Kamis, 20 November 2014

Classroom Management



PSIKOLOGI PENDIDIKAN
(Classroom Management)
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ_a-kjk6wlarPA9r9EnLMh_27n4bdKwVRKGGSr9HPUJB098dhJoQ
Makalah Ini Disusun Sebagai Tugas Kelompok Mata Kuliah Psikologi Pendidikan

Dosen Pengampu:
Dr. Asep Supena, M.Psi

Oleh:
Tanti Sri Kuswiyanti (No Reg. 7316130289 )
Syihaabul Hudaa (No Reg. 7316130287)


PENDIDIKAN BAHASA
PROGRAM PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2014
A.           Pendahuluan
Manajemen kelas merupakan salah satu kemampuan esensial yang harus dimiliki guru. Menurut Eggen dan Kauchack (2004) ada empat kemampuan esensial yang harus dimiliki oleh guru antara lain:
1.      knowledge of content yakni mengetahui materi yang akan diajar.
2.      pedagogical content knowledge yakni mengetahui bagaimana cara menyajikan materi agar mudah dipahami.
3.      general pedagogical knowledge yakni mengetahui strategi pembelajaran salah satunya adalah manajemen kelas.
4.      knowledge of learner and learning yakni mengetahui siswa dan proses belajar.
Di dalam makalah ini akan dibahas berbagai pandangan, definisi, dan tujuan dari menejemen kelas. Pentingnya kemampuan komunikasi juga akan diulas serta bagaimana cara menghadapi perilaku anak yang mengganggu. Dengan memahami dan menguasai kemampuan dalam menejemen kelas, guru akan dapat mengelola kelasnya dengan baik sehingga proses belajar-mengajar dapat berjalan dengan lancar.

B.            Masalah yang Dibahas
Masalah yang dibahas dalam makalah ini antara lain:
1.                   Apa pengertian dan tujuan dari menejemen kelas?
2.                  Pendekatan-pendekatan apa sajakah yang digunakan dalam menejemen kelas?
3.                   Bagaimana kemampuan komunikatif dalam menejemen kelas?
4.                  Bagaimana mengatasi perilaku siswa yang mengganggu di dalam menejemen kelas?

C.           Pembahasan
Classroom menejemen dapat diartikan menejemen kelas. Menejemen kelas merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam mengelola kelas.  Menejemen kelas yang efektif akan menciptakan proses belajar mengajar yang optimal. Ada beberapa perbedaan dalam pemikiran tentang cara terbaik untuk mengelola kelas. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain:
a.       pandangan lama menekankan pada penciptaan dan penerapan aturan untuk mengontrol perilaku siswa sedangkan pandangan yang baru memfokuskan pada kebutuhan murid untuk mengembangkan hubungan dan kesempatan untuk menata diri.
b.      pandangan lama yang mengorientasikan murid pada sikap pasif dan patuh pada aturan ketat dapat melemahkan keterlibatan murid dalam pembelajaran aktif, pemikiran, dan konstruksi pengetahuan sosial sedangkan pandangan baru dalam manajemen kelas lebih menekankan pada pembimbingan murid untuk menjadi lebih mau berdisiplin diri dan tidak terlalu menekankan pada kontrol eksternal atas murid.
c.       Dalam pandangan lama guru dianggap sebagai pengatur sedangkan dalam pandangan baru guru lebih dianggap sebagai pemandu, koordinator dan fasilitator.
TUJUAN MENEJEMEN KELAS


Ada empat alasan mengapa kelas harus dikelola dengan baik. Alasan yang pertama adalah tersedianya lebih banyak waktu untuk pembelajaran. Salah satu tujuan penting manajemen kelas adalah memperbanyak menit yang disediakan untuk pembelajaran dan mengurangi waktu aktifitas yang tidak diorientasikan pada tujuan. Hal ini disebut allocated time.Waktu yang digunakan untuk terlibat aktif dalam tugas belajar tertentu sering disebut engaged time. Engaged time tidak menjamin pembelajaran. Siswa mungkin berjuang dengan materi yang terlalu sulit atau menggunakan strategibelajar yang keliru. Academic learning time adalah waktu yang digunakan oleh siswa untuk bekerja dengan tingkat kesuksesan yang tinggi. Tujuan manajemen kelas lainnya adalah untuk meningkatkan academic learning time dengan menjaga agar siswa tetap terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar yang berfaedah dan tepat[1].
Alasan kedua mengapa kelas harus dikelola dengan baik adalah memberikan akses ke pembelajaran kepada seluruh siswa. Cara untuk  memberikan akses ke pembelajaran kepada seluruh siswa adalah dengan memastikan bahwa setiap orang  tahu bagaimana cara berpartisipasi di berbagai kegiatan kelas. Kuncinya adalah kesadaran.
Alasan ketiga mengapa kelas harus dikelola dengan  baik adalah membantu siswa untuk menjadi lebih mampu mengelola dirinya (manajeman untuk self-management). Maksud dari kedisiplinan adalah self-control. Siswa belajar self-control dengan membuat pilihan-pilihan dan menghadapi konsekuensinya, menetapkan tujuan dan prioritas, mengelola waktu, berkolaborasi untuk belajar, memediasi perselisihan dan mendamaikan, dan mengembangkan hubungan yang saling memercayai dengan guru dan teman sekelasnya.[2]
 Tujuan manajemen kelas yang terakhir adalah mencegah siswa mengalami problem akademik dan emosional.Kelas yang dikelola dengan baik tidak hanya akan meningkatkan proses pembelajaran tetapi juga membantu mencegah berkembangnya problem emosional dan akademik. Kelas yang dikelola dengan baik akan memberikan aktifitas dimana siswa menjadi terserapkedalamnya dan termotivasi untuk belajar dan memahami aturan dan regulasi yang harus dipatuhi. Dalam kelas seperti itu murid kecil kemungkinannya mengalami masalah emosional dan akademik.[3]


PENDEKATAN MANAJEMEN KELAS DENGAN MENDESAIN LINGKUNGAN FISIK KELAS


Di dalam manajemen kelas desain lingkungan fisik kelas lebih dari sekedar penataan barang di kelas. Ruang kelas yang baik akan mengundang dan mendukung proses belajar-mengajar yang positif. Ada empat prinsip dalam penataan kelas. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1.      Kurangi kepadatan di tempat lalu lalang.
2.      Pastikan guru dapat dengan mudah melihat semua siswa.
3.      Materi pengajaran dan perlengkapan siswa harus mudah diakses.
4.      Pastikan murid dapat dengan mudah melihat semua presentasi kelas.
Dalam kaitannya dengan penataan kelas, ada dua cara dasar untuk mengorganisasikan ruang yakni wilayah teritorial pribadi dan wilayah minat. Ada pula gaya penataan kelas yang lainnya antara lain:
1.      Gaya auditorium yakni semua murid menghadap guru. Penataan ini membatasi kontak murid tatap muka dan guru bebas bergerak ke mana saja. Gaya auditorium sering dipakai ketika guru mengajar atau seseorang memberikan presentasi di kelas.
2.      Gaya tatap muka yakni murid saling menghadap.
3.      Gaya off-set yakni sejumlah murid (biasanya tiga atau empat anak) duduk di bangku tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama lain.
4.      Gaya seminar yakni sejumlah besar murid (10 atau lebih) duduk di susunan berbentuk lingkaran, atau persegi, atau bentk U.
5.      Gaya klaster yakni sejumlah murid (biasanya 4-8 anak bekerja dalam kelompok kecil.[4]

PENDEKATAN MANAJEMEN KELAS  DENGAN MENCIPTAKAN LINGKUNGAN PEMBELAJARAN YANG POSITIF

Menciptakan lingkungan yang positif untuk pembelajaran dapat membuat proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan lancar. Strategi umum untuk memberikan lingkungan yang positif mencakup gaya otoritatif dan manajemen kelas secara efektif. Guru yang otoritatif akan memiliki murid yang cenderung mandiri, tidak cepat puas, mau bekerja sama dengan teman, dan menunjukkan penghargaan yang tinggi.

Gaya otoritatif berbeda dengan strategi otoritarian dan permisif yang tidak efektif. Gaya manajemen kelas otoritarian adalah gaya yang restriktif dan punitif. Fokus utamanya adalah menjaga ketertiban di kelas, bukan pada pengajaran dan pembelajaran. Murid di kelas ini cenderung pasif. Gaya manajemen kelas yang permisif memberi banyak otonomi pada murid tapi tidak memberi banyak dukungan untuk pengembangan keahlian pembelajaran atau pengelolaan perilaku mereka. Murid di kelas ini cenderung punya keahlian akademik yang tidak memadai dan kontrol diri yang lain.

Menurut Martynn Long ada tiga pendekatan dalam mengajar antara lain pendekatan formal, pendekatan progressif dan pendekatan yang berpusat pada siswa. Dalam pendekatan formal, guru menjadi pusat dalam proses belajar mengajar. Guru dianggap sebagai pusat dan pengelola dari pengetahuan. Pendekatan progresif menekankan pada kebebasan, kegiatan dan penemuan dalam belajar. Pendekatan yang berpusat pada siswa memandang siswa sebagai pembelajar yang aktif dan bebas. Guru berfungsi sebagai fasilitator.
Mengelola aktivitas kelas secara efektif dapat dilakukan dengan:
1.      Menunjukkan seberapa jauh mereka “mengikuti” Istilah ini dikenal dengan “withitness” untuk mendeskripsikan strategi di mana mereka senantiasa mengikuti apa yang terjadi. Guru seperti ini akan selalu memonitor murid secara reguler.
2.      Atasi situasi tumpang tindih secara efektif dengan fokus kelompok (group focus). Mempertahankan fokus kelompok berarti menjaga agar sebanyak mungkin siswa terlibat dalam kegiatan kelas yang tepat dan menghindari mempersempit keterlibatan pada satu atau dua orang saja.
3.      Menjaga kelancaran dan kontinuitas pelajaran dengan menjaga aliran pelajaran tetap lancar, mempertahankan minat murid dan menjaga agar murid tidak mudah terganggu. Strategi ini dekenal dengan istilah “movement management”. Movement management berarti menjaga agar pelajaran dan kelompok bergerak dengan kecepatan yang tepat dan fleksibel dengan transisi dan variasi yang lancar.[5]
4.      Membuat, mengajarkan, dan mempertahankan aturan dan prosedur. Peraturan menyebutkan tindakan yang diharapkan dan dilarang di kelas. Peraturan seringkali ditulis dan ditempelkan. Dalam menetapkan peraturan, guru harus mempertimbangkan atmosfer seperti apa yang ingin diciptakan. Peraturan yang diciptakan harus konsisten dengan peraturan sekolah dan juga mengikuti prinsip-prinsip belajar. Prosedur sering disebut juga rutinitas mendeskripsikan bagaimana berbagai kegiatan dilaksanakan di kelas, tetapi mereka jarang tertulis, mereka hanyalah cara untuk menyelesaikan berbagai hal di kelas.
5.      Mengajak murid untuk bekerja sama. Hal ini dapat dilakukan dengan menjalin hubungan yang positif dengan siswa dan mengajak siswa untuk berbagi dan mengemban tanggung jawab. Menjalin hubungan yang positif dengan siswa dapat dilakukan dengan menunjukkan perhatian pada murid. Perhatian menyebabkan kelas dirasakan aman dan nyaman bagi murid dan mereka merasa diperlakukan secara adil. Dengan guru mengetahui kebutuhan dan kecemasan murid dan juga punya keterampilan komunikasi yang baik dan mengekspresikan perasaannya kepada murid secara efektif, atmosfer kelas akan menjadi tenang dan santai.[6] Selain itu mengajakmurid untuk berbagi dan mengemban tanggung jawab dalam membuat keputusan kelas dipercaya akan meningkatkan komitmen atau kepatuhan murid pada keputusan itu.

Komunikasi dan Partnership dengan Orang Tua Siswa
Beberapa kesalahan dan kegagalan dalam proses pembelajaran di kelas salah satunya adalah bentuk komunikasi yang kurang baik antara guru dengan siswa, dan dengan orang tua siswa. Pakar komunikasi Michael Cronin (1993) mengatakan bahwa murid hanya mendapat sedikit pengajaran tentang bentuk-bentuk komunikasi yang sering mereka pakai. Mereka lebih banyak mendapat pelajaran membaca dan menulis, tetapi jarang diberi pelajaran mendengar.[7] Hal lain yang perlu diperhatikan untuk membangun karakter siswa yang baik demi terciptanya pengelolaan kelas yang ideal yaitu melakukan kerja sama dengan orang tua siswa.
Bentuk komunikasi guru bukan hanya kepada siswa saja, melainkan terhadap orang tua siswa juga perlu dilakukan. Hal ini berkaitan dengan pendidikan di luar sekolah. Siswa yang kurang mendapat pengawasan akan memiliki tingkah laku yang menyimpang. Hal ini bisa diatasi dengan peranan orang tua sebagai pengendali sikap dan sifat anak yang menyimpang.
Guru sebagai pendidik utama di sekolah berhak untuk menyampaikan segala jenis bentuk tingkah laku anak di sekolah kepada orang tua siswa, agar orang tua ikut berperan dalam pembentukan karakter anak yang baik.  Komunikasi yang dilakukan oleh guru kepada orang tua siswa biasanya dilakukan karena memiliki latar belakang yang kuat, misalnya ada siswa yang nakal di kelas, atau jarang masuk kelas. Hal ini harus disampaikan oleh guru kepada orang tua siswa agar orang tua mengetahui perilaku siswa yang menyimpang ketika di sekolah.
Selain itu, bentuk komunikasi yang terjadi antara guru dengan orang tua siswa akan membantu guru dalam proses pembentukan manajemen kelas yang baik. Komunikasi yang baik antara guru dengan orang tua siswa akan membuat orang tua siswa dapat mengontrol anaknya ketika di rumah, hal ini dimaksudkan agar siswa melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru di sekolah. Selain itu, komunikasi yang baik dalam bentuk kerja sama antara guru dengan orang tua siswa akan mengoptimalkan peranan guru di sekolah.
Mengapa seorang guru perlu menjalin kerja sama dengan orang tua siswa. Terkadang ada siswa yang tidak dapat menjalin komunikasi yang baik dengan seorang guru, akan tetapi siswa itu sangat patuh dengan orang tuanya di rumah, untuk itu guru memerlukan orang tua sebagai mediator dalam pembentukan karakter anak didik yang seperti ini. Biasanya guru menemukan beberapa anak yang memang memiliki masalah eksternal maupun internal di kelas, misalnya saja suasana kelas yang terlalu ramai, atau anak didik yang suka mengantuk di kelas. Pendekatan seorang guru ketika menegur anak seperti ini haruslah tepat, jika tidak tepat anak didik akan merasa tersinggung dan merasa malas mengikuti pelajaran guru tersebut. Untuk itu guru harus mengambil tindakan yaitu menjalin kerja sama dengan orang tua siswa tersebut agar menasehati anak tersebut secara halus, sehingga dapat mengatasi masalah yang terjadi di kelas dan kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik.

Menangani Gangguan Perilaku Ringan di Kelas
            Siswa yang mengalami gangguan perilaku disebabkan oleh beberapa hal. Penyebab-penyebab tersebut antara lain: behavioral, psychodynamic, bio-psychosocial, dan eco-system. Dari faktor behavioral, gangguan perilaku disebabkan karena proses pengamatan. Faktor psychodynamic yakni gangguan perilaku disebabkan karena konflik yang tidak terpecahkan kemungkinan mulai sejak masa kecil. Bio-psychosocial yakni gangguan perilaku yang disebabkan oleh faktor biologis seperti ADHD atau autisme. Faktor eco-system yakni gangguan perilaku sebagai hasil dari interaksi sosial.Sebaik apa pun kita dalam membangun kondisi kelas yang nyaman, perilaku bermasalah akan muncul, kita sebagai pendidik harus bisa menghadapinya dengan baik dan efektif. Untuk itu kita harus melihat masalah tersebut dengan tepat agar solusi yang digunakan tepat dan efektif.
Intervensi Minor. Beberapa problem hanya memerlukan intervensi minor (kecil). Problem-problem ini biasanya adalah perilaku yang biasanya mengganggu aktivitas kelas dan proses belajar-mengaja. Misalnya, murid mungkin ribut sendiri, meninggalkan tempat duduk tanpa izin, bercanda sendiri, atau makan permen di kelas.(Evertson, Emmer & Worsham, 2003).[8] Berikut cara yang efektif untuk menangani masalah tersebut.
·         Gunakan isyarat nonverbal. Menjalin kontak mata dengan murid tersebut, lalu menggunakan jari sebagai isyarat di letakkan di mulut, atau menggelengkan kepala, atau menggunakan tangan sebagai isyarat berhenti.
·         Terus lanjutkan aktivitas belajar. Terkadang ketika aktivitas berlangsung terlalu lama, banyak murid yang bergerak ke sana-sini untuk berbicara dengan temannya. Strategi yang baik bukanlah mengoreksi sikap murid, tetapi memulai pelajaran baru dengan segera, agar murid memiliki perhatian lain.
·         Dekati murid. Saat murid bersikap menyimpang, kita cukup mendekatinya, maka murid akan diam  biasanya.
·         Arahkan perilaku. Jika murid mengabaikan tugasnya, kita harus mengingatkan mereka. Kita bisa berkata “baiklah, semua murid harus mengerjakan tugas tersebut”
·         Memberikan intruksi yang dibutuhkan. Kadang murid melakukan kesalahan kecil saat mereka tidak memahami cara mengerjakan suatu tugas. Biasanya murid yang tidak tahu akan bertindak keliru, untuk itu kita harus mengontrol tugas siswa.
·         Menyuruh murid berhenti dengan nada yang tegas. Petama kita menjalinn kontak mata dengan murid, bersikaplah asertif, dan suruh murid hentikan tindakannya.  Buat pernyataan singkat, dan pantau keadaan sampai murid patuh.
·         Beri murid pilihan. Beri tanggung jawab pada murid dengan mengatakan bahwa dia memiliki pilihan yaitu bertindak benar atau menerima konsekuensi negatif.
Intervensi Moderat. Beberapa perilaku yang salah memerlukan intervensi yang lebih kuat ketimbang yang baru saja dideskripsikan di atas-misalnya, ketika murid menyalahgunakan privilesenya, mengganggu aktivitas, cabut dari kelas, atau mengganggu pelajaran dan mengganggu pekerjaan murid lain. Berikut ini beberapa intervensi moderat untuk mengatasi problem jenis ini. (Evertson, Emmer & Worsham, 2003).[9]
·         Jangan beri privilese atau aktivitas yang mereka inginkan. Biasanya kita akan menemukan murid yang menyalahgunakan privilese yang mereka terima, seperti diperbolehkan berjalan keliling kelas atau mengerjakan tugas bersama teman. Dalam hal seperti ini, kita boleh mencabut privilese tersebut.
·         Buat perjanjian behavioral. Jika muncul masalah dan murid tetap keras kepala, guru bisa merujuk kesepakatan yang telah dibuat bersama. Perjanjian itu harus merefleksikan masukan dari kedua belah pihak. Dalam beberapa kasus, guru bertindak sebagai pihak ketiga, yakni sebagai saksi, yang menandatangani perjanjian.
·         Pisahkan atau keluarkan murid dari kelas. Jika kita memilih cara seperti ini kita punya beberapa pilihan. Pertama kita bisa menyuruh murid tetap di kelas, tetapi tidak diberi akses kepenguatan positif; kedua mengeluarkan murid dari aktivitas kelas atau mengeluarkannya dari kelas; ketiga menempatkan murid untuk berada ditempat yang kita inginkan sampai waktu habis, dan memberitahukan kepada murid kesalahannya. Setelah waktu hukuman selesai, kita harus melupakan tindakan murid tadi.
·         Kenakan hukuman atau sanksi. Hukuman biasanya bisa berupa perintah untuk mengerjakan tugas berkali-kali. Dalam pelajaran menulis, murid mungkin dihukum harus menulis halaman tambahan. Masalah dalam penggunaan hukuman itu dapat membahayakan sikap murid terhadap pokok persoalan.
Murid yang bersalah bisa di masukkan ke detensi kurungan karena bertindak salah, entah saat jam makan siang, selama istirahat, sebelum masuk sekolah, atau setelah sekolah. Guru biasanya melakukan hukuman ini, jika murid kabur dari kelas, membuang waktu, mengulangi pelanggaran yang kasar, tidak mengerjakan tugas dan mengganggu kelas. Pengurungan bisa dilakukan di kelas atau di ruang guru dengan kita mengawasi anak tersebut. Lamanya pengurungan tidak boleh terlalu lama, hanya 10 sampai 15 menit saja. Selama mengurung anak itu, kita mengawasi dan memberikan teguran ke arah yang positif agar anak itu berubah dari perilakunya yang negatif itu.
Cara Lain Untuk Menghadapi Masalah Tersebut
·         Mediasi Teman Sebaya. Teman seusia terkadang dapat berperan aktif dalam menangani masalah tersebut. Ucapan teman biasanya lebih mengena di antara teman lain, dan bisa mengubah perilaku maupun sikap seorang siswa, baik ke arah positif maupun arah negatif.
·         Konferensi guru-orang tua. Kita bisa menelepon orang tua siswa jika anaknya memiliki masalah di sekolah dan mengadakan rapat kepada orang tua siswa tersebut. Hal yang perlu diingat ketika mengadakan rapat dengan orang tua, jangan membuat orang tua merasa bersalah atas sikap anaknya di sekolah, kita cukup mendeskripsikan sikap anak tersebut kepada orang tuanya.
·         Meminta bantuan kepada kepala sekolah atau konselor. Banyak sekolah yang memiliki caranya masing-masing jika seorang guru sudah tidak bisa mengontrol sikap anak didik di kelas. Murid bisa dipertemukan dengan kepala sekolah atau konselor untuk mendapatkan teguran atau hukuman.
·         Cari mentor. Tidak semua anak didik berasal dari golongan yang mampu, artinya ada sebagian anak didik yang berasal dari keluarga yang kurang mampu, untuk itu perlu dicarikan mentor atau orang yang membimbing anak tersebut serta memberikan motivasi yang baik kepada anak tersebut agar berubah dari perilakunya. Anak itu biasanya sudah memiliki sugesti yang kurang baik di dalam dirinya, sehingga anak itu menjadi malas dalam belajar.

Menangani Gangguan Perilaku yang Lebih Serius
Menghadapi Agresi
Kekerasan di sekolah telah menjadi perhatian besar, artinya tindakan seperti ini harus segera ditangani dengan serius. Sudah lazim apabila dalam lingkungan sekolah ada murid yang terlibat perkelahian dengan teman sebayanya dan terjadi saling ejek antar teman. Perilaku seperti ini dapat menimbulkan kecemasan dan kemarahan, yang paling penting dalam menghadapi masalah seperti ini adalah ketenangan dan menghindari debat atau konfrontasi penuh emosi agar bisa memecahkan konflik dengan baik. Berikut akan dibahas beberapa konflik yang biasa terjadi di lingkungan sekolah.
Perkelahian. Pakar manajemen kelas Carolyn Evertson dan rekan-rekannnya (Evertson, Emmer & Worsham, 2003) memberi rekomendasi untuk mengatasi murid-murid yang berkelahi. Di sekolah dasar mungkin kita bisa menangani perkelahian yang terjadi pada siswa sendiri, namun hal ini tidak berlaku jika kita ingin menangani perkelahian pada siswa tingkat SMA. Dalam hal ini kita memerlukan bantuan orang dewasa lainnya untuk menghentikan perkelahian. Umumnya menangani perkelahian yang terjadi pada anak SMA kita terlebih dahulu mendamaikan kedua belah pihak yang bertengkar dan menenangkan kedua pihak tersebut. Kemudian kita harus pertemukan kedua belah pihak yang berkelahi, serta menyelidiki terjadinya perkelahian tersebut.
Setelah mendapatkan informasi dari kedua belah pihak yang berkelahi, kita harus menemukan saksi atas terjadinya perkelahian tersebut untuk memeroleh kebenarannya. Setelah itu pertemukan pihak yang berkelahi dan memberitahu bahwa perkelahian itu tidak baik dan merupakan tindakan yang salah, serta memberitahukan pentingnya memahami orang lain dan bekerja sama dalam hal yang positif. Apabila dalam hal ini masih terulang peristiwa yang sama, maka kita perlu memanggil kedua orang tua yang berkelahi, agar di rumah anak ini mendapatkan peringatan dari kedua orang tua, bahwa tindakan seperti itu tidak baik dan salah.
Tindakan lain yang sering terjadi di sekolah yaitu bullying. Banyak murid yang menjadi korban ploncoan (bullies). Sasaran utama bullying adalah anak laki-laki bukan perempuan. Dalam sebuah penelitian sebuah survei nasional terhadap lebih dari 15.000 murid dari grade satu hingga sepuluh, hampir satu dari tiga murid mengatakan bahwa mereka pernah menjadi korban dalam tindak bullying (Nansel dkk., 2001).[10] Dalam suatub studi, bullying didefinisikan sebagai tindakan verbal atau fisik yang dimaksudkan untuk mengganggu orang lain yang lebih lemah.[11]
Anak-anak yang dirinya dihina akan merasa sulit mendapatkan teman dalam bergaul dan tidak memiliki teman untuk berbicara, sedangkan orang yang melakukan tindakan bullying biasanya anak-anak yang memiliki prestasi rendah, suka merokok, dan suka meminum-minuman yang mengandung alkohol. Dampak dari peristiwa bullying ini, akan menyebabkan murid yang terkena tindak bullying akan merasa tertekan selama sekolah dan kehilangan minat untuk sekolah dengan serius. Untuk itu, demi mengurangi tindakan bullying di sekolah, seorang guru harus aktif untuk mengontrol sikap anak didiknya selama di sekolah maupun di luar sekolah. Apabila terjadi bullying di lingkungan sekolah, seorang guru harus berindak cepat dan tegas untuk menindak tegas siswa yang melakukan bullying tersebut.

Pembangkangan atau Permusuhan Terhadapt Guru. Edmund Emmer dan rekan-rekannya (Emmer, Evertson, & Worsham, 2003) mendiskusikan strategi untuk menghadapi murid yang membangkan atau memusuhi anda. Jika murid dibiarkan berlaku seperti itu, kemungkinan kelakuannya bisa saja berlanjut ke arah yang lebih jauh dan menyimpang dari tindakan sebelumnya. Jika kita menemukan murid yang seperti ini, usahakan kita harus menanganinya sendiri terlebih dahulu. Jika pembangkangannya terjadi pada jam pelajaran, maka kita harus bisa menenangkan kelas kita terlebih dahulu, setelah jam selesai kita perlu memanggil murid yang berselisih dengan kita sebagai pendidik untuk memastikan apa permasalahannya. Jika murid yang membangkang bersikap ekstrim, kita perlu meminta bantuan guru BK atau kepala sekolah untuk menyelesaikan masalah ini. Menghadapi kasus seperti ini,  kita harus bisa keluar dari kemarahan dan jangan sampai terbawa emosi. Hal yang terpenting harus bisa bersikap tenang dalam menghadapi masalah seperti ini.

D.           Kesimpulan
Manajemen kelas yang efektif akan memaksimalkan kesempatan pembelajaran murid (Charles, 2002; Everstson, Emmer, & Worsham, 2003). Para pakar menyatakan bahwa pengaplikasian dan pengontrolan murid akan memaksimalkan kognitif pada anak didik. Manajemen kelas yang berorientasi supaya murid bersikap pasif dan patuh pada aturan yang ketat dapat melemahkan keterlibatan murid dalam pembelajaran yang aktif. Model pembelajaran yang baru, bukanlah mengarah pada mode permisif. Penekanan pada perhatian dan regulasi diri murid bukan berarti guru tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi di kelas (Emmer & Stough, 2011)
Ketika kita mengkaji berbagai aspek manajemen kelas, hal yang paling penting yang perlu kita ingat yaitu musyawarah dan kerja sama dengan anggota staf lain. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam manajemen kelas, kita harus menyadari bahwa kita adalah bagian dari konteks kultur sekolah yang lebih luas, dan menunjukkan sikap disiplin sebagai cerminan kebijakan sekolah.

Glosarium

Permisif. bersifat terbuka (serba membolehkan; suka mengizinkan)
Regulasi. Pengaturan
Intervensi. Campur tangan dl perselisihan antara dua pihak (orang, golongan, negara, dsb)
Privilese. Hak istimewa
Detensi.penahanan; penawanan
Konselor.orang yg melayani konseling; penasihat; penyuluh































DAFTAR PUSTAKA

Bentham, S. (2002). Psychology and Education. New York: Routledge

Long, M. (2000). The Psychology of Education. New York: Routledge Falmer.

Santrock, J. W. (2004). Educational Psychology. Boston: Mc Graw Hill.

Woolfolk, A. (2009). Educational Psychology. Boston: Pearson.





[1] Anita Woolfolk. (2009). Educational Psychology. Boston: Pearson. h. 299
[2] Ibid, h. 301
[3] John W. Santrock. (2004). Educational Psychology. Boston: Mc Graw. h. 559
[4] Anita Woolfolk, op. cit., h. 561
[5] Ibid, h. 321
[6] John W. Santrock, op. cit., h. 571
[7] Ibid., h. 580
[8]Ibid., h. 583
[9]Ibid., h. 584
[10]Ibid., h. 586
[11]Ibid., h. 587

Tidak ada komentar:

Posting Komentar