PSIKOLOGI PENDIDIKAN
(Classroom Management)
Makalah Ini Disusun
Sebagai Tugas Kelompok Mata Kuliah Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu:
Dr. Asep Supena, M.Psi
Oleh:
Tanti Sri Kuswiyanti (No Reg. 7316130289 )
Syihaabul
Hudaa (No Reg. 7316130287)
PENDIDIKAN BAHASA
PROGRAM PASCASARJANA
(S2)
UNIVERSITAS NEGERI
JAKARTA
2014
A.
Pendahuluan
Manajemen
kelas merupakan salah satu kemampuan esensial yang harus dimiliki guru. Menurut
Eggen dan Kauchack (2004) ada empat kemampuan esensial yang harus dimiliki oleh
guru antara lain:
1.
knowledge of content yakni mengetahui
materi yang akan diajar.
2.
pedagogical content knowledge yakni mengetahui
bagaimana cara menyajikan materi agar mudah dipahami.
3.
general pedagogical knowledge yakni mengetahui
strategi pembelajaran salah satunya adalah manajemen kelas.
4.
knowledge of learner and learning yakni mengetahui
siswa dan proses belajar.
Di dalam makalah
ini akan dibahas berbagai pandangan, definisi, dan tujuan dari menejemen kelas.
Pentingnya kemampuan komunikasi juga akan diulas serta bagaimana cara
menghadapi perilaku anak yang mengganggu. Dengan memahami dan menguasai
kemampuan dalam menejemen kelas, guru akan dapat mengelola kelasnya dengan baik
sehingga proses belajar-mengajar dapat berjalan dengan lancar.
B.
Masalah
yang Dibahas
Masalah yang dibahas dalam makalah ini antara lain:
1.
Apa pengertian dan tujuan dari menejemen
kelas?
2.
Pendekatan-pendekatan apa sajakah yang
digunakan dalam menejemen kelas?
3.
Bagaimana kemampuan komunikatif dalam
menejemen kelas?
4.
Bagaimana mengatasi perilaku siswa yang
mengganggu di dalam menejemen kelas?
C.
Pembahasan
Classroom
menejemen dapat diartikan menejemen kelas. Menejemen kelas merupakan salah satu
kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam mengelola kelas. Menejemen kelas yang efektif akan menciptakan
proses belajar mengajar yang optimal. Ada beberapa perbedaan dalam pemikiran
tentang cara terbaik untuk mengelola kelas. Perbedaan-perbedaan tersebut antara
lain:
a.
pandangan lama menekankan pada penciptaan
dan penerapan aturan untuk mengontrol perilaku siswa sedangkan pandangan yang
baru memfokuskan pada kebutuhan murid untuk mengembangkan hubungan dan
kesempatan untuk menata diri.
b.
pandangan lama yang mengorientasikan
murid pada sikap pasif dan patuh pada aturan ketat dapat melemahkan
keterlibatan murid dalam pembelajaran aktif, pemikiran, dan konstruksi
pengetahuan sosial sedangkan pandangan baru dalam manajemen kelas lebih
menekankan pada pembimbingan murid untuk menjadi lebih mau berdisiplin diri dan
tidak terlalu menekankan pada kontrol eksternal atas murid.
c.
Dalam pandangan lama guru dianggap
sebagai pengatur sedangkan dalam pandangan baru guru lebih dianggap sebagai
pemandu, koordinator dan fasilitator.
TUJUAN MENEJEMEN KELAS
Ada
empat alasan mengapa kelas harus dikelola dengan baik. Alasan yang pertama
adalah tersedianya lebih banyak waktu untuk pembelajaran. Salah satu tujuan
penting manajemen kelas adalah memperbanyak menit yang disediakan untuk
pembelajaran dan mengurangi waktu aktifitas yang tidak diorientasikan pada
tujuan. Hal ini disebut allocated time.Waktu yang digunakan untuk terlibat
aktif dalam tugas belajar tertentu sering disebut engaged time. Engaged time
tidak menjamin pembelajaran. Siswa mungkin berjuang dengan materi yang terlalu
sulit atau menggunakan strategibelajar yang keliru. Academic learning time
adalah waktu yang digunakan oleh siswa untuk bekerja dengan tingkat kesuksesan
yang tinggi. Tujuan manajemen kelas lainnya adalah untuk meningkatkan academic
learning time dengan menjaga agar siswa tetap terlibat secara aktif dalam
kegiatan belajar yang berfaedah dan tepat[1].
Alasan
kedua mengapa kelas harus dikelola dengan baik adalah memberikan akses ke
pembelajaran kepada seluruh siswa. Cara untuk
memberikan akses ke pembelajaran kepada seluruh siswa adalah dengan
memastikan bahwa setiap orang tahu
bagaimana cara berpartisipasi di berbagai kegiatan kelas. Kuncinya adalah
kesadaran.
Alasan
ketiga mengapa kelas harus dikelola dengan
baik adalah membantu siswa untuk menjadi lebih mampu mengelola dirinya
(manajeman untuk self-management). Maksud dari kedisiplinan adalah
self-control. Siswa belajar self-control dengan membuat pilihan-pilihan dan
menghadapi konsekuensinya, menetapkan tujuan dan prioritas, mengelola waktu,
berkolaborasi untuk belajar, memediasi perselisihan dan mendamaikan, dan
mengembangkan hubungan yang saling memercayai dengan guru dan teman sekelasnya.[2]
Tujuan manajemen kelas yang terakhir adalah mencegah
siswa mengalami problem akademik dan emosional.Kelas yang dikelola dengan baik
tidak hanya akan meningkatkan proses pembelajaran tetapi juga membantu mencegah
berkembangnya problem emosional dan akademik. Kelas yang dikelola dengan baik
akan memberikan aktifitas dimana siswa menjadi terserapkedalamnya dan termotivasi
untuk belajar dan memahami aturan dan regulasi yang harus dipatuhi. Dalam kelas
seperti itu murid kecil kemungkinannya mengalami masalah emosional dan
akademik.[3]
PENDEKATAN MANAJEMEN KELAS DENGAN MENDESAIN
LINGKUNGAN FISIK KELAS
Di
dalam manajemen kelas desain lingkungan fisik kelas lebih dari sekedar penataan
barang di kelas. Ruang kelas yang baik akan mengundang dan mendukung proses
belajar-mengajar yang positif. Ada empat prinsip dalam penataan kelas.
Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Kurangi
kepadatan di tempat lalu lalang.
2. Pastikan
guru dapat dengan mudah melihat semua siswa.
3. Materi
pengajaran dan perlengkapan siswa harus mudah diakses.
4. Pastikan
murid dapat dengan mudah melihat semua presentasi kelas.
Dalam
kaitannya dengan penataan kelas, ada dua cara dasar untuk mengorganisasikan
ruang yakni wilayah teritorial pribadi dan wilayah minat. Ada pula gaya
penataan kelas yang lainnya antara lain:
1. Gaya
auditorium yakni semua murid menghadap guru. Penataan ini membatasi kontak murid
tatap muka dan guru bebas bergerak ke mana saja. Gaya auditorium sering dipakai
ketika guru mengajar atau seseorang memberikan presentasi di kelas.
2. Gaya
tatap muka yakni murid saling menghadap.
3. Gaya
off-set yakni sejumlah murid (biasanya tiga atau empat anak) duduk di bangku
tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama lain.
4. Gaya
seminar yakni sejumlah besar murid (10 atau lebih) duduk di susunan berbentuk
lingkaran, atau persegi, atau bentk U.
5. Gaya
klaster yakni sejumlah murid (biasanya 4-8 anak bekerja dalam kelompok kecil.[4]
PENDEKATAN MANAJEMEN KELAS DENGAN MENCIPTAKAN LINGKUNGAN PEMBELAJARAN
YANG POSITIF
Menciptakan
lingkungan yang positif untuk pembelajaran dapat membuat proses belajar
mengajar berjalan dengan baik dan lancar. Strategi umum untuk memberikan
lingkungan yang positif mencakup gaya otoritatif dan manajemen kelas secara
efektif. Guru yang otoritatif akan memiliki murid yang cenderung mandiri, tidak
cepat puas, mau bekerja sama dengan teman, dan menunjukkan penghargaan yang
tinggi.
Gaya
otoritatif berbeda dengan strategi otoritarian dan permisif yang tidak efektif.
Gaya manajemen kelas otoritarian adalah gaya yang restriktif dan punitif. Fokus
utamanya adalah menjaga ketertiban di kelas, bukan pada pengajaran dan pembelajaran.
Murid di kelas ini cenderung pasif. Gaya manajemen kelas yang permisif memberi
banyak otonomi pada murid tapi tidak memberi banyak dukungan untuk pengembangan
keahlian pembelajaran atau pengelolaan perilaku mereka. Murid di kelas ini
cenderung punya keahlian akademik yang tidak memadai dan kontrol diri yang
lain.
Menurut
Martynn Long ada tiga pendekatan dalam mengajar antara lain pendekatan formal,
pendekatan progressif dan pendekatan yang berpusat pada siswa. Dalam pendekatan
formal, guru menjadi pusat dalam proses belajar mengajar. Guru dianggap sebagai
pusat dan pengelola dari pengetahuan. Pendekatan progresif menekankan pada
kebebasan, kegiatan dan penemuan dalam belajar. Pendekatan yang berpusat pada
siswa memandang siswa sebagai pembelajar yang aktif dan bebas. Guru berfungsi
sebagai fasilitator.
Mengelola
aktivitas kelas secara efektif dapat dilakukan dengan:
1.
Menunjukkan seberapa jauh mereka
“mengikuti” Istilah ini dikenal dengan “withitness” untuk mendeskripsikan
strategi di mana mereka senantiasa mengikuti apa yang terjadi. Guru seperti ini
akan selalu memonitor murid secara reguler.
2.
Atasi situasi tumpang tindih secara
efektif dengan fokus kelompok (group focus). Mempertahankan fokus kelompok
berarti menjaga agar sebanyak mungkin siswa terlibat dalam kegiatan kelas yang
tepat dan menghindari mempersempit keterlibatan pada satu atau dua orang saja.
3.
Menjaga kelancaran dan kontinuitas
pelajaran dengan menjaga aliran pelajaran tetap lancar, mempertahankan minat
murid dan menjaga agar murid tidak mudah terganggu. Strategi ini dekenal dengan
istilah “movement management”. Movement management berarti menjaga agar
pelajaran dan kelompok bergerak dengan kecepatan yang tepat dan fleksibel
dengan transisi dan variasi yang lancar.[5]
4.
Membuat, mengajarkan, dan mempertahankan
aturan dan prosedur. Peraturan menyebutkan tindakan yang diharapkan dan
dilarang di kelas. Peraturan seringkali ditulis dan ditempelkan. Dalam menetapkan
peraturan, guru harus mempertimbangkan atmosfer seperti apa yang ingin
diciptakan. Peraturan yang diciptakan harus konsisten dengan peraturan sekolah
dan juga mengikuti prinsip-prinsip belajar. Prosedur sering disebut juga
rutinitas mendeskripsikan bagaimana berbagai kegiatan dilaksanakan di kelas,
tetapi mereka jarang tertulis, mereka hanyalah cara untuk menyelesaikan
berbagai hal di kelas.
5.
Mengajak murid untuk bekerja sama. Hal
ini dapat dilakukan dengan menjalin hubungan yang positif dengan siswa dan
mengajak siswa untuk berbagi dan mengemban tanggung jawab. Menjalin hubungan
yang positif dengan siswa dapat dilakukan dengan menunjukkan perhatian pada
murid. Perhatian menyebabkan kelas dirasakan aman dan nyaman bagi murid dan
mereka merasa diperlakukan secara adil. Dengan guru mengetahui kebutuhan dan
kecemasan murid dan juga punya keterampilan komunikasi yang baik dan
mengekspresikan perasaannya kepada murid secara efektif, atmosfer kelas akan menjadi
tenang dan santai.[6]
Selain itu mengajakmurid untuk berbagi dan mengemban tanggung jawab dalam
membuat keputusan kelas dipercaya akan meningkatkan komitmen atau kepatuhan
murid pada keputusan itu.
Komunikasi dan Partnership dengan Orang Tua Siswa
Beberapa
kesalahan dan kegagalan dalam proses pembelajaran di kelas salah satunya adalah
bentuk komunikasi yang kurang baik antara guru dengan siswa, dan dengan orang
tua siswa. Pakar komunikasi Michael Cronin (1993) mengatakan bahwa murid hanya
mendapat sedikit pengajaran tentang bentuk-bentuk komunikasi yang sering mereka
pakai. Mereka lebih banyak mendapat pelajaran membaca dan menulis, tetapi
jarang diberi pelajaran mendengar.[7]
Hal lain yang perlu diperhatikan untuk membangun karakter siswa yang baik demi
terciptanya pengelolaan kelas yang ideal yaitu melakukan kerja sama dengan
orang tua siswa.
Bentuk
komunikasi guru bukan hanya kepada siswa saja, melainkan terhadap orang tua
siswa juga perlu dilakukan. Hal ini berkaitan dengan pendidikan di luar
sekolah. Siswa yang kurang mendapat pengawasan akan memiliki tingkah laku yang
menyimpang. Hal ini bisa diatasi dengan peranan orang tua sebagai pengendali
sikap dan sifat anak yang menyimpang.
Guru
sebagai pendidik utama di sekolah berhak untuk menyampaikan segala jenis bentuk
tingkah laku anak di sekolah kepada orang tua siswa, agar orang tua ikut
berperan dalam pembentukan karakter anak yang baik. Komunikasi yang dilakukan oleh guru kepada
orang tua siswa biasanya dilakukan karena memiliki latar belakang yang kuat, misalnya
ada siswa yang nakal di kelas, atau jarang masuk kelas. Hal ini harus
disampaikan oleh guru kepada orang tua siswa agar orang tua mengetahui perilaku
siswa yang menyimpang ketika di sekolah.
Selain
itu, bentuk komunikasi yang terjadi antara guru dengan orang tua siswa akan
membantu guru dalam proses pembentukan manajemen kelas yang baik. Komunikasi
yang baik antara guru dengan orang tua siswa akan membuat orang tua siswa dapat
mengontrol anaknya ketika di rumah, hal ini dimaksudkan agar siswa melaksanakan
tugas yang diberikan oleh guru di sekolah. Selain itu, komunikasi yang baik
dalam bentuk kerja sama antara guru dengan orang tua siswa akan mengoptimalkan
peranan guru di sekolah.
Mengapa
seorang guru perlu menjalin kerja sama dengan orang tua siswa. Terkadang ada
siswa yang tidak dapat menjalin komunikasi yang baik dengan seorang guru, akan
tetapi siswa itu sangat patuh dengan orang tuanya di rumah, untuk itu guru
memerlukan orang tua sebagai mediator dalam pembentukan karakter anak didik
yang seperti ini. Biasanya guru menemukan beberapa anak yang memang memiliki
masalah eksternal maupun internal di kelas, misalnya saja suasana kelas yang
terlalu ramai, atau anak didik yang suka mengantuk di kelas. Pendekatan seorang
guru ketika menegur anak seperti ini haruslah tepat, jika tidak tepat anak
didik akan merasa tersinggung dan merasa malas mengikuti pelajaran guru
tersebut. Untuk itu guru harus mengambil tindakan yaitu menjalin kerja sama
dengan orang tua siswa tersebut agar menasehati anak tersebut secara halus,
sehingga dapat mengatasi masalah yang terjadi di kelas dan kegiatan
pembelajaran dapat berjalan dengan baik.
Menangani Gangguan Perilaku Ringan di Kelas
Siswa yang mengalami gangguan
perilaku disebabkan oleh beberapa hal. Penyebab-penyebab tersebut antara lain:
behavioral, psychodynamic, bio-psychosocial, dan eco-system. Dari faktor
behavioral, gangguan perilaku disebabkan karena proses pengamatan. Faktor psychodynamic
yakni gangguan perilaku disebabkan karena konflik yang tidak terpecahkan
kemungkinan mulai sejak masa kecil. Bio-psychosocial yakni gangguan perilaku
yang disebabkan oleh faktor biologis seperti ADHD atau autisme. Faktor
eco-system yakni gangguan perilaku sebagai hasil dari interaksi sosial.Sebaik
apa pun kita dalam membangun kondisi kelas yang nyaman, perilaku bermasalah
akan muncul, kita sebagai pendidik harus bisa menghadapinya dengan baik dan
efektif. Untuk itu kita harus melihat masalah tersebut dengan tepat agar solusi
yang digunakan tepat dan efektif.
Intervensi Minor.
Beberapa problem hanya memerlukan intervensi minor (kecil). Problem-problem ini
biasanya adalah perilaku yang biasanya mengganggu aktivitas
kelas dan proses belajar-mengaja. Misalnya, murid mungkin ribut sendiri,
meninggalkan tempat duduk tanpa izin, bercanda sendiri, atau makan permen di
kelas.(Evertson, Emmer & Worsham, 2003).[8]
Berikut cara yang efektif untuk menangani masalah tersebut.
·
Gunakan isyarat
nonverbal. Menjalin kontak mata dengan murid tersebut, lalu menggunakan jari
sebagai isyarat di letakkan di mulut, atau menggelengkan kepala, atau
menggunakan tangan sebagai isyarat berhenti.
·
Terus lanjutkan
aktivitas belajar. Terkadang ketika aktivitas berlangsung terlalu lama, banyak
murid yang bergerak ke sana-sini untuk berbicara dengan temannya. Strategi yang
baik bukanlah mengoreksi sikap murid, tetapi memulai pelajaran baru dengan
segera, agar murid memiliki perhatian lain.
·
Dekati murid. Saat
murid bersikap menyimpang, kita cukup mendekatinya, maka murid akan diam biasanya.
·
Arahkan perilaku. Jika
murid mengabaikan tugasnya, kita harus mengingatkan mereka. Kita bisa berkata
“baiklah, semua murid harus mengerjakan tugas tersebut”
·
Memberikan intruksi
yang dibutuhkan. Kadang murid melakukan kesalahan kecil saat mereka tidak
memahami cara mengerjakan suatu tugas. Biasanya murid yang tidak tahu akan
bertindak keliru, untuk itu kita harus mengontrol tugas siswa.
·
Menyuruh murid berhenti
dengan nada yang tegas. Petama kita menjalinn kontak mata dengan murid,
bersikaplah asertif, dan suruh murid hentikan tindakannya. Buat pernyataan singkat, dan pantau keadaan
sampai murid patuh.
·
Beri murid pilihan.
Beri tanggung jawab pada murid dengan mengatakan bahwa dia memiliki pilihan
yaitu bertindak benar atau menerima konsekuensi negatif.
Intervensi Moderat.
Beberapa perilaku yang salah memerlukan intervensi yang lebih kuat ketimbang
yang baru saja dideskripsikan di atas-misalnya, ketika murid menyalahgunakan
privilesenya, mengganggu aktivitas, cabut dari kelas, atau mengganggu pelajaran
dan mengganggu pekerjaan murid lain. Berikut ini beberapa intervensi moderat
untuk mengatasi problem jenis ini. (Evertson, Emmer & Worsham, 2003).[9]
·
Jangan beri privilese
atau aktivitas yang mereka inginkan. Biasanya kita akan menemukan murid yang
menyalahgunakan privilese yang mereka terima, seperti diperbolehkan berjalan
keliling kelas atau mengerjakan tugas bersama teman. Dalam hal seperti ini,
kita boleh mencabut privilese tersebut.
·
Buat perjanjian
behavioral. Jika muncul masalah dan murid tetap keras kepala, guru bisa merujuk
kesepakatan yang telah dibuat bersama. Perjanjian itu harus merefleksikan
masukan dari kedua belah pihak. Dalam beberapa kasus, guru bertindak sebagai
pihak ketiga, yakni sebagai saksi, yang menandatangani perjanjian.
·
Pisahkan atau keluarkan
murid dari kelas. Jika kita memilih cara seperti ini kita punya beberapa
pilihan. Pertama kita bisa menyuruh murid tetap di kelas, tetapi tidak diberi
akses kepenguatan positif; kedua mengeluarkan murid dari aktivitas kelas atau
mengeluarkannya dari kelas; ketiga menempatkan murid untuk berada ditempat yang
kita inginkan sampai waktu habis, dan memberitahukan kepada murid kesalahannya.
Setelah waktu hukuman selesai, kita harus melupakan tindakan murid tadi.
·
Kenakan hukuman atau
sanksi. Hukuman biasanya bisa berupa perintah untuk mengerjakan tugas
berkali-kali. Dalam pelajaran menulis, murid mungkin dihukum harus menulis
halaman tambahan. Masalah dalam penggunaan hukuman itu dapat membahayakan sikap
murid terhadap pokok persoalan.
Murid
yang bersalah bisa di masukkan ke detensi kurungan karena bertindak salah,
entah saat jam makan siang, selama istirahat, sebelum masuk sekolah, atau
setelah sekolah. Guru biasanya melakukan hukuman ini, jika murid kabur dari
kelas, membuang waktu, mengulangi pelanggaran yang kasar, tidak mengerjakan
tugas dan mengganggu kelas. Pengurungan bisa dilakukan di kelas atau di ruang
guru dengan kita mengawasi anak tersebut. Lamanya pengurungan tidak boleh
terlalu lama, hanya 10 sampai 15 menit saja. Selama mengurung anak itu, kita
mengawasi dan memberikan teguran ke arah yang positif agar anak itu berubah
dari perilakunya yang negatif itu.
Cara Lain Untuk Menghadapi Masalah Tersebut
·
Mediasi
Teman Sebaya. Teman seusia terkadang dapat berperan
aktif dalam menangani masalah tersebut. Ucapan teman biasanya lebih mengena di
antara teman lain, dan bisa mengubah perilaku maupun sikap seorang siswa, baik
ke arah positif maupun arah negatif.
·
Konferensi
guru-orang tua. Kita bisa menelepon orang tua
siswa jika anaknya memiliki masalah di sekolah dan mengadakan rapat kepada
orang tua siswa tersebut. Hal yang perlu diingat ketika mengadakan rapat dengan
orang tua, jangan membuat orang tua merasa bersalah atas sikap anaknya di
sekolah, kita cukup mendeskripsikan sikap anak tersebut kepada orang tuanya.
·
Meminta
bantuan kepada kepala sekolah atau konselor.
Banyak sekolah yang memiliki caranya masing-masing jika seorang guru sudah
tidak bisa mengontrol sikap anak didik di kelas. Murid bisa dipertemukan dengan
kepala sekolah atau konselor untuk mendapatkan teguran atau hukuman.
·
Cari
mentor. Tidak semua anak didik berasal dari
golongan yang mampu, artinya ada sebagian anak didik yang berasal dari keluarga
yang kurang mampu, untuk itu perlu dicarikan mentor atau orang yang membimbing
anak tersebut serta memberikan motivasi yang baik kepada anak tersebut agar
berubah dari perilakunya. Anak itu biasanya sudah memiliki sugesti yang kurang
baik di dalam dirinya, sehingga anak itu menjadi malas dalam belajar.
Menangani Gangguan Perilaku yang Lebih Serius
Menghadapi Agresi
Kekerasan
di sekolah telah menjadi perhatian besar, artinya tindakan seperti ini harus
segera ditangani dengan serius. Sudah lazim apabila dalam lingkungan sekolah
ada murid yang terlibat perkelahian dengan teman sebayanya dan terjadi saling
ejek antar teman. Perilaku seperti ini dapat menimbulkan kecemasan dan
kemarahan, yang paling penting dalam menghadapi masalah seperti ini adalah
ketenangan dan menghindari debat atau konfrontasi penuh emosi agar bisa
memecahkan konflik dengan baik. Berikut akan dibahas beberapa konflik yang
biasa terjadi di lingkungan sekolah.
Perkelahian.
Pakar manajemen kelas Carolyn Evertson dan rekan-rekannnya (Evertson, Emmer
& Worsham, 2003) memberi rekomendasi untuk mengatasi murid-murid yang
berkelahi. Di sekolah dasar mungkin kita bisa menangani perkelahian yang
terjadi pada siswa sendiri, namun hal ini tidak berlaku jika kita ingin
menangani perkelahian pada siswa tingkat SMA. Dalam hal ini kita memerlukan
bantuan orang dewasa lainnya untuk menghentikan perkelahian. Umumnya menangani
perkelahian yang terjadi pada anak SMA kita terlebih dahulu mendamaikan kedua
belah pihak yang bertengkar dan menenangkan kedua pihak tersebut. Kemudian kita
harus pertemukan kedua belah pihak yang berkelahi, serta menyelidiki terjadinya
perkelahian tersebut.
Setelah
mendapatkan informasi dari kedua belah pihak yang berkelahi, kita harus
menemukan saksi atas terjadinya perkelahian tersebut untuk memeroleh
kebenarannya. Setelah itu pertemukan pihak yang berkelahi dan memberitahu bahwa
perkelahian itu tidak baik dan merupakan tindakan yang salah, serta
memberitahukan pentingnya memahami orang lain dan bekerja sama dalam hal yang
positif. Apabila dalam hal ini masih terulang peristiwa yang sama, maka kita
perlu memanggil kedua orang tua yang berkelahi, agar di rumah anak ini
mendapatkan peringatan dari kedua orang tua, bahwa tindakan seperti itu tidak
baik dan salah.
Tindakan
lain yang sering terjadi di sekolah yaitu bullying. Banyak murid yang menjadi
korban ploncoan (bullies). Sasaran
utama bullying adalah anak laki-laki bukan perempuan. Dalam sebuah penelitian
sebuah survei nasional terhadap lebih dari 15.000 murid dari grade satu hingga sepuluh, hampir satu
dari tiga murid mengatakan bahwa mereka pernah menjadi korban dalam tindak
bullying (Nansel dkk., 2001).[10]
Dalam suatub studi, bullying didefinisikan sebagai tindakan verbal atau fisik
yang dimaksudkan untuk mengganggu orang lain yang lebih lemah.[11]
Anak-anak
yang dirinya dihina akan merasa sulit mendapatkan teman dalam bergaul dan tidak
memiliki teman untuk berbicara, sedangkan orang yang melakukan tindakan
bullying biasanya anak-anak yang memiliki prestasi rendah, suka merokok, dan
suka meminum-minuman yang mengandung alkohol. Dampak dari peristiwa bullying
ini, akan menyebabkan murid yang terkena tindak bullying akan merasa tertekan
selama sekolah dan kehilangan minat untuk sekolah dengan serius. Untuk itu,
demi mengurangi tindakan bullying di sekolah, seorang guru harus aktif untuk
mengontrol sikap anak didiknya selama di sekolah maupun di luar sekolah.
Apabila terjadi bullying di lingkungan sekolah, seorang guru harus berindak
cepat dan tegas untuk menindak tegas siswa yang melakukan bullying tersebut.
Pembangkangan atau
Permusuhan Terhadapt Guru. Edmund Emmer dan
rekan-rekannya (Emmer, Evertson, & Worsham, 2003) mendiskusikan strategi
untuk menghadapi murid yang membangkan atau memusuhi anda. Jika murid dibiarkan
berlaku seperti itu, kemungkinan kelakuannya bisa saja berlanjut ke arah yang
lebih jauh dan menyimpang dari tindakan sebelumnya. Jika kita menemukan murid
yang seperti ini, usahakan kita harus menanganinya sendiri terlebih dahulu.
Jika pembangkangannya terjadi pada jam pelajaran, maka kita harus bisa
menenangkan kelas kita terlebih dahulu, setelah jam selesai kita perlu
memanggil murid yang berselisih dengan kita sebagai pendidik untuk memastikan
apa permasalahannya. Jika murid yang membangkang bersikap ekstrim, kita perlu
meminta bantuan guru BK atau kepala sekolah untuk menyelesaikan masalah ini.
Menghadapi kasus seperti ini, kita harus
bisa keluar dari kemarahan dan jangan sampai terbawa emosi. Hal yang terpenting
harus bisa bersikap tenang dalam menghadapi masalah seperti ini.
D.
Kesimpulan
Manajemen
kelas yang efektif akan memaksimalkan kesempatan pembelajaran murid (Charles,
2002; Everstson, Emmer, & Worsham, 2003). Para pakar menyatakan bahwa
pengaplikasian dan pengontrolan murid akan memaksimalkan kognitif pada anak
didik. Manajemen kelas yang berorientasi supaya murid bersikap pasif dan patuh
pada aturan yang ketat dapat melemahkan keterlibatan murid dalam pembelajaran
yang aktif. Model pembelajaran yang baru, bukanlah mengarah pada mode permisif.
Penekanan pada perhatian dan regulasi diri murid bukan berarti guru tidak
bertanggung jawab atas apa yang terjadi di kelas (Emmer & Stough, 2011)
Ketika
kita mengkaji berbagai aspek manajemen kelas, hal yang paling penting yang
perlu kita ingat yaitu musyawarah dan kerja sama dengan anggota staf lain. Hal
lain yang perlu diperhatikan dalam manajemen kelas, kita harus menyadari bahwa
kita adalah bagian dari konteks kultur sekolah yang lebih luas, dan menunjukkan
sikap disiplin sebagai cerminan kebijakan sekolah.
Glosarium
Permisif. bersifat
terbuka (serba membolehkan; suka mengizinkan)
Regulasi. Pengaturan
Intervensi. Campur tangan
dl perselisihan antara dua pihak (orang, golongan, negara, dsb)
Privilese. Hak istimewa
Detensi.penahanan; penawanan
Konselor.orang yg melayani
konseling; penasihat; penyuluh
DAFTAR PUSTAKA
Bentham, S.
(2002). Psychology and Education. New
York: Routledge
Long, M. (2000).
The Psychology of Education. New
York: Routledge Falmer.
Santrock, J. W.
(2004). Educational Psychology.
Boston: Mc Graw Hill.
Woolfolk, A.
(2009). Educational Psychology.
Boston: Pearson.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar