Makalah Filsafat Ilmu
Matematika
Disusun Oleh:
Kelompok 4
Desy (7316130253)
Ruly Setiawan (7316130285)
PROGRAM PASCASARJANA
PENDIDIKAN BAHASA
UNIVERSITAS NEGERI
JAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Seperti yang kita ketahui
bahwa Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling sempurna karena dikaruniai
pikiran. Inilah salah satu keistimewaan manusia dibandingkan dengan makhluk
lain ciptaan-Nya. Dengan karunia itu manusia memiliki kemampuan untuk berpikir
mengenai semua yang ada dan yang mungkin ada dalam kehidupannya dan juga mampu
untuk mengambil jalan melingkar untuk mendapatkan atau mencapai tujuannya. Selain
itu juga Manusia memiliki kemampuan meragukan segala sesuatu,
mampu bertanya, mampu menghubungkan gagasan-gagasan, dan mampu membuat
sebuah kesimpulan dalam kegiatan berpikirnya. Dengan kemampuan berpikir ini
manusia mampu membangun dan mengembangkan pengetahuannya.
Dalam berpikir untuk
mengembangkan pengetahuan ilmiah, tentu tidak lepas dari alat atau sarana
ilmiah. Sarana ilmiah yang dimaksud meliputi beberapa hal yaitu bahasa,
matematika, statistika, dan logika. Hal ini memiliki peran yang sangat mendasar
bagi manusia dalam proses berpikir dan mengkomunikasikan dan mendokumentasikan
jalan pikiran manusia.
Pada makalah ini penulis
hanya memfokuskan bahasan pada Matematika sebagai Sarana Berfikir Ilmiah. Banyak
sekali ilmu sosial menggunakan matematika sebagai sosiometri,
physicometri , econometric, dan lain sebagainya. Dapat dikatakan bahwa fungsi
matematika sama luasnya dengan fungsi bahasa yang berhubungan dengan
pengetahuan ilmu pengetahuan. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir
ilmiah dengan baik maka salah satunya diperlukan matematika.
Dalam penelitian ilmiah terdapat dua cara penarikan kesimpulan melalui cara kerja
logika yaitu adalah induktif dan deduktif. Logika induktif adalah
cara penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan
yang bersifat umum dan rasional. Logika deduktif adalah cara penarikan
kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum rasional menjadi kasus-kasus yang
bersifat khusus sesuai fakta di lapangan (rCecep Sumarna : 2008 : 150). Matematika sebagai sarana berfikir ilmiah memiliki
peranan penting dalam berpikir deduktif.
B.
Rumusan Masalah
- Pengertian Matematika?
- Peran matematika dalam Sarana Berfikir Ilmiah?
- Perkembangan Matematika?
- Aliran yang terdapat dalam Matematika?
- Matematika dan peradaban?
C. Tujuan
1.
Mengetahui
apa itu Matematika?
2.
Mengetahui
Peran matematika dalam Sarana Berfikir Ilmiah
3.
Mengetahui
Perkembangan Matematika
4.
Mengetahui
Aliran yang terdapat dalam Matematika
5. Mengatahui yang dimaksud dengan Matematika dan
peradaban
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Matematika
Matematika
bukan merupakan suatu hal yang asing yang terdengar di telinga kita, setiap
saat pasti kita selalu dihadapkan dengan yang namanya matematika. Matematika
merupakan ratunya ilmu, semua cabang ilmu pasti memerlukan perhitungan.
Matematika berasal dari bahasa latin "mathematika" yang mulanya
diambil dari bahasa yunani "mathematike" yang berarti mempelajari.
Perkataan itu mempunyai asal kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu.
Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama yaitu
mathein atau mathenein yang artinya belajar. Jadi, berdasarkan asal katanya
maka matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir.
Secara
etimologi, pengertian matematika berasal dari bahasa latin manthanein
atau mathemata yang berarti "belajar atau hal yang
dipelajari" (things that are learned). Dalam bahasa Belanda disebut wiskunde
atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Matematika adalah
ilmu yang tidak jauh dari realitas kehidupan manusia. Proses pembentukan dan
pengembangan ilmu matematika tersebut sejak jaman purba hingga sekarang tidak
pernah berhenti. Sepanjang sejarah matematika dengan segala perkembangan dan
pengalaman langsung berinteraksi dengan matematika membuat pengertian orang
tentang matematika terus berkembang.
Pengertian
dan Definisi Matematika Menurut para Tokoh/Pakar:
·
Benjamin
Peirce seorang
matematikawan menyebut matematika sebagai "ilmu yang menggambarkan
simpulan-simpulan yang penting". Di pihak lain, Albert
Einstein menyatakan bahwa "sejauh hukum-hukum
matematika mengacu pada kenyataan, mereka tidaklah pasti; dan sejauh mereka pasti,
mereka tidak mengacu pada kenyataan. "[1]
·
Plato berpendapat, bahwa matematika adalah
identik dengan filsafat untuk ahli pikir, walaupun mereka mengatakan bahwa
matematika harus dipelajari untuk keperluan lain. Objek matematika ada di dunia
nyata, tetapi terpisah dari akal. Ia mengadakan perbedaan antara aritmetika
(teori bilangan) dan logistik (teknik berhitung) yang diperlukan orang. Belajar
aritmetika berpengaruh positif karena memaksa yang belajar untuk belajar
bilangan-bilangan abstrak. Dengan demikian matematika ditingkatkan menjadi
mental aktivitas mental abstrak pada objek-objek yang ada secara lahiriah,
tetapi yang ada hanya mempunyai representasi yang bermakna. Plato dapat disebut
sebagai seorang rasionalis. [2]
·
Aristoteles mempunyai pendapat yang lain. Ia memandang
matematika sebagai salah satu dari tiga dasar yang membagi ilmu pengetahuan
menjadi ilmu pengetahuan fisik, matematika, dan teologi. Matematika didasarkan
atas kenyataan yang dialami, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari eksperimen,
observasi, dan abstraksi. Aristoteles dikenal sebagai seorang
eksperimentalis. (Moeharti Hadiwidjojo dalam F. Susilo, S.J. & St.
Susento, 1996:20).[3]
·
James
dan James
(1976) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu
tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang
berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke
dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri .[4]
·
Johnson
dan Rising (1972)
dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola pikir, pola
mengorganisasikan, pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat,
representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol tentang ide
dari pada tentang suara.Sementara Reys, dkk. (1984) mengatakan bahwa
matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola
pikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.[5]
·
Kline (1973) mengatakan bahwa matematika itu bukanlah
pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi
adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan
mengatasi permasalahan sosial, ekonomi dan alam. Matematika tumbuh dan
berkembang karena proses berpikir, oleh karena itu logika adalah dasar untuk
terbentuknya matematika.[6]
·
Reys,
dkk (1984) mengatakan bahwa
matematika itu adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola
berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.[7]
·
Menurut Sumardyono (2004:28)
secara umum definisi matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut, di
antaranya:
o
Matematika
sebagai struktur yang terorganisir.
Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain,
matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai sebuah
struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat,
pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema (termasuk di dalamnya lemma
(teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).
o
Matematika
sebagai alat (tool).
Matematika juga sering dipandang sebagai alat
dalammencari solusi pelbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
o
Matematika
sebagai pola pikir deduktif.
Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki
pola pikir deduktif, artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat
diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).
o
Matematika
sebagai cara bernalar (the way of thinking).
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara
bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika matematika
memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum,
atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
o
Matematika
sebagai bahasa artifisial.
Simbol merupakan ciri yang paling menonjol dalam
matematika. Bahasa matematika adalah bahasa simbol yang bersifat artifisial,
yang baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks.
o
Matematika
sebagai seni yang kreatif.
Penalaran yang logis dan efisien serta
perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan menakjubkan, maka
matematika sering pula disebut sebagai seni, khususnya merupakan seni berpikir
yang kreatif.
Dari berbagai pendapat tentang pengertian atau definisi matematika
diatas, maka disimpulkan secara sederhana, bahwa Matematika adalah ilmu yang
memepelajari tentang perhitungan, pengkajian dan menggunakan nalar atau
kemampuan berpikir seseorang secara logika dan pikiran yang jernih. Matematika
itu mempelajari hal-hal yang ada (nyata) dan digunakan sebagai alat untuk
mencari solusi dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga merupakan sebuah seni
berfikir kretif.
B. Peran
matematika dalam Sarana Berfikir Ilmiah
Matematika dalam sarana berfikir
ilmiah mempunyai peranan yang sangat penting dalam penelitian ilmiah. Peranan
matematika antara lain:
a.
Matematika
sebagai Bahasa
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal mempunyai banyak
kelemahan, karena tidak semua pernyataan dapat dilambangkan dengan bahasa.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan bahasa tersebut maka digunakanlah sarana
matematika. Suriasumantri (2003:190), ”Matematika adalah bahasa yang melambangkan
makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan.” Suriasumantri (2003:190),
“Matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat kubur,
majemuk dan emosional dari bahasa verbal.”
Matematika menggunakan lambing-lambang atau simbil-simbol.
Yang mana lambing-lambang tersebut menggunakan bahasa artifisial, yakni murni
bahasa buatan manusia. Maksudnya adalah lambing-lambang tersebut tidak akan
bermakna jika tidak diberi makna tanpa makna yang diberikan maka
lambing-lambang yang terdapat dalam matematika hanya merupakan kumpulan
rumus-rumus yang mati. Satu lagi keistimewaan bahasa ini (matematika sebagai
bahasa) adalah terbebas dari aspek emotif dan efektif serta jelas terlihat
bentuk hubungannya. Matematika lebih mementingkan kelogisan pernyataan-pernyataannya
yang mempunyai sifat yang jelas
b. Sifat Kuantitatif dari Matematika
”Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan
kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif” (Suriasumantri, 2003:193).
Melalui unsur ini, manusia dapat melakukan pengukuran secara kuantitatif yang
tidak diperoleh dalam bahasa yang selalu memberi kemungkinan menggunakan
perasaan yang bersifat kualitatif (Sumarna, 2008:143).
Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang
bersifat kualitatif sedangkan bahasa Matematika memungkinkan untuk melakukan
pengukuran yang jelas. Untuk membandingkan tinggi dua buah obyek yang berbeda,
misal pohon jagung dan pohon mangga. Dengan bahasa hanya dapat dikatakan bahwa
pohon durian lebih tinggi dari pohon pisang, tetapi tidak tahu dengan jelas
berapa perbedaan tinggi kedua pohon tersebut. Dengan matematika maka perbedaan
tinggi kedua pohon tersebut dapat diketahui dengan jelas dan tepat. Misal,
setelah diukur ternyata tinggi pohon pisang 200 cm dan tinggi pohon durian 350
meter, maka dapat dikatakan bahwa pohon durian lebih tinggi 150 cm dari pohon pisang.
Matematika memberikan jawaban yang lebih akurat dan menjadikan manusia dapat
menyelesaikan masalah sehari-harinya dengan lebih tepat dan teliti. Matematika
memungkinkan ilmu untuk mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke
kuantitatif.
c. Matematika: Sarana berfikir deduktif
Matematika merupakan ilmu deduktif.
Nama ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi
tidak didasari atas pengalaman seperti halnya yang terdapat dalam ilmu empirik,
melainkan didasarkan atas deduksi-deduksi (penjabaran-penjabaran) pola berpikir
deduktif banyak digunakan baik dalam bidang ilmiah maupun bidang lain yang
merupakan proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis
yang kebenarannya telah ditentukan
Matematika sebagai sarana berpikir deduktif, memungkinkan
manusia untuk mengembangkan pengetahuannya berdasarkan teori-teori yang telah
ada. Misal, jumlah sudut sebuah lingkaran adalah 3600. Dari
pengetahuan ini dapat dikembangkan, seperti besar sudut keliling lingkaran sama
dengan setengah besar sudut pusat jika menghadap busur yang sama.
C. Perkembangan
Matematika
Dilihat dari perkembangnanya maka ilmu dapat diagi
dalam 3 tahapan yakni: tahapan sistematika, komperatif, dan kuantitatif.
a.
Tahapan Sistematika
Pada tahapan ini ilmu mulai menggolongkan obyek
empiris kedalam kategori-kategori tertentu. Penggolongan ini memudahkan kita
untuk menemukan ciri-ciri yang bersifat umum dari anggota-anggota yang menjadi
kelompok tertentu.
b.
Tahapan Komperatif
Pada tahap komperatif kita mulai mencari hubungan yang
didasarkan pada perbandingkan antara objek yang satu dengan objek yang lainnya,
kategori yang satu dengna kategori yang lainnya, dan seterusnya.
c.
Tahapan Kuantitatif
Pada tahap kualitatif kita mulai mencari hubungan
sebab akibat tidak lagi berdasarkan perbandingan ,elainkan berdasrkan pengukran
yang eksak dari objek yang kita teliti.
Dari perkembangan ini kita bisa melihat bahwa bahasa
verbal hanya berfungsi dengan baik pada tahapan pertama dan kedua namun pada
tahapan ketiga pengetahuan membutuhkan matematika. Selain itu matematika juga
berfungsi sebagai alat berfikir. Ilmu merupakan pengetahuan yang mendasarkan kepada analisis
dalam menarik kesimpulan menurut suatu pola pikir tertentu. Matematika menurut
Widgestein, tak lain adalah metode berpikir logis.[8]
Berdasarkan perkembangannya maka masalah yang dihadapi logika makin lama makin
rumit dan membutuhkan struktur analisis yang lebih sempurna. Dalam perspektif
inilah maka logika berkembang menjadi matematika, seperti disimpulkan oleh
Bertrand Russell “ matematika adalah masa kedewasaan logika, sedangkan logika
adalah masa kecil matematika.” [9]
Matematika pada garis besarnya merupakan pengetahuan yang
disusun secara konsisten berdasarkan logika deduktif. Betrand Russel dan
whitead dalam karyanya yang berjudul Principia Matematica mencoba
membuktikan bahwa dalil-dalil matematika pada dasarnya adalah pernyataan logika[10]
. Meskipun tidak seluruhnya berhasil Pierre de Fermat (1601-1665) mewariskan
teorema yang terakhir yang merupakan teka-teki (enigma) yang menentang
pemikir-pemikir matematika dan belum terpecahkan. Dia menyatakan bahwa xn
+ yn = zn dengan x, y, z dan n adalah
bilangan bulat positif yang tidak mempunyai jawaban bila n = 2. Atau
dengan perkataan lain hanya bilangan 1 dan 2 yang memenuhi persyaratan ini
seperti 31 + 41 = 71 dan 32 + 42
= 52. Fermat sendiri tidak menyertakan pembuktian rumus tersebut
yang sampai sekarang tetap tantangan bagi logika deduktif meskipun secara mudah
dapat didemonstrasikan kebenarannya.
Tidak semua ahli filsuf setuju dengan pernyataan bahwa
matematika adalah pengetahuan yang bersifat deduktif. Immanuel Kant (
l724-1804) berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan sintetik a
priori di mana eksistensi matematika tergantung kepada dunia pengetahuan
kita.[11]
Disamping sarana berpikir deduktif yang merupakan aspek
estetik, matematika juga merupakan kegunaan praktis dalam kehidupan
sehari-hari. Semua masalah kehidupan yang membutuhkan pemecahan secara cermat
dan teliti mau tidak mau harus berpaling kepada matematika..
Griffits dan Howson (l974) membagi sejarah perkembangan
matematika. menjadi empat tahap[12],
Tahap yang pertama dimulai dengan matematika yang berkembang pada peradaban
Mesir Kuno dan daerah sekitarnya seperti Babylonia dan Mesopotamia. Waktu itu
matematika telah dipergunakan dalam perdagangan, pertanian, bangunan dan usaha
mengontrol alam seperti banjir.
Babak perkembangan matematika selanjutnya terjadi di Timur
di mana pada sekitar tahun 1000 bangsa Arab, India, dan Cina mengembangkan ilmu
hitung dan aljabar. Mereka mendapatkan angka nol dan cara penggunaan desimal
serta mengembangkan kegunaan praktis dari ilmu hitung dan aljabar tersebut.
Bagi dunia keilmuan matematika berperan sebagai bahasa
simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi yang cermat dan tepat.
Matematika dalam hubungannya dengan komunikasi ilmiah mempunyai peranan ganda,
kata Fehr, yakni sebagai ratu dan sekaligus pelayanan ilmu. Di satu pihak,
sebagai ratu matematika merupakan bentuk tertinggi dari logika, sedangkan di
lain pihak, sebagai pelayan matematika memberikan bukan saja sistem
pengorganisasian ilmu yang bersifat logis namun juga pernyataan-pernyataan
dalam bentuk model matematik. Matematika bukan saja menyampaikan informasi
secara jelas dan tepat namun juga singkat. Suatu rumus yang jika ditulis dengan
bahasa verbal memerlukan kalimat yang banyak sekali, maka dalam bahasa
matematik cukup ditulis dengan model yang sederhana sekali. Matematika sebagai
bahasa mempunyai ciri, sebagaimana dikatakan Morris Kline, bersifat ekonomis
dengan kata-kata.
Sebagaimana sarana ilmiah maka matematika itu sendiri tidak
mengandung kebenaran tentang sesuatu yang bersifat faktual mengenai dunia
empiris. Matematika merupakan alat yang memungkinkan ditemukannya serta
dikomunikasikannya kebenaran ilmiah lewat berbagai disiplin keilmuan. Kriteria
kebenaran dari matematika adalah konsistensi dari berbagai postulat, definisi
dan berbagai aturan permainan lainnya. Untuk itu maka matematika sendiri tidak
bersifat tunggal, seperti juga logika, melainkan bersifat jamak.
D. Aliran
yang terdapat dalam Matematika
·
Formalisme
Formalis seperti David Hilbert (1642 –1943) berpendapat
bahwa matematika adalah tidak lebih atau tidak kurang sebagai bahasa
matematika. Hal ini disederhanakan sebagai deretan permainan dengan rangkaian
tanda –tanda lingistik, seperti huruf-huruf dalam alpabet Bahasa Inggeris.
Bilangan dua ditandai oleh beberapa tanda seperti 2, II atau SS0. Pada saat
kita membaca kadang-kadang kita memaknai bacaan secara matematika, tetapi
sebaliknya istilah matematika tidak memiliki sebarang perluasan makna. Formalis
memandang matematika sebagai suatu permainan formal yang tak bermakna
(meaningless) dengan tulisan pada kertas, yang mengikuti aturan. Menurut Ernest
(1991) formalis memiliki dua dua tesis, yaitu:
a. Matematika dapat dinyatakan sebagai
sistem formal yang tidak dapat ditafsirkan sebarangan, kebenaran matematika
disajikan melalui teorema-teorema formal.
b. Keamanan dari sistem formal ini
dapat didemostrasikan dengan terbebasnya dari ketidak konsistenan.[13]
Ada bermacam keberatan terhadap formalisme, antara lain;
1) formalis dalam memahami obyek
matematika seperti lingkaran, sebagai sesuatu yang kongkrit, padahal tidak
bergantung pada obyek fisik;
2) formalis tidak dapat menjamin
permainan matematika itu konsisten.
Keberatan tersebut dijawab formalis bahwa:
1) lingkaran dan yang lainnya adalah
obyek yang bersifat material dan
2) meskipun beberapa permainan itu
tidak konsisten dan kadang-kadang trivial, tetapi yang lainnya tidak demikian[14]
·
Intuisionisme
Intuisionisme seperti Immanuel Kant (1724-1804) berpendapat
bahwa matematika merupakan pengetahuan yang bersifat sintetik a priori
dimana eksistensi matematika tergantung dari pengindraan. Intuisi matematika
murni yang meletakkan pada dasar dari semua kognisi dan penilaian yang muncul
sekaligus apodiktis dan diperlukan adalah Ruang dan Waktu, karena matematika
harus terlebih dahulu memiliki semua konsep dalam intuisi, dan matematika murni
intuisi murni, maka matematika harus membangun mereka. Menurut Kant, Geometri
didasarkan pada intuisi murni ruang, dan, aritmatika menyelesaikan konsep angka
dengan penambahan berurutan dari unit dalam waktu. Ia menyimpulkan bahwa matematika
murni, sebagai kognisi apriori, hanya mungkin dengan mengacu ada benda selain
yang indra, di mana, di dasar intuisi empiris mereka terletak sebuah intuisi
murni (ruang dan waktu) yang apriori. Kant selanjutnya menyimpulkan bahwa dasar
matematika sebenarnya intuisi murni, sedangkan deduksi transendental tentang
konsep-konsep ruang dan waktu menjelaskan, pada saat yang sama, kemungkinan
matematika murni[15]
L.E.J. Brouwer (1882-1966), berpendapat bahwa matematika
suatu kreasi akal budi manusia. Bilangan, seperti cerita bohong adalah hanya
entitas mental, tidak akan ada apabila tidak ada akal budi manusia
memikirkannya. Selanjutnya intuisionis menyatakan bahwa obyek segala sesuatu
termasuk matematika, keberadaannya hanya terdapat pada pikiran kita, sedangkan secara
eksternal dianggap tidak ada. Kebenaran pernyataan p tidak diperoleh
melalui kaitan dengan obyek realitas, oleh karena itu intusionisme tidak
menerima kebenaran logika bahwa yang benar itu p atau bukan p.
Intuisionisme mengaku memberikan suatu dasar untuk kebenaran matematika menurut
versinya, dengan menurunkannya (secara mental) dari aksima-aksioma intuitif
tertentu, penggunaan intuitif merupakan metode yang aman dalam pembuktian.
Pandangan ini berdasarkan pengetahuan yang eksklusifpada keyakinan yang
subyektif. Tetapi kebenaran absolut (yang diakui diberikan intusionisme) tidak
dapat didasarkan pada padangan yang subyektif semata[16].
Ada berbagai macam keberatan terhadap intusionisme, antara lain; (1)
intusionisme tidak dapat mempertanggung jawabkan bahwa obyek matematika bebas,
jika tidak ada manusia apakah 2 + 2 masih tetap 4; (2) matematisi intusionisme
adalah manusi timpang yang buruk dengan menolak hukum logika p atau bukan p dan
mengingkari ketakhinggaan, bahwa mereka hanya memiliki sedikit pecahan pada
matematika masa kini. Intusionisme, menjawab keberata tersebut seperti berikut;
tidak ada dapat diperbuat untuk manusia untuk mencoba membayangkansuatu dunia
tanpa manusia; (2) Lebih baik memiliki sejumlah sejumlah kecil matematika yang
kokoh dan ajeg dari pada memiliki sejumlah besar matematika yang kebanyakan
omong kosong.
·
Logisisme
Logisisme memandang bahwa matematika sebagai bagian dari
logika. Penganutnya antara lain G. Leibniz, G. Frege (1893), B. Russell (1919),
A.N. Whitehead dan R. Carnap(1931). Pengakuan Bertrand Russell menerima
logisime adalah yang paling jelas dan dalam rumusan yang sangat ekspilisit. Dua
pernyataan penting yang dikemukakannya, yaitu (1) semua konsep matematika
secara mutlak dapat disederhanakan pada konsep logika; (2) semua kebenaran
matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan melalui penarikan
kesimpulan secara logika semata[17].
Menurut Ernest (1991), ada beberapa keberatan terhadap logisisme antara lain:
a.
Bahwa pernyataan matematika sebagai
impilikasi pernyataan sebelumnya, dengan demikian kebenaran-kebenaran aksioma
sebelumnya memerlukan eksplorasi tanpa menyatakan benar atau salah. Hal ini
mengarah pada kekeliruan karena tidak semua kebenaran matematika dapat
dinyatakan sebagai pernyataan implikasi.
b.
Teorema Ketidaksempurnan Godel
menyatakan bahwa bukti deduktif tidak cukup untuk mendemonstrasikan semua
kebenaran matematika. Oleh karena itu reduksi yang sukses mengenai aksioma
matematika melalui logika belum cukup untuik menurunkan semua kebenaran
matematika.
c.
Kepastian dan keajegan logika
bergantung kepada asumsi-asumsi yang tidak teruji dan tidak dijustifikasi.
Program logisis mengurangi kepastian pengetahuan matematika dan merupakan
kegagalan prinsip dari logisisme. Logika tidak menyediakan suatu dasar tertentu
untuk pengetahuan matematika.
E.
Matematika
dan peradaban?
Meskipun peradaban manusia
terus berubah dengan pesat, namun matematika senantiasa relevan dan menunjang
terhadap perubahan peradaban tersebut.
Matematika telah memberikan
kontribusi besar dalam kemajuan sains dan teknologi dan pada sejarahnya telah
menggambarkan suatu pembangunan peradaban manusia.
Potret sejarah telah mengungkapkan
bahwa kapanpun dan dimanapun suatu masyarakat memberikan titik berat terhadap
matematika maka disanalah akan tercipta suatu kemajuan. Pengkajian sejarah
lebih jauh diperoleh suatu fakta bahwa peradaban kuno berkaitan erat dengan
perkembangan matematika atau dengan kata lain, sejarah peradaban manusia
merupakan sejarah matematika.
BAB
III
KESIMPULAN
Matematika adalah sistematis, dengannya kita dapat men-sistematisasi-kan
sesuatu atau membuat sesuatu menjadi teratur atau berurutan. Cara berfikir
matematika adalah secara deduktif. Kesimpulan ditarik dari hal-hal yang
bersifat umum, bukan dari hal-hal yang bersifat khusus, sehingga kita berfikir
lebih menyeluruh dan rasional. Dalam kehidupan keseharian, kita dapat
menyelesaikan masalah dengan lebih mudah bila menerapkan cara cara berfikir
matematika yang sistematis dan rasional.
Daftar Pustaka
Bertens. (1974). History of Philosophy
Yunani . Yogyakarta: Kanisius
Marsigit.
Peran Intuisi dalam Matematika Menurut Immanuel Kant. Makalah Kom. Nas. Mat.
Semarang diakses dari
http//staf.uny.ac.id/system%2Ffiles%2Fpenelitian%2FMarsigit%2C%2520Dr.%2C%2520M.A.%2FMakalah%2520Kon%2520Nas%2520Mat%2520Semarang.pdf
Mulyana, Endang. Sejarah dan Filsafat Matematika.
Makalah diakses dari http://file.upi.edu/Direktori/fpmipa/jur._pend._matematika/195401211979031-endang_mulyana/makalah/Aliran_matematika.pdf
Sumarna,
Cecep. 2008. Filsafat Ilmu. Bandung: Mulia Press.
Supatmono, Catur. 2002. Matematika Asyik. Jakarta:
Grasindo.
Suria, Sumantri. (2003). Filsafat Ilmu.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Suriasumantri,
Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
[6]
http://mathematica4fun.blogspot.com/2012/12/arti-matematika.html
[7]
http://mathematica4fun.blogspot.com/2012/12/arti-matematika.html
[8]
Ludwig, Widgestei, Tractatus
Logico-Philosophicus (London: Roudledge & Kagan Paul, 1972), p 129
dikutip langsung dari Suria, Sumantri. (2003). Filsafat Ilmu. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan
[9]
Betrand Russel, On The Philosophy of Science.
(New York : the Boobs-Merril 1965), hal 13 dikutip langsung dari Suria,
Sumantri. (2003). Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
[10]
Betrand Russel, Principia Mathematica: Vol.I(1990), Vol.II (1912), Vol.III (1913).
(Cambridge:Cambridge University Press)
dikutip langsung dari Suria Sumantri. (2003). Filsafat Ilmu.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
[11] Stephen F. Barker, Philosophy of Mathematic (Englewood Cliffs, New Jersy: Prentice-Hall,
1964), hal.10 dikutip langsung
dari Suria Sumantri. (2003). Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
[12]
Griffits and Howson, Mathematic society and
curricula. Cambridge university press p 7-9 dikutip langsung oleh Prof. Dr.
Bertens. (1974). History of Philosophy Yunani . Yogyakarta:
Kanisius
[13]Ernes. P (1991). The Philosophy of Mathematic
education. London: The Falmer press. Dikutip langsung oleh Mulyana, Endang.
Sejarah dan Filsafat Matematika.
[14]
Anglin, W. S. (1994). Mathematic: A concise
History and Philosophy. New York: Spinger- verlag dikutip langsung oleh
Mulyana, Endang. Sejarah dan Filsafat Matematika.
[15]
Kant Imanuel, 1781. “The Critic of Pure Reason:
Section III of opinion Knowledge and Believe. Translate by J.M. Meiklejohn.
2003 (http//Encarta.msn.com), dikutip langsung dari Peran Intuisi Dalam
Matematika Oleh Dr. Marsigit
[16]
Imbit 1
[17]
Ernes. P (1991). The Philosophy of Mathematic
education. London: The Falmer press. Dikutip langsung oleh Mulyana, Endang.
Sejarah dan Filsafat Matematika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar