Kamis, 20 November 2014

PERIODESASI SASTRA



Makalah Kelompok 3
PERIODESASI SASTRA



Disajikan Untuk Mata Kuliah Teori, Apresiasi Dan Pengajaran Sastra
Dosen : Prof. Dr. Emzir, M.Pd dan Dr. Nuruddin, MA


logo unj.jpg


Oleh :
Tanti Sri Kuswiyanti (No Reg. 7316130289 )
                                     Anis Fuad                    (No Reg. 7316130245)





Pendidikan Bahasa (S2)
Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
2014
A.  Pendahuluan
Sebagai sebuah produk budaya, sastra memiliki perkembangan baik dalam bentuk maupun isinya. Hal itu juga semakin memperkaya khazanah kesusatraan di setiap periodenya baik sastra Inggris maupun sastra Indonesia.
Di dalam makalah ini, kami akan membahas tentang periodesasi sastra baik sastra Inggris maupun sastra Indonesia.

B.  Masalah yang dibahas
Masalah yang dibahas dalam makalah ini antara lain:
1.      Bagaimana perkembangan sastra Inggris sejak dahulu sampai saat ini?
2.      Bagaimana perkembangan sastra Indonesia sejak dahulu sampai saat ini?

C. Pembahasan
1. Periodesasi Sastra Inggris
Periode sastra Inggris dibagi menjadi dua yakni periodesasi sastra Inggris dan periodesasi sastra Amerika (Klarer, hlm. 67-68).Periode sastra Inggris dibagi menjadi delapan  periode. Delapan  periode tersebut  antara lain:
a.       Periode Old English atau Anglo-Saxon (abad ke-5 sampai abad ke-11)
b.      Periode Middle English (abad ke-12 sampai abad ke-15)
c.       Periode Renaissance (abad ke-16 sampai abad ke-17)
d.      Periode Eighteenth Century (abad ke-18)
e.       Periode Romantic (pertengahan pertama abad ke-19)
f.       Periode Victorian Age (pertengahan kedua abad ke-19)
g.      Periode Modernism (zaman Perang Dunia I sampai Perang Dunia II)
h.      periode Postmodernism (tahun 1960an sampai tahun 1970an)
Periode sastra Amerika dibagi menjadi lima periode. Lima periode tersebut antara lain:
a.       Periode kolonial atau Puritan Age (abad ke-17 sampai abad ke-18)
b.      Periode Romantic dan Transcendentalism (pertengahan pertama abad ke-19)
c.       Periode Realism dan Naturalism (pertengahan kedua abad ke-19)
d.      Periode Modernism (zaman Perang Dunia I sampai Perang Dunia II)
e.       Periode Postmodernism (tahun 1960an sampai tahun 1970an)

Periode Old English (Anglo-Saxon) berlangsung sejak invasi bangsa Inggris oleh bangsa Jerman sampai invasi oleh bangsa Perancis di bawah pimpinan William tahun 1066.Tulisan yang ditulis antar abad 18 sampai abad 11 dinamakan Old English atau Anglo-Saxon. Tulisan-tulisan yang dikumpulkan dari abad ini tidak begitu banyak mulai dari mantra-mantra ajaib, teka-teki, dan puisi-puisi seperti The Seafarmer (abad 9) atau The Wanderer (abad 9-10) serta epic seperti mitologi Beowulf (abad 8) atau The Battle of Maldon yang berdasarkan fakta sejarah.
Periode Middle English berlangsung sejak abad 12 sampai abad 15 ketika orang Norman berbahasa Perancis menaklukan Inggris. Ada banyak tulisan-tulisan yang tersimpan dari zaman ini, diantaranya termasuk lirik-lirik puisi yang panjang dan epic dengan isi agama seperti Piers Plowman. Romansa, sebuah genre baru yang sekuler, juga berkembang pada zaman ini termasuk “Sir Gawain and The Green Knight”  yang ditulis pada abad 14 dan “Le Morte d’Arthur” yang ditulis pada tahun 1470 oleh Thomas Malory. Bentuk ini secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan novel di abad 18. Periode Middle English juga menghasilkan tulisan-tulisan narrative seperti “Canterbury Tales” karya Geoffrey Chaucer pada tahun 1387.
Periode Rennaissance juga disebut periode awal New English yang memfokuskan pada sejarah bahasa dan Elizabethan Age (Queen Elizabeth I) atau Jacobean Age (King James). Tulisan-tulisan di zaman ini dibagi berdasarkan aturan-aturan politik, seperti: cerita epic Edmund Spenser, “Faerie Queene” dan drama modern William Shakespeare, Christopher Marlowe, dan lain-lain. Periode English Renaissance juga menghasilkan genre prosa seperti: cerita romantis John Lyly yang berjudul “Euphues” (1578) atau Phillip Sidney yang berjudul “Arcadia” (1580).
Periode Eighteenth Century juga dikenal sebagai zaman neoclassical, golden atau Augustan Age. Pada zaman ini teori klasik sastra diadaptasi untuk menyesuaikan budaya kontemporer. Penulis-penulis seperti John Dryden, Alexander Pope, Joseph Addison dan Jonathan Swift menulis terjemahan-terjemahan, essai-essai teoritis dan tulisan-tulisan literatur dalam berbagai macam genre. Zaman ini memberikan pengaruh terhadap pendistribusian teks-teks termasuk perkembangan novel sebagai genre baru dan pengenalan koran dan majalah literatur seperti The Tatler(1709-11) dan The Spectator (1711-14).
Banyak tulisan-tulisan literatur pada abad 17 dan abad 18 yang bersifat agamis, hal ini dikarenakan tulisan-tulisan ini berada pada zaman Puritan atau Kolonial. Periode ini dapat dilihat sebagai fenomena literatur pertama di benua Amerika utara. Tulisan-tulisan literatur Amerika merefleksikan akar-akar agama pada zaman kolonial Amerika. Tulisan-tulisan yang dihasilkan antara lain catatan Cotton Mather dan John Winthrop dalam bentuk diary dan puisi-puisi Anne Bradstreet. Tulisan-tulisan ini adalah sumber-sumber yang penting untuk memahami kondisi awal kolonial Amerika. Tulisan-tulisan yang ditulis oleh seorang budak Amerika, Phillis Wheatley “Poems on Various Subjects” (1773) menyediakan gambaran-gambaran tentang kondisi sosial pada zaman itu dari perspektif orang bukan eropa.
Periode Romantic dimulai dengan edisi pertama “The Lyrical Ballads” (1798) oleh William Wordsworth dan Samuel Taylor Coleridge dimana individu dan alam serta pengalaman emosi mempunyai peranan penting dalam penulisannya. Romanticism dapat dipandang sebagai reaksi terhadap pencerahan dan perubahan politik di Eropa dan amerika pada akhir abad 18. Pada periode inilah definisi literatur mulai berkembang. Literatur dipandang sebagai hal yang imajinatif. Kata imajinatif memiliki istilah yang dapat digambarkan yakni “imaginary” yang berarti “tidak nyata atau khayalan”, namun kata imajinatif juga dapat memiliki arti “visioner” (Eagleton, hlm.15).
American Transcendentalism dipengaruhi oleh antusias Romantisme terhadap alam. Pada periode ini alam merupakan kunci pemahaman filosofis. Dari perspektif ini manusia tidak boleh puas dengan fenomena alam tetapi harus dapat memahami lebih dalam agar mendapatkan pandangan filosofis tentang dunia secara menyeluruh.Tulisan-tulisan yang dihasilkan pada periode ini antara lain: tulisan-tulisan filosofis Ralph Waldo Emerson, cerita-cerita pendek Nathaniel Hawthorne dan novel Henry David Thoreau  “Walden” (1854).
Periode Realism dan Naturalism dinamakan juga periode Victorian Age di Inggris. Realism sering digambarkan sebagai gerakan yang mencoba menggambarkan realita sebenar-benarnya melalui bahasa. Di sisi lain, Naturalism memfokuskan pada penggambaran dari dampak perubahan sosial dan lingkungan sebagai akibat dari penemuan-penemuan science yang digambarkan melalui tokoh-tokoh yang ada di dalam tulisan tersebut. Di amerika tulisan ini kebanyakan berupa fiksi sedangkan di Inggris tulisan ini dituangkan ke dalam drama seperti karya George Bernard Shaw. Penulis-penulis amerika yang terkenal pada periode ini antara lain Mark Twain, Henry James dan Kate Chopin. Dan penulis-penulis Inggris seperti Charles Dickens, Charlotte and Emily Bronte serta George Elliot merupakan penulis-penulis terkenal pada periode ini.
Periode Modernism Amerika dan Inggris dapat dilihat sebagai reaksi dari pergerakan realistis di akhir abad 19. Pada periode ini penulis menemukan teknik penulisan narrative yang inofatif. Tulisan-tulisan pada periode ini dipengaruhi oleh psikoanalisis dan peristiwa-peristiwa sejarah budaya. Contoh-contoh penulis di periode ini antara lain: James Joyce dengan karyanya “Ulysses” (1922), Virginia Woolf dengan karyanya “Mrs. Dalloway” (1925), dan T.S. Eliot dengan karyanya “The Wasteland” (1922).
Perkembangan literatur pada periode Postmodernism berhubungan dengan Nazi dan dampak kerusakan dari nuklir pada era Perang Dunia II. Periode ini secara struktur juga merupakan perkembangan dari pendekatan Modernism. Karakter literatur pada zaman ini antara lain: teknik narasi dengan perspektif yang beragam, untaian alur yang terjalin dan eksperimen tata huruf, contohnya: tulisan John Barthdalam “Lost in The Funhouse” (1968), Thomas Pynchon dalam “The Crying of Lot 49” (1966), John Fowles dalam “The French Lieutenat’s Woman” (1969). Pada tahun 1980an, karya-karya Postmodernism yang sekarang terlihat melebih-lebihkan banyak dipengaruhi oleh kelompok-kelompok marginal termasuk wanita, gays, atau etnik minoritas. Penulis-penulis wanita tersebut antara lain: Sylvia Plath dengan karyanya “The Bell Jar” (1963), Doris Lessing dengan karyanya “The Marriages Betwen Zone Three, Four, and Five” (1980) dan Margaret Atwood dengan karyanya “ The Handmaid’s Tale” (1985).

2. Periodesasi Sastra Indonesia
Perkembangan karya sastra khususnya di Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti adat istiadat, agama, ideology, politik, dan ekonomi. Secara garis besar, perjalanan sastra Indonesia terbagi menjadi dua periode, yakni periode sastra Indonesia lama dan periode sastra Indonesia baru atau modern (Kosasih; p.14).

a.      Sastra Lama
Kesusastraan lama disebut juga kesusastraan klasik atau kesusastraan tradisional. Zaman perkembangan kesusastraan klasik ialah sebelum masuknya pengaruh Barat ke Indonesia. Bentuk-bentuk kesusastraan yang berkembang pada zaman ini adalah dongeng, mantra, pantun, syair, dan sejenisnya.
Sastra Lama atau kesusastraan klasik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Nama penciptanya tidak diketahui (anonim).
2)      Pralogis atau cerita-ceritanya banyak diwarnai oleh hal gaib.
3)      Banyak menggunakan kata-kata yang baku, seperti alkisah, sahibul hikayat, menurut empunya cerita, konon, dan sejenisnya.
4)      Peristiwa yang dikisahkan berupa kehidupan istana (istana sentris), raja-raja, dewa-dewa, para pahlawan, atau tokoh-tokoh mulia lainnya.
5)      Karena belum ada media cetak dan elektronik, sastra klasik berkembang secara lisan.
Perkembangan kesusastraan Indonesia pada periode klasik menjadikan referensi bagi proses kreatif pada sastra Indonesia baru. Eksistensi sejumlah bentuk karya sastra lama hingga kini masih dapat dijumpai di sejumlah daerah yang didalamnya memiliki budaya sastra warisan leluhur.
Berbagai bentuk dan jenis kesusastraan lama menjadi khazanah tersendiri bagi peradaban sastra di tanah air. Sehingga sejumlah manuskrip sastra lama yang masih menggunakan bahasa daerah kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, khususnya yang mengandung nilai sejarah, agar dapat dipelajari karakteristiknya.

b.      Sastra Baru
Tonggak sastra baru Indonesia dimulai pada zaman ’20-an. Sastra baru Indonesia terus berkembang seiring dengan perjalanan waktu dan dinamika kehidupan masyarakatnya. Dari rentang waktu ’20-an hingga sekarang, para ahli menggolongkannya menjadi beberapa angkatan.
1)      Angkatan ’20-an atau Angkatan Balai Pustaka
Karya sastra yang lahir pada periode 1920-1930-an sering disebut sebagai karya sastra Angkatan ’20-an atau Angkatan Balai Pustaka. Disebut Angkatan ’20-an karena novel yang pertama kali terbit adalah pada 1920, yakni novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar. Karya-karya yang lahir pada periode tersebut disebut pula Angkatan Balai Pustaka karena banyak diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka. Selain disebut Angkatan Balai Pustaka, Angkatan ’20-an disebut juga Angkatan Siti Nurbaya karena novel yang paling laris dan digemari oleh masyarakat pada masa itu adalah novel Siti Nurbaya karangan Marah Rusli.
Karya-karya sastra Angkatan ’20-an tentu memiliki ciri berbeda dengan karya-karya sebelumnya yang masih merupakan karya sastra lama. Ciri-ciri sastra Angkatan ’20-an sebagai berikut:
a)      Temanya tentang kehidupan masyarakat sehari-hari (masyarakat sentris), misalnya tentang adat, pekerjaan, dan persoalan rumah tangga.
b)      Telah mendapat pengaruh dari kesusastraan Barat. Hal ini tampak pada tema dan tokoh-tokohnya.
c)      Pengarangnya dinyatakan dengan jelas.

2)      Angkatan ’30-an atau Angkatan Pujangga Baru
IstilahAngkatanPujanggaBaruuntukkarya-karyayanglahirsekitar‘30–40-andiambildarimajalahsastrayangterbitpada1933.Majalah itubernama PujanggaBaroeyangkepengurusannyadipimpinoleh SutanTakdir Alisyahbana, AmirHamzah,SanusiPane,dan Armijn Pane.AngkatanPujangaBarudisebutjuga Angkatan’30-ansebab angkatan ini lahir pada tahun 1930-an.
Karyasastrayanglahirpadaangkataniniberbedadengankarya sastra angkatan sebelumnya. Karya-karya pada periode ini mulai memancarkan jiwa yang dinamis, individualistis, dan tidak lagimempersoalkan tradisi sebagai tema sentralnya. Hal semacam itu timbulkarenaparapengarangkhususnyasudahmemilikipandangan yangjauhlebihmajudansudahmengenalbudaya-budayayang lebih modern. Di samping itu, semangat nasionalisme mereka sudah semakin tinggi sehingga isu-isu yang diangkat dalam karya mereka tidak lagi kental dengan warna kedaerahan.

3)      Angkatan ‘45
Angkatan’45 disebut juga sebagai Angkatan Chairil Anwar karena perjuangan Chairil Anwar sangat besar dalam melahirkan angkatan ini. Dia pula yang dianggap sebagai pelopor Angkatan’45. Angkatan’45 disebut juga Angkatan Kemerdekaan sebab dilahirkan ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.
Pengarang yang terkenal pada waktu itu, antara lain adalah, Indrus,UsmarIsmail,RosihanAnwar,ElHakim,danAmirHamzah. PadaperiodeinijugamunculpenyairterkenalChairil Anwar.Dua karyayangterkenaladalahAtheiskaryaAchadiatKartamiharjadan DariAve Maria ke Jalan Lain ke Roma karya Idrus.

4)      Angkatan ‘66
Nama Angkatan’66dicetuskanolehH.B.Jassinmelaluibukunya yang berjudul Angkatan ’66. Angkatan ini lahir bersamaan dengan kondisi politik Indonesia yang tengah mengalami kekacauan akibat teror dan merajalelanya paham komunis. PKI hendak mengambil alih kekuasaan negara dan menggantikan ideologi Pancasila dengan ideologi komunis. Oleh karena itu, karya sastra yang lahir pada periode ini lebih banyak berwarna protes terhadap keadaan sosial dan politik pemerintah pada masa itu.
Pengarangyangproduktifpadamasaituantaralain Taufik Ismail, Mansur Samin, dan Bur Rasuanto. Contoh dua karya yang diterbitkan oleh angkatan ini adalah Pagar Kawat Berduri karya Toha Mohtar dan Tirani (kumpulan puisi) karyaTaufik Ismail.

5)      Angkatan ’70-an
Sekitar tahun ‘70-an, muncul karya-karya sastra yang lain dengan karya sebelumnya. Kebanyakan karya-karya itu tidak menekankan maknakata.Parakritikussastramenggolongkankarya-karyatersebut ke dalam jenis sastra kontemporer. Kemunculan sastra semacam ini dipelopori oleh Sutardji Calzoum Bachri.
Dengan karya-karyanya yang seperti itu, Sutardji sering disebut sebagai pelopor puisi kontemporer. Ciri umum puisi Sutardji adalah dikesampingkannyaunsurmakna.Unsurpermainanbunyidanbentuk grafis  lebih  ditekankannya.Puisi-puisi  Sutardji  terkumpul  dalam sebuahbukuyangberjudulO,Amuk,Kapakyangditerbitkanpada 1981.Kekontemporerantampakpulapadapuisi-puisiLeon Agusta dalam kumpulan puisinya yang berjudul Hukla (1979), Hamid Jabar dalam Wajah Kita (1981), F. Rahardi dalam Catatan Sang Koruptor (1985), Rahim Qahhar dalam Blong, dan Ibrahim Sattah dalam Dandandik (1975).
Beberapa sastrawan lainnya dalam angkataniniadalahUmarKayamIkranegara ArifinC.Noer,Akhudiat,DarmantoJatman, Arief Budiman, Goenawan Mohamad,  Budi Darma, HamsadRangkuti, Putu Wijaya, WisranHadi, WingKardjo, TaufikIsmail, MotinggoBusye, PurnawanTjondronegoro, Djamil Suherman,Bur Rasuanto, Sapardi Djoko Damono, Satyagraha, Hoerip Soeprobo, dan termasuk H.B. Jassin.

6)      Angkatan ’80-an
Memasuki dasawarsa pertama 1980-an, suara lokal dalam sastra Indonesia masih berkutat pada persoalan nilai tradisional dan modern. Untuk menyebut beberapa contoh, novel tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer, Burung-burung Manyar (1981) dan Ikan-ikan Hiu, Ido, Homa (1983) karya Y.B. Mangunwijaya, Bako (1982) karya Darman Moenir, trilogi Ronggeng Dukuh Paruk (1982) karya Ahmad Tohari, masih berkutat pada persoalan ritual, agama, dan kekerabatan.
Karya sastra Indonesia pada masaangkatan80-antersebarluas di berbagai majalah dan penerbit umum. Satu hal yang ikut menandai angkatan 80-an adalah banyaknya roman percintaan. Sastrawan wanita yang menonjol pada masa itu adalah MargaT. Beberapasastrawanlainnya yangdapatmewakili Angkatan80- anantaralainadalahRemySylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, dan Kurniawan Junaidi.

7)      Angkatan Reformasi
Seiring dengan jatuhnya kekuasaan pemerintahan Orde Baru, muncullah wacana tentang Sastrawan Angkatan Reformasi. Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, dan novel yang bertemakan social-politik, khususnya seputar reformasi. Di sejumlah media, pementasan-pementasan sajak, dan penerbitan-penerbitan, didominasi oleh karya sastra reformasi.
Sastrawan reformasi merefleksi keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir 1990-an. Di zaman ini, sejumlah penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, turut meramaikan kondisi ini dengan berbagai karyanya.

8)      Angkatan 2000
WacanatentanglahirnyaSastrawan AngkatanReformasimuncul, tetapitidakberhasildikukuhkankarenatidakmemiliki‘jurubicara’. Namun, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentanglahirnyaSastrawan Angkatan2000.Sebuahbukutebal tentangAngkatan2000yangdisusunnyaditerbitkanolehGramediaJakarta,pada2002.Seratuslebihpenyair,cerpenis,novelis,eseis,dan kritikussastradimasukkanKorriekedalamAngkatan2000,termasuk merekayangsudahmulaimenulissejak1980-an,seperti Afrizal Malna  AhmadunYosiHerfanda,danSenoGumira Ajidarma,serta yangmunculpadaakhir1990-an,seperti AyuUtamidanDorothea Rosa Herliany.
Angkatan 2000 juga ditandai pula dengan karya-karya yang cenderung berani dan vulgar, seperti novel Saman karya Ayu Utami. Sebagai pengimbang atas maraknya karya-karya yang vulgar dan novel-novel teenlit, bermunculan fiksi-fiksi islami. Gerakan fiksi islami seakan-akan sengaja memberi wacana alternatif agar dunia fiksi Indonesia tidak hanya didominasi oleh fiksi-fiksi seksual.
Oleh karena itu, fiksi islami kemudian didefinisikan sebagai karya sastra berbentuk fiksi yang ditulis dengan pendekatan islami, baik eksplorasi tema maupun pengemasannya. Satu hal yang menarik adalah aktifis gerakan fiksi islami didominasi oleh para perempuan penulis seperti halnya pada fiksi sekuler. Dua kelompok main stream sastra yang berbeda ideologi itu seakan saling berebut pengaruh dan pembaca dalam perkembangan sastra Indonesia kontemporer.

D. Kesimpulan
Dalam kesusastraan Inggris dan dunia, kondi sisosial-politik, diketahui sangat mempengaruhi karya-karya sastra di dalam setiap periodenya.Keanekaragaman jenis kekaryaan masing-masing sastrawan membuat karya-karya sastra pada periode berikutnya semakin berkembang sesuai dengan kondisi zaman.
Selain itu, periodesasi juga menunjukkan karya sastra menempatkan dirinya di tengah hegemoni masyarakat, khususnya di Indonesia.Dengan mempelajari periodesasi sastra, dapat di teliti perkembangan sastra dan pengaruhnya sesuai dengan zamannya.


E. Referensi
Klarer, M. (2004). An Introduction to Literary Studies. New York: Routledge.
Eagleton, T. (1996). Literary Theory. UK: Blackwell.
Kosasih, E. (2008).ApresiasiSastra Indonesia, Jakarta: Nobel Edumedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar