luapan spontan dari perasaan yang kuat atau a spontaneous overflow of powerful feelings
.
2.3 Ruang Lingkup Puisi
Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru, seperti berikut :
2.3.1 Puisi Lama
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
1.    Jumlah kata dalam 1 baris.
2.    Jumlah baris dalam 1 bait.
3.    Persajakan (rima).
4.    Banyak suku kata tiap baris.
5.    Irama.
2.3.2     Ciri-ciri Puisi Lama
Ciri puisi lama:
a) Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
b) Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
c) Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
2.3.3  Jenis dan Contoh Puisi Lama
a.    Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Contoh : 
Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
b.    Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran,  2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama atau nasihat, teka-teki, jenaka.
Contoh :
Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukan ke dalam hati
c.    Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat. Contoh :
 Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang (b)
Bagai rumah tiada bertiang (b)
Jika suami tiada berhati lurus (c)
Istri pun kelak menjadi kurus (c)
d.    Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
Contoh : 
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
2.3.4 Ciri-ciri dari jenis puisi lama
a)    Mantra
Ciri-ciri:
1.    Berirama akhir abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde.
2.    Bersifat lisan, sakti atau magis.
3.    Adanya perulangan.
4.    Metafora merupakan unsur penting.
5.    Bersifat esoferik (bahasa khusus antara pembicara dan lawan bicara) dan misterius.
6.  Lebih bebas dibanding puisi rakyat lainnya dalam hal suku kata, baris.
b)   Pantun
Ciri – ciri :
1.    Setiap bait terdiri 4 baris
2.    Baris 1 dan 2 sebagai sampiran
3.    Baris 3 dan 4 merupakan isi
4.    Bersajak a – b – a – b
5.    Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
6.    Berasal dari Melayu (Indonesia)
e)  Gurindam
Ciri-ciri :
1.    Baris pertama berisikan semacam persoalan, masalah atau perjanjian
2. Baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi.
f) Syair
Ciri-ciri :
1.    Terdiri dari 4 baris
2.    Berirama aaaa
3. Keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair
2.3.5 Puisi Baru
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
1. Ciri-ciri Puisi Baru
a) Bentuknya rapi, simetris.
b) Mempunyai persajakan akhir (yang teratur).
c) Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola lain.
d) Sebagian besar puisi empat seuntai.
e) Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis).
f) Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar): 4-5 suku kata.
2.3.6  Jenis-jenis dan Contoh Puisi Baru
Menurut isinya, puisi dibedakan atas :
a) Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan. Contoh :
Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat derita pada lekuk dan liku
bawah sayatan khianat dan dusta.
Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu
menitikkan darah dari tangan dan kaki
dari mahkota duri dan membulan paku
Yang dikarati oleh dosa manusia.
Tanpa luka-luka yang lebar terbuka
dunia kehilangan sumber kasih
Besarlah mereka yang dalam nestapa
mengenal-Mu tersalib di datam hati.
(Saini S.K)
b) Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. Contoh :
Generasi Sekarang
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa
 Menciptakan kemegahan baru
Pantoen keindahan Indonesia
 Yang jadi kenang-kenangan
 Pada zaman dalam dunia
 (Asmara Hadi)
c) Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan atau ajaran hidup.
Contoh :
Hari ini tak ada tempat berdiri
Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan
Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.
  2.3.7 Ciri-ciri dari Jenis Puisi Baru
     a) Himne
Ciri-ciri :
Lagu pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah air, atau almamater (Pemandu di Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian himne menjadi berkembang. Himne dapat diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian terhadap sesuatu yang dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernafaskan ke-Tuhan-an.
b) Ode
Ciri-ciri :
Ciri ode nada dan gayanya sangat resmi, bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
c) Epigram
Epigramma (Greek) merupakan unsur pengajaran, didaktik, nasihat yang membawa ke arah kebenaran untuk dijadikan pedoman, ikhtibar; ada teladan.
d) Romance
Romantique (Perancis) berisikan keindahan perasaan, persoalan kasih sayang, rindu, dendam, dan kasih mesra.

2.4 Unsur Pembangun Puisi
Banyak teori tentang unsur pembangun puisi yang dikemukakan oleh para ahli yang ditinjau dari berbagai macam pendekatan dalam apresiasi puisi. Richard mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari:
1. Hakikat puisi yang meliputi tema (sense), rasa (feeling), amanat (intention), nada (tone)
2. Metode puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata nyata, majas, ritme, dan rima (Waluyo, 1987:27).
Menurut Waluyo (1987: 27-28) mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik yang disebut pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan batin pengarang.
Puisi terdapat 7 unsur struktur fisik, yaitu: diksi, pengimajian, kata konkret, majas, verifikasi, tipografi, dan sarana retorika. Sedangkan struktur batin puisi yaitu tema, nada, perasaan, dan amanat[7].
Dari beberapa teori unsur pembangun puisi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli maka penulis menyimpulkan unsur pembangun puisi kedalam dua bagian, yaitu:
1.   Struktur Fisik
  Diksi yakni pemilihan kata
  Pengimajian, yaitu gambaran angan-angan, gambaran pikiran, kesan mental, atau bayangan visual dan bahasa yang menggambarkannya biasa disebut dengan istilah citra atau imaji.
  Kata-kata yang konkret, yaitu kata yang digunakan penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imajinasi pembaca.
  Bahasa figuratif adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna (Wulyo, 1987: 83).
  Versifikasi meliputi rima (pengulangan bunyi), ritma (panjang-pendek dan keras-lembutnya bunyi bahasa), dan Metrum (irama yang tetap artinya pergantiannya sudah tetap menurut pola tertentu).
  Tipografi, merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam membedakan puisi dengan prosa, fiksi, dan drama.

2.  Struktu batin
  Tema, adalah gagasan pokok yang dikemukakan penyair dalam puisinya.
  Perasaan penyair, dalam menciptakan puisi perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca.
  Nada dan suasana, nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca. Sedangkan suasana adalah keadaan jiwa atau akibat yang ditimbulkan puisi terhadap pembaca.
  Amanat, atau tujuan adalah hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya (Jabrohim, 2001:67).
Selain itu, ada juga macam-macam puisi yang diciptakan oleh beberapa penyair Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.       Puisi naratif  
Puisi naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair. Puisi-puisi naratif misalnya: epik, romansa, balada, dan syair.
2.       Puisi Lirik
Dalam puisi lirik yaitu penyair mengungkapkan aku pada lirik atau gagasan pribadinya. Jenis puisi lirik misalnya: elegi, ode, dan serenada.
3.       Puisi deskriptif
Puisi deskriptif yaitu puisi yang penyair bertindak sebagai pemberi kesan terhadap peristiwa atau kejadian, benda, atau suasana yang dipandang dapat menarik perhatian si penyair.
4.       Puisi platonik
Yaitu puisi yang sepenuhnya berisi hal-hal yang bersifat spiritual atau kejiwaan.
5.       Puisi subjektif
Puisi yang mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, dan suasana dalam diri penyair. Sebaliknya puisi objektif adalah puisi yang mengungkapkan hal-hal di luar diri penyair.
6.       Puisi inspiratif
Puisi ini diciptakan berdasarkan mood atau passion. Penyair benar-benar masuk ke dalam suasana yang hendak dilukiskan.

2.5 Definisi dan Ruang Lingkup Drama
Karya sastra terdiri atas tiga bentuk, yaitu puisi, prosa, dan drama. Pada pelajaran yang lalu kamu telah belajar membaca puisi. Menurut Bagas Wardana Kintoko, 2008 :104), drama merupakan kehidupan sehari-hari yang dipentaskan dengan sistematis dan menarik. Drama berisi dialog antara beberapa tokoh disertai akting yang sesuai dengan petunjuk pemeranan. Oleh karena itu, dalam membaca drama hendaknya dapat berlaku sebagai tokoh yang kamu perankan, seperti apabila mendapat tugas memerankan tokoh orang gila, tokoh drama harus dapat bertingkah laku seolah-olah sebagai orang gila (baik dialog yang diucapkan maupun gerak-gerik tubuhnya). [8]Jika mendapat tugas memerankan tokoh dokter, harus bisa bertingkah laku seolah-olah sebagai dokter. Seperti halnya prosa, drama juga mempunyai unsur-unsur, unsur-unsur dalam drama meliputi tokoh dan sifatnya, latar, tema, alur atau jalan cerita, dan amanat.
2.5.1 Jenis-jenis Drama
Jenis-jenis drama menurut isinya
1.            Drama tragedi
Drama yang menggambarkan kesedihan pelakunya.
2.            Drama komedi
Drama yang menggambarkan lelucon.
3.            Drama komedi tragedi (Tragikomedi)
Drama yang menggambarkan lelucon, juga menggambarkan perasaan sedih dan duka, sebab dan nasib buruk yang menimpa pelakunya. Contoh : Sendratari Abimanyu, Gugur dengan lawakan para punakawan (Semar, Gareng, Petruk, Bagong).
2.5.2 Elemen Drama
1. Tokoh dan sifatnya
Tokoh adalah pelaku dalam drama. Sifat atau watak tokoh dapat diketahui dari perkataan dan perbuatannya. Misalnya, tokoh yang suka memfitnah teman, memiliki sifat jahat.
2. Latar
Latar adalah tempat, waktu dan suasana terjadinya peristiwa. Latar dibedakan atas latar waktu, tempat, dan suasana, seperti:
1.    Latar waktu, misalnya, pagi hari, siang hari, malam hari.
2.    Latar tempat, misalnya, di rumah, di jalan, di sekolah, di pasar, dan sebagainya.
3.    Latar suasana, misalnya suasana gembira, sedih, cemas, dan sebagainya.
3. Tema
Tema adalah gagasan pokok atau ide yang mendasari pembuatan naskah drama. Tema harus dirumuskan sendiri oleh pembaca melalui keseluruhan peristiwa dalam cerita (drama).
4. Alur atau jalan cerita
Alur adalah rangkaian peristiwa dalam cerita (drama) yang saling berhubungan. Alur terdiri atas sebagai berikut:
a.  Eksposisi atau pemaparan, yaitu pengarang mulai mengenalkan tokoh-tokohnya.
b.  Pertikaian, yaitu tahap alur yang menggambarkan mulai adanya pertikaian, baik antar tokoh maupun pada diri seorang tokoh.
c.  Klimaks, yaitu tahap alur yang menggambarkan bahwa persoalan yang dihadapi tokoh mencapai puncaknya.
d.  Leraian, yaitu tahap alur yang menggambarkan bahwa persoalan mulai menurun.
e.  Penyelesaian, yaitu tahap yang menggambarkan bahwa persoalan selesai.
2.5.3     Unsur-unsur Drama
Didalam unsur-unsur drama terdapat tiga langkah yang harus diperhatikan. Langkah pertama dalam apresiasi karya drama adalah keterlibatan jiwa, yaitu suatu peristiwa ketika pembaca atau penonton menyimak pikiran dan perasaan pengarang dalam hubungannya dengan suatu masalah yang dihadapi di dalam kehidupannya. Langkah kedua dalam apresiasi karya drama adalah kemampuan pembaca atau penonton untuk melihat hubungan mantik (logis) antara gerak-gerik, pikiran, perasaan, dan khayalannya dengan unsur-unsur drama yang terdapat di dalam karya itu. Dalam langkah kedua apresiasi ini termasuk juga sebagai pengungkap buah pikiran dramawan. Langkah ketiga dalam apresiasi karya drama dicapai ketika pembaca atau penonton mempermasalahkan dan menemukan atau tidak menemukan hubungan (relevansi) antara buah pikiran pengarang dengan pengalaman pribadinya dan pengalaman kehidupan masyarakat secara umum.[9] Dalam tingkat ini, pembaca atau penonton menetapkan apakah buah pikiran dramawan itu ada manfaatnya, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat.

2.6 Konsep dan Jenis Film
Menurut Wibowo (2006:196) film adalah alat untuk menyampaikan berbagai pesan kepada khalayak melalui sebuah media cerita., sedangkan KBBI : selaput tipis berbahan seluloid yang digunakan untuk menyimpan gambar negatif dari sebuah objek gambar.
Pada awalnya di abad ke-20, sulit memungkiri keberadaan film sebagai bagian dari jenis karya sastra yang memiliki genre semi-tektual yang baik mengilhami maupun mempengaruhi ilmu sastra dan kritik sastra. At the beginning of the twenty-first century, it is impossible to neglect film as a semi-textual genre both influenced by and exerting influence on literature and literary criticism.[10]
Karya sastra berupa film yang beraliran fiksi akhirnya dinyatakan sebagai kategori karya sastra berdasarkan efek yang dihasilkan bagi penonton, bisa juga film dikategorikan pementasan drama modern yang dapat ditampilkan sebagai pertunjukkan utuh yang memenuhi kriteria dari elemen-elemen penting karya fiksi, seperti alur cerita (plot), karakter, seting, perspektif  naratif, gaya bahasa, dan pesan yang ingin disampaikan oleh si pembuat film melalui media audio visual.
Kajian penelitian sastra sendiri dalam film dapat dibahas melalui skenario film atau teks, yang dapat difokuskan pada analisis karakter tokoh-tokoh, penokohan, elemen-elemen alur cerita serta seting waktu dan tempat, dan yang tidak kalah penting yaitu isu yang ingin diangkat oleh seorang pengarang lewat film tersebut.
Jenis-jenis genre film cukup banyak, berbeda-beda, dan mempunyai karakter masing-masing. Mengenal jenis-jenis genre film menjadi suatu hal yang perlu diketahui bagi para penggemar film. Dengan begitu kita bisa mengetahui jenis film apa yang telah kita tonton.
2.6.1     Jenis-Jenis Genre Film :
Film Action
Film ini biasanya bercerita tentang hal-hal yang berhubungan dengan tembak-tembakan, balapan, perkelahian, kepolisian, penjahat, detektif dan hal lain yang sejenisnya. Film action ini juga biasa disebut sebagai film laga. Film action ada yang berbentuk serial dan ada juga yang ‘one case’ (satu cerita selesai). Beberapa yang termasuk dalam jenis genre film action antara lain :
HANSEL & GRETEL WITCH HUNTERS, 48 Hours, Face/Off, Die Hard, Air Force One
Film Komedi
Film komedi merupakan cerita lucu, lawakan, adegan konyol dan hal-hal yang membuat tertawa yang disusun menjadi sebuah cerita dalam sebuah film. Contoh jenis genre film komedi : Ace Ventura, Pet Detective (also Adventure – the name gives it away), Analyze This, Annie Hall, Bowfinger.
Film Drama
Beberapa yang termasuk dalam jenis genre film drama : Zero Dark Thirty, The Tower, Rectoverso, Letters To Juliet, The Last Tycoon, CJ7, HABIBIE & AINUN.
Film Horor
Film horor adalah film yang menyeramkan, mendebarkan dan memunculkan rasa takut dan penasaran saat menontonnya. Film horor biasanya bercerita tentang hantu, vampir dan sejenisnya.
Film Adventure (Petualangan)
Beberapa yang termasuk dalam jenis genre film adventure (petualangan) antara lain : CHINESE ZODIAC, Apollo 13, The Deep, Get Shorty (extraordinary blend of Gangster, Love, and Crime with a twist), Indiana Jones and the Temple of Doom, Lawrence of Arabia, Quest For Fire, Rain Man, Robinson Crusoe, Water World.
Film Kartun 
Film kartun merupakan film yang pemeran-pemerannya adalah kartun atau animasi gambar bergerak. Film ini dibuat dari gambar-gambar yang dikumpulkan, kemudian disatukan dengan media komputer dan program animasi sehingga menjadi sebuah film.

Film Dokumenter
Film dokumenter adalah film yang dibuat secara amatir oleh orang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk mendokumentasikan sebuah perjalanan hidup bersama kelompok tersebut selama beberapa waktu. Film ini biasanya dibuat untuk mengenang sebuah kebersamaan dari waktu ke waktu. Contoh film dokumenter adalah : Film Dokumentasi Sekolah, Film Dokumentasi Mahasiswa, Film Dokumentasi Organisasi, dan lain-lain.
Film Romantis (CINTA)
Film romantis atau film cinta ini paling banyak digemari oleh kaum muda di Indonesia, terutama wanita. Film Cinta adalah film yang menceritakan kisah cinta dua insan yang menjalani sebuah perjalanan percintaan.

Film Musikal
Film musikal adalah film yang dibekali dengan unsur-unsur musik didalamnya berupa nyanyian-nyanyian, lagu, dlsb. Film jenis ini banyak menampilkan adegan menyanyi disaat  tokoh didalamnya mengalami keadaan tertentu. Fim musikal ini memadukan seni musi dengan seni perfilm-an. Contoh film musikal adalah : Cinderella – Once upon a Song, Walk hard, dan lain-lain. 

    2.6.2 Unsur-Unsur Dalam Film

Film merupakan hasil kerja kolektif, yang mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
a. Produser
 Merupakan unsur yang paling tertinggi dalam suatu tim kerja produksi dalam pembuatan film.
b. Sutradara
Merupakan unsur kedua yang paling penting dalam proses pembuatan sebuah film karena sutradaralah yang bertanggung jawab dalam proses tersebut.
c. Penulis Skenario
Penulis Skenario adalah seseorang yang menulis naskah yang difilmkan.
d. Penata Kamera (Kameramen)
Seseorang yang bertanggung jawab dalam proses perekaman (pengambilan) gambar didalam pembuatan sebuah film.
e. Penata Artistik
Seseorang yang bertugas menampilkan cita rasa artistik pada sebuah film yang di produksi.
f. Penata Musik
Seseorang yang bertanggung jawab dalam pengisian suara musik sebuah film.
g. Editor
Seseorang yang bertanggung jawab dalam pengeditan suatu gambar dalam film.
h. Pengisi dan Penata Suara
Seseorang yang bertugas mengisi suara pameran atau pemain film.
i. Aktor atau Aktris
Mereka yang membintangi film yang diproduksi dengan memerankan tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita film tersebut.






BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
            Unsur-unsur intrinsik dalam karya-karya sastra beraliran fiksi adalah unsur-unsur yang dapat dikaji secara ilmiah karena unsur-unsur tersebut memiliki pola, jenis, dan dibuktikan dalam bentuk kutipan-kutipan kalimat yang mengandung analisa terhadap plot atau alur cerita, setting atau latar cerita, point of view atau perspektif naratif, karakter, penokohan. Yang semuanya adalah cara agar ketersampaian pesan antara pengarang cerita fiksi dengan pembacanya (penontonnya dalam karya sastra film).
            Adapun karya sastra fiksi sendiri yang didalamnya dapat berupa puisi, drama, dan film disebut juga sebagai pencerminan jaman, yang mana banyak dari para sastrawan terinspirasi dari fenomena yang terjadi di sekitar mereka pada jaman tersebut. Maka perlunya pendidikan untuk mengapresiasikan karya sastra adalah untuk mengenalkan sejarah yang terjadi pada masa karya-karya itu diterbitkan dalam bentuk yang lebih bersifat menghibur yakni karya sastra fiksi. Karya sastra terwujud karena adanya imajinasi atau buah pikir seseorang yang dituangkan melalui media (karya sastra), sehingga dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat. Adanya karya sastra menunjukkan bahwa para sastrawan sangat berperan penting dalam terbentuknya karya sastra, seperti puisi dan sebagainya.
            Apa yang telah diciptakan oleh para satrawan terdahulu mencerminkan bahwa manusia tercipta yang pada hakikatnya adalah manusia yang terlahir cerdas dan unggul. Manusia memiliki kemampuan untuk mengimajinasikan dari apa yang dipikirkan, direnungkan, dan kemudian dibuktikan melalui sebuah karya sastra yang mungkin untuk zaman sekarang ini, karya sastra tersbut hanya beberapa saja yang masih dinilai dan diapresiasikan.
3.2 Saran
Kita sebagai generasi muda yang hidup pada dunia atau era globalisasi saat ini, sudah seharusnya secara sadar untuk terus menjaga dan melestarikan karya-karya sastra yang telah diciptakan oleh generasi-genarasi kita sebelumnya. Namun, banyak kendala-kendala yang dihadapi, yakni kurangnya kepedulian kita untuk terus mengapresiasikan karya-karya yang telah diciptakan karena pada dasarnya bahwa karya-karya pada zaman dahulu lebih baik dan unggul, baik dari segi estetika maupun nilai moral yang berisikan nasihat-nasihat untuk disampaikan kepada masyarakat luas.










DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Abdul. 2012 Belajar Sastra. Bandung
Budianta, Melani, dkk. 2002. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi). Jakarta : Indonesiatera
Klarer, Mario. 1999. An Introduction to Literary Studies. New York
Sarjono. 2001. Pemikiran Riffaterre. Jakarta
http://lifeiseducation.com  diakses pada tanggal 21 Sepetember 2013 pk. 22.00 WIB



[1]pemikiran Riffaterre (lewat Sarjono, 2001:124) bahwa “a poem says one thing and means another
[2] Mario Klarer. 1999. An Introduction to Literary Studies. New York. p.14
[3] Ibid. p.15
[4] Abdul Aziz. Belajar Sastra. Bandung, 2012. p.6
[5] Op.Cit. Klerer, p.25
[6] Norma disini menurut Rene Welek (1968:50-151) jangan dikacaukan dengan norma-norma klasik, etika, ataupun politik. Norma itu harus dipahami sebagai norma implisit yang harus ditarik dari setiap pengalaman individu karya sastra.

[7] Jabrohim (2001: 34)
[8] Melani Budianta, dkk. 2002. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi). Jakarta : Indonesiatera

          [9] http://lifeiseducation.com  

[10] Ibid. Klerer, p.56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar