Kamis, 20 November 2014

Matematika


Makalah Filsafat Ilmu
Matematika













Disusun Oleh:
Kelompok 4
Desy (7316130253)
Ruly Setiawan (7316130285)


PROGRAM PASCASARJANA
PENDIDIKAN BAHASA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2013

BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Seperti yang kita ketahui bahwa Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling sempurna karena dikaruniai pikiran. Inilah salah satu keistimewaan manusia dibandingkan dengan makhluk lain ciptaan-Nya. Dengan karunia itu manusia memiliki kemampuan untuk berpikir mengenai semua yang ada dan yang mungkin ada dalam kehidupannya dan juga mampu untuk mengambil jalan melingkar untuk mendapatkan atau mencapai tujuannya. Selain itu juga Manusia memiliki kemampuan meragukan segala sesuatu, mampu bertanya, mampu menghubungkan gagasan-gagasan, dan mampu membuat sebuah kesimpulan dalam kegiatan berpikirnya. Dengan kemampuan berpikir ini manusia mampu membangun dan mengembangkan pengetahuannya.
Dalam berpikir untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah, tentu tidak lepas dari alat atau sarana ilmiah. Sarana ilmiah yang dimaksud meliputi beberapa hal yaitu bahasa, matematika, statistika, dan logika. Hal ini memiliki peran yang sangat mendasar bagi manusia dalam proses berpikir dan mengkomunikasikan dan mendokumentasikan jalan pikiran manusia.
Pada makalah ini penulis hanya memfokuskan bahasan pada Matematika sebagai Sarana Berfikir Ilmiah. Banyak sekali ilmu sosial  menggunakan matematika sebagai sosiometri, physicometri , econometric, dan lain sebagainya. Dapat dikatakan bahwa fungsi matematika sama luasnya dengan fungsi bahasa yang berhubungan dengan pengetahuan  ilmu pengetahuan. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka salah satunya diperlukan matematika.
Dalam penelitian ilmiah terdapat dua cara penarikan kesimpulan melalui cara kerja logika yaitu adalah induktif dan deduktif. Logika induktif adalah cara penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan rasional. Logika deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum rasional menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus sesuai fakta di lapangan (rCecep Sumarna : 2008 : 150). Matematika sebagai sarana berfikir ilmiah memiliki peranan penting dalam berpikir deduktif.

B.      Rumusan Masalah
  1. Pengertian Matematika?
  2. Peran matematika dalam Sarana Berfikir Ilmiah?
  3. Perkembangan Matematika?
  4. Aliran yang terdapat dalam Matematika?
  5. Matematika dan peradaban?
C.    Tujuan
1.      Mengetahui apa itu Matematika?
2.      Mengetahui Peran matematika dalam Sarana Berfikir Ilmiah
3.      Mengetahui Perkembangan Matematika
4.      Mengetahui Aliran yang terdapat dalam Matematika
5.      Mengatahui yang dimaksud dengan Matematika dan peradaban







BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Matematika
Matematika bukan merupakan suatu hal yang asing yang terdengar di telinga kita, setiap saat pasti kita selalu dihadapkan dengan yang namanya matematika. Matematika merupakan ratunya ilmu, semua cabang ilmu pasti memerlukan perhitungan. Matematika berasal dari bahasa latin "mathematika" yang mulanya diambil dari bahasa yunani "mathematike" yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar. Jadi, berdasarkan asal katanya maka matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir. 
Secara etimologi, pengertian matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathemata yang berarti "belajar atau hal yang dipelajari" (things that are learned). Dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Matematika adalah ilmu yang tidak jauh dari realitas kehidupan manusia. Proses pembentukan dan pengembangan ilmu matematika tersebut sejak jaman purba hingga sekarang tidak pernah berhenti. Sepanjang sejarah matematika dengan segala perkembangan dan pengalaman langsung berinteraksi dengan matematika membuat pengertian orang tentang matematika terus berkembang.

Pengertian dan Definisi Matematika Menurut para Tokoh/Pakar:
·         Benjamin Peirce seorang matematikawan menyebut matematika sebagai "ilmu yang menggambarkan simpulan-simpulan yang penting". Di pihak lain, Albert Einstein menyatakan bahwa "sejauh hukum-hukum matematika mengacu pada kenyataan, mereka tidaklah pasti; dan sejauh mereka pasti, mereka tidak mengacu pada kenyataan. "[1]
·         Plato berpendapat, bahwa matematika adalah identik dengan filsafat untuk ahli pikir, walaupun mereka mengatakan bahwa matematika harus dipelajari untuk keperluan lain. Objek matematika ada di dunia nyata, tetapi terpisah dari akal. Ia mengadakan perbedaan antara aritmetika (teori bilangan) dan logistik (teknik berhitung) yang diperlukan orang. Belajar aritmetika berpengaruh positif karena memaksa yang belajar untuk belajar bilangan-bilangan abstrak. Dengan demikian matematika ditingkatkan menjadi mental aktivitas mental abstrak pada objek-objek yang ada secara lahiriah, tetapi yang ada hanya mempunyai representasi yang bermakna. Plato dapat disebut sebagai seorang rasionalis. [2]
·         Aristoteles mempunyai pendapat yang lain. Ia memandang matematika sebagai salah satu dari tiga dasar yang membagi ilmu pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan fisik, matematika, dan teologi. Matematika didasarkan atas kenyataan yang dialami, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari eksperimen, observasi, dan abstraksi. Aristoteles dikenal sebagai seorang eksperimentalis. (Moeharti Hadiwidjojo dalam F. Susilo, S.J. & St. Susento, 1996:20).[3]
·         James dan James (1976) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri .[4]
·         Johnson dan Rising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol tentang ide dari pada tentang suara.Sementara Reys, dkk. (1984) mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.[5]
·         Kline (1973) mengatakan bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan mengatasi permasalahan sosial, ekonomi dan alam. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, oleh karena itu logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika.[6]
·         Reys, dkk (1984) mengatakan bahwa matematika itu adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.[7]
·         Menurut Sumardyono (2004:28) secara umum definisi matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut, di antaranya:
o   Matematika sebagai struktur yang terorganisir.
Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema (termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).
o   Matematika sebagai alat (tool).
Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalammencari solusi pelbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
o   Matematika sebagai pola pikir deduktif.
Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif, artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).
o   Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking).
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
o   Matematika sebagai bahasa artifisial.
Simbol merupakan ciri yang paling menonjol dalam matematika. Bahasa matematika adalah bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks.
o   Matematika sebagai seni yang kreatif.
Penalaran yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan menakjubkan, maka matematika sering pula disebut sebagai seni, khususnya merupakan seni berpikir yang kreatif. 

Dari berbagai pendapat tentang pengertian atau definisi matematika diatas, maka disimpulkan secara sederhana, bahwa Matematika adalah ilmu yang memepelajari tentang perhitungan, pengkajian dan menggunakan nalar atau kemampuan berpikir seseorang secara logika dan pikiran yang jernih. Matematika itu mempelajari hal-hal yang ada (nyata) dan digunakan sebagai alat untuk mencari solusi dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga merupakan sebuah seni berfikir kretif.


B.      Peran matematika dalam Sarana Berfikir Ilmiah
Matematika dalam sarana berfikir ilmiah mempunyai peranan yang sangat penting dalam penelitian ilmiah. Peranan matematika antara lain:
a.      Matematika sebagai Bahasa
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal mempunyai banyak kelemahan, karena tidak semua pernyataan dapat dilambangkan dengan bahasa. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan bahasa tersebut maka digunakanlah sarana matematika. Suriasumantri (2003:190), ”Matematika adalah bahasa yang melambangkan makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan.” Suriasumantri (2003:190), “Matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat kubur, majemuk dan emosional dari bahasa verbal.”
Matematika menggunakan lambing-lambang atau simbil-simbol. Yang mana lambing-lambang tersebut menggunakan bahasa artifisial, yakni murni bahasa buatan manusia. Maksudnya adalah lambing-lambang tersebut tidak akan bermakna jika tidak diberi makna tanpa makna yang diberikan maka lambing-lambang yang terdapat dalam matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Satu lagi keistimewaan bahasa ini (matematika sebagai bahasa) adalah terbebas dari aspek emotif dan efektif serta jelas terlihat bentuk hubungannya. Matematika lebih mementingkan kelogisan pernyataan-pernyataannya yang mempunyai sifat yang jelas
b.      Sifat Kuantitatif dari Matematika
”Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif” (Suriasumantri, 2003:193). Melalui unsur ini, manusia dapat melakukan pengukuran secara kuantitatif yang tidak diperoleh dalam bahasa yang selalu memberi kemungkinan menggunakan perasaan yang bersifat kualitatif (Sumarna, 2008:143).
Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif sedangkan bahasa Matematika memungkinkan untuk melakukan pengukuran yang jelas. Untuk membandingkan tinggi dua buah obyek yang berbeda, misal pohon jagung dan pohon mangga. Dengan bahasa hanya dapat dikatakan bahwa pohon durian lebih tinggi dari pohon pisang, tetapi tidak tahu dengan jelas berapa perbedaan tinggi kedua pohon tersebut. Dengan matematika maka perbedaan tinggi kedua pohon tersebut dapat diketahui dengan jelas dan tepat. Misal, setelah diukur ternyata tinggi pohon pisang 200 cm dan tinggi pohon durian 350 meter, maka dapat dikatakan bahwa pohon durian lebih tinggi 150 cm dari pohon pisang. Matematika memberikan jawaban yang lebih akurat dan menjadikan manusia dapat menyelesaikan masalah sehari-harinya dengan lebih tepat dan teliti. Matematika memungkinkan ilmu untuk mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif.
c.       Matematika: Sarana berfikir deduktif
Matematika merupakan ilmu deduktif. Nama ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari atas pengalaman seperti halnya yang terdapat dalam ilmu empirik, melainkan didasarkan atas deduksi-deduksi (penjabaran-penjabaran) pola berpikir deduktif banyak digunakan baik dalam bidang ilmiah maupun bidang lain yang merupakan proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan
Matematika sebagai sarana berpikir deduktif, memungkinkan manusia untuk mengembangkan pengetahuannya berdasarkan teori-teori yang telah ada. Misal, jumlah sudut sebuah lingkaran adalah 3600. Dari pengetahuan ini dapat dikembangkan, seperti besar sudut keliling lingkaran sama dengan setengah besar sudut pusat jika menghadap busur yang sama.
               
C.      Perkembangan Matematika
Dilihat dari perkembangnanya maka ilmu dapat diagi dalam 3 tahapan yakni: tahapan sistematika, komperatif, dan kuantitatif.
a.       Tahapan Sistematika
Pada tahapan ini ilmu mulai menggolongkan obyek empiris kedalam kategori-kategori tertentu. Penggolongan ini memudahkan kita untuk menemukan ciri-ciri yang bersifat umum dari anggota-anggota yang menjadi kelompok tertentu.
b.      Tahapan Komperatif
Pada tahap komperatif kita mulai mencari hubungan yang didasarkan pada perbandingkan antara objek yang satu dengan objek yang lainnya, kategori yang satu dengna kategori yang lainnya, dan seterusnya.
c.       Tahapan Kuantitatif
Pada tahap kualitatif kita mulai mencari hubungan sebab akibat tidak lagi berdasarkan perbandingan ,elainkan berdasrkan pengukran yang eksak dari objek yang kita teliti.

Dari perkembangan ini kita bisa melihat bahwa bahasa verbal hanya berfungsi dengan baik pada tahapan pertama dan kedua namun pada tahapan ketiga pengetahuan membutuhkan matematika. Selain itu matematika juga berfungsi sebagai alat berfikir. Ilmu merupakan pengetahuan yang mendasarkan kepada analisis dalam menarik kesimpulan menurut suatu pola pikir tertentu. Matematika menurut Widgestein, tak lain adalah metode berpikir logis.[8] Berdasarkan perkembangannya maka masalah yang dihadapi logika makin lama makin rumit dan membutuhkan struktur analisis yang lebih sempurna. Dalam perspektif inilah maka logika berkembang menjadi matematika, seperti disimpulkan oleh Bertrand Russell “ matematika adalah masa kedewasaan logika, sedangkan logika adalah masa kecil matematika.” [9]
Matematika pada garis besarnya merupakan pengetahuan yang disusun secara konsisten berdasarkan logika deduktif. Betrand Russel dan whitead dalam karyanya yang berjudul Principia Matematica mencoba membuktikan bahwa dalil-dalil matematika pada dasarnya adalah pernyataan logika[10] .  Meskipun tidak seluruhnya berhasil Pierre de Fermat (1601-1665) mewariskan teorema yang terakhir yang merupakan teka-teki (enigma) yang menentang pemikir-pemikir matematika dan belum terpecahkan. Dia menyatakan bahwa xn + yn = zn dengan x, y, z dan n adalah bilangan bulat positif yang tidak mempunyai jawaban bila n = 2. Atau dengan perkataan lain hanya bilangan 1 dan 2 yang memenuhi persyaratan ini seperti 31 + 41 = 71 dan 32 + 42 = 52. Fermat sendiri tidak menyertakan pembuktian rumus tersebut yang sampai sekarang tetap tantangan bagi logika deduktif meskipun secara mudah dapat didemonstrasikan kebenarannya.
Tidak semua ahli filsuf setuju dengan pernyataan bahwa matematika adalah pengetahuan yang bersifat deduktif. Immanuel Kant ( l724-1804) berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan sintetik a priori di mana eksistensi matematika tergantung kepada dunia pengetahuan kita.[11]
Disamping sarana berpikir deduktif yang merupakan aspek estetik, matematika juga  merupakan kegunaan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Semua masalah kehidupan yang membutuhkan pemecahan secara cermat dan teliti mau tidak mau harus berpaling kepada matematika..
Griffits dan Howson (l974) membagi sejarah perkembangan matematika. menjadi empat tahap[12], Tahap yang pertama dimulai dengan matematika yang berkembang pada peradaban Mesir Kuno dan daerah sekitarnya seperti Babylonia dan Mesopotamia. Waktu itu matematika telah dipergunakan dalam perdagangan, pertanian, bangunan dan usaha mengontrol  alam seperti banjir.
Babak perkembangan matematika selanjutnya terjadi di Timur di mana pada sekitar tahun 1000 bangsa Arab, India, dan Cina mengembangkan ilmu hitung dan aljabar. Mereka mendapatkan angka nol dan cara penggunaan desimal serta mengembangkan kegunaan praktis dari ilmu hitung dan aljabar tersebut.
Bagi dunia keilmuan matematika berperan sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi yang cermat dan tepat. Matematika dalam hubungannya dengan komunikasi ilmiah mempunyai peranan ganda, kata Fehr, yakni sebagai ratu dan sekaligus pelayanan ilmu. Di satu pihak, sebagai ratu matematika merupakan bentuk tertinggi dari logika, sedangkan di lain pihak, sebagai pelayan matematika memberikan bukan saja sistem pengorganisasian ilmu yang bersifat logis namun juga pernyataan-pernyataan dalam bentuk model matematik. Matematika bukan saja menyampaikan informasi secara jelas dan tepat namun juga singkat. Suatu rumus yang jika ditulis dengan bahasa verbal memerlukan kalimat yang banyak sekali, maka dalam bahasa matematik cukup ditulis dengan model yang sederhana sekali. Matematika sebagai bahasa mempunyai ciri, sebagaimana dikatakan Morris Kline, bersifat ekonomis dengan kata-kata.
Sebagaimana sarana ilmiah maka matematika itu sendiri tidak mengandung kebenaran tentang sesuatu yang bersifat faktual mengenai dunia empiris. Matematika merupakan alat yang memungkinkan ditemukannya serta dikomunikasikannya kebenaran ilmiah lewat berbagai disiplin keilmuan. Kriteria kebenaran dari matematika adalah konsistensi dari berbagai postulat, definisi dan berbagai aturan permainan lainnya. Untuk itu maka matematika sendiri tidak bersifat tunggal, seperti juga logika, melainkan bersifat jamak.

D.     Aliran yang terdapat dalam Matematika
·         Formalisme
Formalis seperti David Hilbert (1642 –1943) berpendapat bahwa matematika adalah tidak lebih atau tidak kurang sebagai bahasa matematika. Hal ini disederhanakan sebagai deretan permainan dengan rangkaian tanda –tanda lingistik, seperti huruf-huruf dalam alpabet Bahasa Inggeris. Bilangan dua ditandai oleh beberapa tanda seperti 2, II atau SS0. Pada saat kita membaca kadang-kadang kita memaknai bacaan secara matematika, tetapi sebaliknya istilah matematika tidak memiliki sebarang perluasan makna. Formalis memandang matematika sebagai suatu permainan formal yang tak bermakna (meaningless) dengan tulisan pada kertas, yang mengikuti aturan. Menurut Ernest (1991) formalis memiliki dua dua tesis, yaitu:
a.       Matematika dapat dinyatakan sebagai sistem formal yang tidak dapat ditafsirkan sebarangan, kebenaran matematika disajikan melalui teorema-teorema formal.
b.      Keamanan dari sistem formal ini dapat didemostrasikan dengan terbebasnya dari ketidak konsistenan.[13]

Ada bermacam keberatan terhadap formalisme, antara lain;
1)      formalis dalam memahami obyek matematika seperti lingkaran, sebagai sesuatu yang kongkrit, padahal tidak bergantung pada obyek fisik;
2)      formalis tidak dapat menjamin permainan matematika itu konsisten.

Keberatan tersebut dijawab formalis bahwa:
1)      lingkaran dan yang lainnya adalah obyek yang bersifat material dan
2)      meskipun beberapa permainan itu tidak konsisten dan kadang-kadang trivial, tetapi yang lainnya tidak demikian[14]

·         Intuisionisme
Intuisionisme seperti Immanuel Kant (1724-1804) berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan yang bersifat sintetik a priori dimana eksistensi matematika tergantung dari pengindraan. Intuisi matematika murni yang meletakkan pada dasar dari semua kognisi dan penilaian yang muncul sekaligus apodiktis dan diperlukan adalah Ruang dan Waktu, karena matematika harus terlebih dahulu memiliki semua konsep dalam intuisi, dan matematika murni intuisi murni, maka matematika harus membangun mereka. Menurut Kant, Geometri didasarkan pada intuisi murni ruang, dan, aritmatika menyelesaikan konsep angka dengan penambahan berurutan dari unit dalam waktu. Ia menyimpulkan bahwa matematika murni, sebagai kognisi apriori, hanya mungkin dengan mengacu ada benda selain yang indra, di mana, di dasar intuisi empiris mereka terletak sebuah intuisi murni (ruang dan waktu) yang apriori. Kant selanjutnya menyimpulkan bahwa dasar matematika sebenarnya intuisi murni, sedangkan deduksi transendental tentang konsep-konsep ruang dan waktu menjelaskan, pada saat yang sama, kemungkinan matematika murni[15]
L.E.J. Brouwer (1882-1966), berpendapat bahwa matematika suatu kreasi akal budi manusia. Bilangan, seperti cerita bohong adalah hanya entitas mental, tidak akan ada apabila tidak ada akal budi manusia memikirkannya. Selanjutnya intuisionis menyatakan bahwa obyek segala sesuatu termasuk matematika, keberadaannya hanya terdapat pada pikiran kita, sedangkan secara eksternal dianggap tidak ada. Kebenaran pernyataan p tidak diperoleh melalui kaitan dengan obyek realitas, oleh karena itu intusionisme tidak menerima kebenaran logika bahwa yang benar itu p atau bukan p. Intuisionisme mengaku memberikan suatu dasar untuk kebenaran matematika menurut versinya, dengan menurunkannya (secara mental) dari aksima-aksioma intuitif tertentu, penggunaan intuitif merupakan metode yang aman dalam pembuktian. Pandangan ini berdasarkan pengetahuan yang eksklusifpada keyakinan yang subyektif. Tetapi kebenaran absolut (yang diakui diberikan intusionisme) tidak dapat didasarkan pada padangan yang subyektif semata[16]. Ada berbagai macam keberatan terhadap intusionisme, antara lain; (1) intusionisme tidak dapat mempertanggung jawabkan bahwa obyek matematika bebas, jika tidak ada manusia apakah 2 + 2 masih tetap 4; (2) matematisi intusionisme adalah manusi timpang yang buruk dengan menolak hukum logika p atau bukan p dan mengingkari ketakhinggaan, bahwa mereka hanya memiliki sedikit pecahan pada matematika masa kini. Intusionisme, menjawab keberata tersebut seperti berikut; tidak ada dapat diperbuat untuk manusia untuk mencoba membayangkansuatu dunia tanpa manusia; (2) Lebih baik memiliki sejumlah sejumlah kecil matematika yang kokoh dan ajeg dari pada memiliki sejumlah besar matematika yang kebanyakan omong kosong.
·         Logisisme
Logisisme memandang bahwa matematika sebagai bagian dari logika. Penganutnya antara lain G. Leibniz, G. Frege (1893), B. Russell (1919), A.N. Whitehead dan R. Carnap(1931). Pengakuan Bertrand Russell menerima logisime adalah yang paling jelas dan dalam rumusan yang sangat ekspilisit. Dua pernyataan penting yang dikemukakannya, yaitu (1) semua konsep matematika secara mutlak dapat disederhanakan pada konsep logika; (2) semua kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan melalui penarikan kesimpulan secara logika semata[17]. Menurut Ernest (1991), ada beberapa keberatan terhadap logisisme antara lain:
a.       Bahwa pernyataan matematika sebagai impilikasi pernyataan sebelumnya, dengan demikian kebenaran-kebenaran aksioma sebelumnya memerlukan eksplorasi tanpa menyatakan benar atau salah. Hal ini mengarah pada kekeliruan karena tidak semua kebenaran matematika dapat dinyatakan sebagai pernyataan implikasi.
b.      Teorema Ketidaksempurnan Godel menyatakan bahwa bukti deduktif tidak cukup untuk mendemonstrasikan semua kebenaran matematika. Oleh karena itu reduksi yang sukses mengenai aksioma matematika melalui logika belum cukup untuik menurunkan semua kebenaran matematika.
c.       Kepastian dan keajegan logika bergantung kepada asumsi-asumsi yang tidak teruji dan tidak dijustifikasi. Program logisis mengurangi kepastian pengetahuan matematika dan merupakan kegagalan prinsip dari logisisme. Logika tidak menyediakan suatu dasar tertentu untuk pengetahuan matematika.

E.      Matematika dan peradaban?
Meskipun peradaban manusia terus berubah dengan pesat, namun matematika senantiasa relevan dan menunjang terhadap perubahan peradaban tersebut.
Matematika telah memberikan kontribusi besar dalam kemajuan sains dan teknologi dan pada sejarahnya telah menggambarkan suatu pembangunan peradaban manusia.
Potret sejarah telah mengungkapkan bahwa kapanpun dan dimanapun suatu masyarakat memberikan titik berat terhadap matematika maka disanalah akan tercipta suatu kemajuan. Pengkajian sejarah lebih jauh diperoleh suatu fakta bahwa peradaban kuno berkaitan erat dengan perkembangan matematika atau dengan kata lain, sejarah peradaban manusia merupakan sejarah matematika. 














BAB III
KESIMPULAN

Matematika adalah sistematis, dengannya kita dapat men-sistematisasi-kan sesuatu atau membuat sesuatu menjadi teratur atau berurutan. Cara berfikir matematika adalah secara deduktif. Kesimpulan ditarik dari hal-hal yang bersifat umum, bukan dari hal-hal yang bersifat khusus, sehingga kita berfikir lebih menyeluruh dan rasional. Dalam kehidupan keseharian, kita dapat menyelesaikan masalah dengan lebih mudah bila menerapkan cara cara berfikir matematika yang sistematis dan rasional.













Daftar Pustaka
Bertens. (1974). History of  Philosophy Yunani . Yogyakarta: Kanisius


Marsigit.  Peran Intuisi dalam Matematika Menurut Immanuel Kant. Makalah Kom. Nas. Mat. Semarang diakses dari  


Sumarna, Cecep. 2008. Filsafat Ilmu. Bandung: Mulia Press.

Supatmono, Catur. 2002. Matematika Asyik. Jakarta: Grasindo.

Suria, Sumantri. (2003). Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.





[1] http://mathematica4fun.blogspot.com/2012/12/arti-matematika.html
[2] http://mathematica4fun.blogspot.com/2012/12/arti-matematika.html

[3] http://mathematica4fun.blogspot.com/2012/12/arti-matematika.html
[4] http://mathematica4fun.blogspot.com/2012/12/arti-matematika.html
[5] http://mathematica4fun.blogspot.com/2012/12/arti-matematika.html

[6] http://mathematica4fun.blogspot.com/2012/12/arti-matematika.html
[7] http://mathematica4fun.blogspot.com/2012/12/arti-matematika.html

[8] Ludwig, Widgestei, Tractatus Logico-Philosophicus (London: Roudledge & Kagan Paul, 1972), p 129 dikutip langsung dari Suria, Sumantri. (2003). Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
[9] Betrand Russel, On The Philosophy of Science. (New York : the Boobs-Merril 1965), hal 13 dikutip langsung dari Suria, Sumantri. (2003). Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
[10] Betrand Russel, Principia Mathematica: Vol.I(1990), Vol.II (1912), Vol.III (1913). (Cambridge:Cambridge University Press)  dikutip langsung dari Suria Sumantri. (2003). Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
[11] Stephen F. Barker, Philosophy of Mathematic (Englewood Cliffs, New Jersy: Prentice-Hall, 1964), hal.10  dikutip langsung dari Suria Sumantri. (2003). Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
[12] Griffits and Howson, Mathematic society and curricula. Cambridge university press p 7-9 dikutip langsung oleh Prof. Dr. Bertens. (1974). History of  Philosophy Yunani . Yogyakarta: Kanisius
[13]Ernes. P (1991). The Philosophy of Mathematic education. London: The Falmer press. Dikutip langsung oleh Mulyana, Endang. Sejarah dan Filsafat Matematika.
[14] Anglin, W. S. (1994). Mathematic: A concise History and Philosophy. New York: Spinger- verlag dikutip langsung oleh Mulyana, Endang. Sejarah dan Filsafat Matematika.
[15] Kant Imanuel, 1781. “The Critic of Pure Reason: Section III of opinion Knowledge and Believe. Translate by J.M. Meiklejohn. 2003 (http//Encarta.msn.com), dikutip langsung dari Peran Intuisi Dalam Matematika Oleh Dr. Marsigit
[16] Imbit 1
[17] Ernes. P (1991). The Philosophy of Mathematic education. London: The Falmer press. Dikutip langsung oleh Mulyana, Endang. Sejarah dan Filsafat Matematika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar