Kamis, 20 November 2014

PENELITIAN NARATIF DAN STUDI KASUS




PENELITIAN NARATIF DAN STUDI KASUS

              Dosen Pengampu: Prof. Dr. Zainal Rafli, M.Pd. dan Dr. Aceng Rahmat, M.Pd.



logoUNJ_5





Disusun Oleh :

Nuraini                        (7316130277)
Niklatul Hikmah         (7316130275)





MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar belakang masalah
Pengalaman dalam kehidupan individu diceritakan kepada orang lain. Mereka memberikan pandangan mereka tentang kelas, sekolah, masalah pendidikan dan latar dimana mereka bekerja. Ketika individu menceritakan kehidupannya kepada peneliti, mereka merasa didengarkan. Informasi yang mereka berikan kepada peneliti berupa cerita pengalaman-pengalaman pribadi. Data yang berupa cerita dilaporkan menggunakan desain penelitian naratif. Tujuan makalah ini mendefinisikan desain penelitian naratif, mengidentifikasi kapan penelitian naratif digunakan, menentukan karakteristik kunci, menentukan langkah-langkah dalam melakukan penelitian, dan menentukan daftar kriteria untuk mengevaluasi desain penelitian naratif.
Kata naratif (narrative) muncul dari verba to narrate yang artinya menceritakan atau mengatakan (to tell) suatu cerita secara detail. Dalam desain penelitian naratif, peneliti mendeskripsikan kehidupan individu, mengumpulkan, mengatakan cerita tentang kehidupan individu, dan menuliskan cerita atau riwayat pengalaman individu tertentu. Jelasnya, penelitian naratif berfokus pada kajian seorang individu. Daiute dan Lightfoot dalam Cresswell menyatakan penelitian naratif mempunyai banyak bentuk dan berakar dari disiplin (ilmu) kemanusiaan dan sosial yang berbeda (2007:53). Naratif bias berarti terma yang diberikan pada teks atau wacana tertentu, atau teks yang digunakan dalam konteks atas cara atau bentuk penyelidikan dalam penelitian kualitatif. Naratif dipahami sebagai sebuah teks tertulis atau tulisan yang memberikan sebuah catatan tentang suatu kejadian, peristiwa ataurangkaian kejadian, dan rangkaian peristiwa yang dihubungkan secara kronologis.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah dalam makalah ini mengenai:
1. Apa yang dimaksud dengan penelitian naratif ?
2. Kapan penelitian naratif digunakan?
3. Apa saja jenis-jenis penelitian naratif ?
4. Apa karakteristik kunci penelitian naratif ?
5. Apa langkah-langkah dalam melakukan penelitian naratif ?
6. Apa kriteria untuk  mengevaluasi penelitian naratif ?
7. Apa yang dimaksud studi kasus?
8. Apa saja jenis-jenis penelitian studi kasus?
9. Bagaimana prosedur dalam melaksanakan penelitian studi kasus?
10. Apa saja metode pengumpulan data dalam penelitian studi kasus?
11. Bagaimana menganalisis data dalam studi kasus?











BAB II
PEMBAHASAN

1.1      Definisi Penelitian Naratif
Penelitian naratif adalah laporan bersifat narasi yang menceritakan urutan peristiwa secara terperinci. Dalam desain penelitian naratif, peneliti menggambarkan kehidupan individu, mengumpulkan cerita tentang kehidupan orang-orang, dan menulis narasi pengalaman individu (Connelly & Clandinin, 1990). Penelitian naratif biasanya berfokus pada studi satu orang atau individu tunggal dan bagaimana individu itu memberikan makna terhadap pengalamannya melalui cerita-cerita yang disampaikan, pengumpulan data dengan cara mengumpulkan cerita, pelaporan pengalaman individu, dan membahas arti pengalaman itu bagi individu.
Penelitian naratif biasanya digunakan ketika peneliti ingin membuat laporan naratif dari cerita individu. Peneliti membuat ikatan dengan partisipan dengan tujuan supaya peneliti maupun partisipan merasa nyaman. Bagi partisipan berbagi cerita akan membuatnya merasa ceritanya itu penting dan merasa didengarkan.
Penelitian naratif juga digunakan ketika cerita memiliki kronologi peristiwa. Penelitian ini berfokus pada gambar mikroanalitik (cerita individu) daripada gambar yang lebih luas tentang norma kebudayaan, seperti dalam etnografi, atau teori-teori umum dan abstrak, seperti dalam grounded theory.
Desain penelitian naratif ditinjau secara luas dalam bidang pendidikan baru pada tahun 1990. Tokoh pendidikan D. Jean Clandinin dan Michael Connelly untuk pertama kalinya yang memberikan tinjauan penelitian naratif dalam bidang pendidikan. Mereka menyebutkan dalam tulisannya beberapa aplikasi penelitian naratif dalam ilmu sosial, menguraikan proses pengumpulan catatan-catatan naratif dan mendiskusikan struktur atau kerangka penelitian dan penulisan laporan penelitian naratif.
Tren atau kecenderungan mempengaruhi perkembangan penelitian naratif dalam bidang pendidikan. Cortazzi (1993) mengemukakan tiga faktor. Pertama, sekarang ini ada peningkatan perhatian pada refleksi guru. Kedua, perhatian lebih ditekankan pada pengetahuan guru (apa yang mereka tahu, bagaimana mereka berpikir, bagaimana mereka menjadi profesional, dan bagaimana mereka membuat tindakan dalam kelas). Ketiga, pendidik mencoba membawa suara guru ke permukaan dengan memberdayakan guru untuk melaporkan tentang pengalaman mereka.
1.2  Jenis-jenis penelitian naratif
Jika seorang peneliti berencana melaksanakan kajian naratif maka ia perlu mempertimbangkan tipe kajian naratif yang akan dilaksanakannya. Pendekatan pertama yang digunakan dalam penelitian naratif adalah membedakan tipe penelitian naratif melalui strategi analisis yang digunakan oleh pengarang (Cresswell, 2007:54). Polkinghorne dalam Cresswell (2007: 54) menyebutkan strategi tersebut menggunakan paradigm berpikir untuk menghasilkan deskripsi tema yang menggenggam sekaligus melintasi cerita atau system klasifikasi si pencerita. Analisis naratif ini menekankan peneliti untuk mengumpulkan deskripsi peristiwa atau kejadian dan kemudian mengkonfigurasikannya ke dalam cerita menggunakan sebuah alur cerita (plot).
             Chase dalam Cresswell (2007:55) menyajikan pendekatan yang tidak jauh berbeda dengan definisi analisis naratif milik Polkinghorne. Chase menyarankan bahwa peneliti boleh menggunakan alasan paradigmtik untuk kajian naratif, seperti bagaimana individu dimampukan dan dipaksa oleh sumber daya sosial, disituasikan secara social dalam penampilan interaktif, dan bagaimana pencerita membangun interpretasi.
Pendekatan kedua menekankan pada ragam bentuk yang ditemukan dalam praktik-praktik penelitian naratif. Contoh tipe bentuk penelitian naratif yang diambil dari Cresswell (2012:504), antara lain adalah otobiografi, biografi, dokumen pribadi, riwayat hidup, personal accounts, etnobiografi, otoetnografi. Jika peneliti merencanakan melakukan studi naratif, maka perlu mempertimbangkan jenis studi naratif apa yang akan dilakukan. Dalam studi naratif, untuk mengetahui jenis naratif apa yang akan digunakan memang penting, tetapi yang lebih penting adalah mengetahui karakteristik esensial dari tiap-tiap jenis. Lima pertanyaan berikut ini yang akan membantu dalam menentukan jenis studi naratif.
1.  Siapa yang menulis atau mencatat cerita?
Menentukan siapa yang menulis dan mencatat cerita individu adalah perbedaan mendasar dalam penelitian naratif. Biografi adalah bentuk studi naratif dimana peneliti menulis dan mencatat pengalaman orang lain. Naratif otobiografi individu yang menjadi subjek studi yang menulis laporannya.
2. Berapa banyak dari suatu kehidupan yang dicatat dan disajikan?
Riwayat hidup adalah suatu naratif dari keseluruhan pengalaman hidup seseorang. Fokusnya sering meliputi titik balik atau peristiwa penting dalam kehidupan individu. Dalam pendidikan, studi naratif secara khusus tidak meliputi laporan dari suatu keseluruhan kehidupan tetapi malah berfokus pada suatu bagian atau peristiwa tunggal dalam kehidupan individu.
3. Siapa yang memberikan cerita?
Faktor ini secara khusus relevan dalam pendidikan, dimana tipe pendidik atau tenaga pendidik menjadi fokus dalam beberapa studi naratif. Sebagai contoh, naratif guru merupakan personal account guru tentang pengalamannya di dalam kelas. Studi naratif yang lain berfokus pada siswa di dalam kelas. Beberapa individu yang lain dalam latar pendidikan dapat memberikan cerita, misalnya tenaga administrasi, pramusaji, tukang kebun dan tenaga kependidikan yang lain.
4. Apakah suatu pandangan teoretis digunakan?
Suatu pandangan teoretis dalam penelitian naratif adalah pedoman perspektif atau ideologi yang memberikan kerangka untuk menyokong dan menulis laporan. Pandangan teoretis untuk Amerika latin menggunakan pandangan “testimonios”, untuk cerita tentang wanita menggunakan perspektif  “feminist”.
5. Dapatkah bentuk naratif dikombinasikan?
Suatu studi naratif mungkin berupa biografi karena peneliti menulis dan melaporkan tentang partisipan dalam penelitiannya. Penelitian juga dapat berfokus pada suatu studi pribadi dari seorang guru. Hal ini dapat menunjukkan suatu peristiwa dalam kehidupan seorang guru, misalnya pemecatan guru dari sekolah, menghasilkan suatu naratif pribadi. Jika individunya seorang wanita, peneliti akan menggunakan perspektif teoretis “feminist” untuk menguji kekuatan dan mengontrol masalahnya. Pada akhirnya menghasilkan suatu naratif dari kombinasi beberapa unsur yang berbeda yaitu gabungan dari biografi, personal account, cerita guru, dan perspektif “feminist”.
1.3  Karakteristik kunci penelitian naratif
Penelitian naratif memiliki beberapa karakteristik bersama. Peneliti naratif mengeksplorasi suatu penelitian masalah pendidikan dengan memahami pengalaman individu. Tinjauan pustaka memainkan sedikit peran, khususnya dalam mengarahkan pertanyaan penelitian dan peneliti memberi tekanan pada pentingnya pengetahuan dari partisipan dalam suatu latar atau setting. Pengetahuan ini diperoleh dari cerita. Cerita merupakan data dan peneliti secara khusus mengumpulkannya melalui wawancara atau percakapan informal. Datanya disebut “field text” atau teks lapangan (Clandinin & Connelly, 2000), yang memberikan data kasar/mentah bagi peneliti untuk dianalisis seperti yang diceritakan berdasarkan unsur masalah, karakter, latar, tindakan dan resolusi. Peneliti membuat cerita naratif dan seringkali mengidentifikasi tema-tema atau kategori-kategori yang muncul. Peneliti menulis atau menyusun kembali cerita menurut kronologi kejadian, mendeskripsikan penglaman masa lalu, sekarang dan masa depan dalam latar atau konteks tertentu. Sepanjang proses mengumpulkan dan menganalisis data, peneliti berkolaborasi dengan partisipan, kemudian peneliti dapat menjalin cerita menjadi laporan akhir.
Tujuh karakteristik utama penelitian naratif yaitu: pengalaman individu, kronologi pengalaman, pengumpulan cerita, restorying, coding tema, konteks atau latar dan kolaborasi. Tujuh karakteristik ini menjadi pusat penelitian.
Peneliti naratif berfokus pada pengalaman satu individu atau lebih. Peneliti mengeksplorasi pengalaman-pengalaman individu. Pengalaman yang dimaksud pengalaman pribadi dan pengalaman sosial. Penelitian naratif berfokus memahami pengalaman masa lalu individu dan bagaimana pengalaman itu memberi kontribusi pada pengalaman masa sekarang dan masa depan.
Memahami masa lalu individu seperti juga masa sekarang dan masa depan adalah salah satu unsur kunci dalam penelitian naratif. Peneliti naratif menganalisis suatu kronologi dan melaporkan pengalaman individu. Ketika peneliti berfokus pada pemahaman pengalaman ini, peneliti memperoleh informasi tentang masa lalu, masa sekarang dan masa depan partisipan. Kronologi yang dimaksud dalam penelitian naratif adalah peneliti menganalisis dan menulis tentang kehidupan individu menggunakan urutan waktu menurut kronologi kejadian (Cortazzi, 1993).
Peneliti memberi tekanan pada pengumpulan cerita yang diceritakan oleh individu kepadanya atau dikumpulkan dari beragam field texts. Cerita dalam penelitian naratif adalah orang pertama langsung secara lisan yang mengatakan atau menceritakan. Cerita biasanya memiliki awal, tengah dan akhir. Cerita secara umum harus terdiri dari unsur waktu, tempat, plot dan adegan.
Peneliti naratif mengumpulkan cerita dari beberapa sumber data. Field texts dapat diwakili oleh informasi dari sumber lain yang dikumpulkan oleh peneliti dalam desain naratif. Cerita dikumpulkan dengan cara diskusi, percakapan atau wawancara.
Cerita pengalaman individu yang diceritakan kepada peneliti diceritakan kembali dengan kata-kata sendiri oleh peneliti. Peneliti melakukan ini untuk menghubungkan dan mengurutkannya. Restorying adalah proses dimana peneliti mengumpulkan cerita, menganalisisnya dengan unsur kunci cerita (waktu, tempat, plot dan adegan) dan kemudian menulis kembali cerita itu untuk menempatkannya dalam urutan kronologis. Ada beberapa tahap untuk melakukan restory:
1. Peneliti melakukan wawancara dan mencatat percakapan dari rekaman suara.
2. Peneliti mencatat data kasar/mentah dengan mengidentifikasi unsur kunci cerita.
3. Peneliti menceritakan kembali dengan mengorganisir kode kunci menjadi suatu rangkaian atau urutan. Rangkaian yang dimaksud adalah latar (setting), tokoh atau karakter, tindakan, masalah dan resolusi.
Peneliti naratif dapat memberi kode dari cerita atau data menjadi tema-tema atau kategori-kategori. Identifikasi tema-tema memberikan kompleksitas sebuah cerita dan menambah kedalaman untuk menjelaskan tentang pemahaman pengalaman individu. Peneliti menggabungkan tema-tema menjadi kalimat mengenai cerita individu atau memasukannya sebagai bagian terpisah dalam suatu penelitian. Peneliti naratif secara khusus memberi tema utama setelah proses restory.
Peneliti menggambarkan secara terperinci latar atau konteks dimana pengalaman individu menjadi pusat fenomenanya. Ketika melakukan restory cerita partisipan dan menentukan tema, peneliti memasukkan rincian latar atau konteks pengalaman partisipan. Latar atau setting dalam penelitian naratif boleh jadi teman-teman, keluarga, tempat kerja, rumah dan organisasi sosial atau sekolah.
Peneliti dan partisipan berkolaborasi sepanjang proses penelitian. Kolaborasi dalam penelitian naratif yaitu peneliti secara aktif meliput partisipannya dalam memeriksa cerita yang dibukakan atau dikembangkan. Kolaborasi bisa meliputi beberapa tahap dalam proses penelitian dari merumuskan pusat fenomena sampai menentukan jenis field texts yang akan menghasilkan informasi yang berguna untuk menulis laporan cerita pengalaman individu. Kolaborasi meliputi negoisasi hubungan antara peneliti dan partisipan untuk mengurangi potensi gap atau celah antara penyampai naratif dan pelapor naratif. Kolaborasi juga termasuk menjelaskan tujuan dari penelitian kepada partisipan, negoisasi transisi dari mengumpulkan data sampai menulis cerita dan menyusun langkah-langkah untuk berbaur dengan partisipan dalam penelitian.
1.4  Langkah-langkah dalam melakukan penelitian naratif
Pendidik/peneliti yang melakukan studi naratif melewati proses yang sama tanpa memperhatikan jenis atau bentuk penelitian naratif. Prosesnya terdiri dari tujuh langkah utama, khususnya selama peneliti melakukan studi naratif. Pada bagian berikut ini akan dibahas tujuh langkah dalam melakukan penelitian naratif. Sumber: Creswell, 2008
1. Mengidentifikasi satu pusat fenomena untuk dieksplorasi yang menunjukkan suatu masalah pendidikan. Proses penelitian dimulai dengan memfokuskan pada masalah penelitian untuk diteliti dan diidentifikasi. Satu pusat fenomena untuk dieksplorasi. Walaupun fenomena yang ditarik dalam penelitian adalah cerita (Connelly & Clandinin, 1990), tetapi peneliti perlu untuk mengidentifikasi suatu masalah atau keprihatinan peneliti pada suatu kondisi/keadaan tertentu. Peneliti berusaha untuk memahami pengalaman pribadi atau sosial dari seorang individu atau lebih dalam lingkup pendidikan.
2. Secara sengaja (purposefully) memilih seorang individu untuk mempelajari tentang satu fenomena tersebut. Peneliti mencari seorang individu atau lebih yang dapat memberikan suatu pemahaman tentang fenomena itu. Partisipan mungkin seseorang yang khas atau seseorang yang sangat penting untuk penelitian karena ia telah mengalami masalah tertentu atau situasi tertentu. Walaupun kebanyakan studi naratif meneliti hanya individu tunggal, peneliti dapat meneliti beberapa individu dalam penelitian, masing-masing dengan cerita berbeda yang dapat menimbulkan konflik atau malah saling mendukung satu sama lain.
3. Mengumpulkan cerita dari individu tersebut. Peneliti mengumpulkan field texts (data) yang akan memberikan cerita dari pengalaman partisipan. Boleh jadi langkah terbaik untuk mengumpulkan cerita adalah memiliki cerita partisipan tentang pengalamannya melalui percakapan atau wawancara. Peneliti dapat mengumpulkan field texts atau teks lapangan dari sumber yang lain juga, seperti jurnal atau catatan harian, mengamati individu dan membuat “fieldnote” atau catatan lapangan, mengumpulkan surat-surat yang dikirim oleh individu, mengumpulkan cerita individu dari anggota keluarganya, mengumpulkan dokumen-dokumen resmi mengenai individu, mengumpulkan foto-foto dan barang-barang pribadi yang lain dan mencatat pengalaman-pengalaman hidup individu.
4. Restory atau menceritakan kembali cerita individu. Proses ini meliputi pemeriksaan data kasar/mentah, mengidentifikasi unsur-unsur cerita di dalamnya, mengurutkan atau mengorganisir unsur-unsur cerita dan menyajikan ulangan cerita yang menggambarkan pengalaman partisipan. Peneliti melakukan restory karena pendengar dan pembaca akan lebih memahami cerita yang diceritakan oleh partisipan jika peneliti mengurutkan menjadi urutan yang logis. Apakah peneliti mengeidentifikasi unsur-unsur cerita? Bagaimana peneliti mengurutkan dan mengorganisir unsur-unsur cerita? Peneliti naratif membedakan unsur-unsur cerita menjadi pilihan, misalnya, waktu, tempat, plot, dan adegan merupakan unsur utama terdapat dalamrestory oleh peneliti (Connelly & Clandinin, 1990).
5. Berkolaborasi dengan partisipan yang memberi cerita. Peneliti secara aktif berkolaborasi dengan partisipan sepanjang proses penelitian. Kolaborasi ini dapat mengasumsikan beberapa bentuk, seperti negoisasi masuk ke tempat penelitian dan negoisasi dengan partisipan, bekerja secara dekat dengan partisipan supaya mendapatkan field texts untuk memahami pengalaman partisipan, menulis dan menceritakan cerita dalam kalimat atau kata-kata peneliti sendiri.
6. Menulis laporan naratif tentang pengalaman partisipan. Langkah utama dalam proses penelitian adalah supaya peneliti menulis dan menyajikan cerita dari pengalaman partisipan. Restorying peneliti tentu saja merupakan pusat dalam laporan naratif. Selanjutnya peneliti harus memasukkan suatu analisis untuk menyoroti tema khusus yang muncul sepanjang cerita.
7. Validasi keakuratan laporan. Peneliti juga perlu melakukan validasi keakuratan dari laporan naratifnya. Ketika berkolaborasi dengan partisipan, validasi ini dapat terjadi melalui kegiatan penelitian. Beberapa validasi praktis seperti member checking, triangulasi di antara sumber-sumber data dan mencari bukti-bukti dapat membantu menentukan keakuratan dan kredibilitas laporan naratif.
1.5  Mengevaluasi penelitian naratif
Sebagai salah satu bentuk penelitian kualitatif, penelitian naratif perlu konsisten dengan kriteria penelitian kualitatif. Ada aspek-aspek spesifik naratif dalam membaca dan mengevaluasi studi naratif yang harus dipertimbangkan. Daftar pertanyaan berikut ini dapat digunakan untuk mengevaluasi laporan penelitian naratif.
·      Apakah peneliti berfokus pada pengalaman individu?
·      Apakah fokus pada seseorang atau beberapa orang individu?
·      Apakah peneliti mengumpulkan cerita suatu pengalaman individu?
·      Apakah peneliti malakukan restory cerita partisipan?
·      Dalam restorying, apakah suara partisipan terdengar seperti suara peneliti?
·      Apakah peneliti mengidentifikasi tema-tema yang muncul dari cerita?
·      Apakah cerita ini termasuk informasi tentang tempat atau latar dari individu?
·      Apakah cerita memiliki kronologis, urutan temporal termasuk masa lalu, sekarang, dan masa depan?
·      Apakah ada bukti peneliti berkolaborasi dengan partisipan?
·      Apakah cerita itu cukup menjawab tujuan dan pertanyaan peneliti?
1.6  Pengertian Penelitian Studi Kasus
Penilitian kasus atau studi kasus adalah sebuah eksplorasi dari “suatu sistem yang terikat” atau “suatu kasus/beragam kasus” yang dari waktu ke waktu melalui pengumpulan data yang mendalam serta melibatkan berbagai sumber informasi yang “kaya” dalam suatu konteks. Sistem terikat ini diikat oleh waktu dan tempat sedangkan kasus dapat dikaji dari suatu program, peristiwa, aktivitas atau suatu individu. Dengan perkataan lain, studi kasus merupakan penelitian dimana peneliti menggali suatu fenomena tertentu (kasus) dalam suatu waktu dan kegiatan (program, even, proses, institusi atau kelompok sosial) serta mengumpulkan informasi secara terinci dan mendalam dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama periode tertentu (Creswell, 2007:73).
Penelitian studi kasus melibatkan kajian isu yang dieksplorasi melalui satu atau lebih kasus dalam sistem yang terikat. Atau dengan kata lain penelitian studi kasus adalah pendekatan kualitatif di mana peneliti mengeksplorasi sebuah sistem yang terikat (kasus) atau sistem majemuk yang terikat (kasus-kasus) dalam suatu waktu melalui koleksi data yang detail dan mendalam, melibatkan sumber informasi majemuk (misalnya, observasi, wawancara, materi audiovisual, dokumen, dan laporan).
 Penelitian ini memusatkan diri secara intensif pada satu obyek tertentu yang mempelajarinya sebagai suatu kasus. Sebagai sebuah studi kasus maka data yang dikumpulkan berasal dari berbagai sumber dan hasil penelitian ini hanya berlaku pada kasus yang diselidiki. Penelitian studi kasus ini dimaksudkan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang masalah keadaan dan posisi suatu peristiwa yang sedang berlangsung saat ini, serta interaksi lingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apa adanya (given). Subjek penelitian dapat berupa individu, kelompok, institusi atau masyarakat. Penelitian studi kasus merupakan studi mendalam mengenai unit sosial tertentu dan hasil penelitian tersebut memberikan gambaran luas serta mendalam mengenai unit sosial tertentu. Subjek yang diteliti relatif terbatas, namun variabel-variabel dan fokus yang diteliti sangat luas dimensinya. Disamping itu, studi kasus yang baik harus dilakukan secara langsung dalam kehidupan sebenarnya dari kasus yang diselidiki. Walaupun demikian, data studi kasus dapat diperoleh tidak saja dari kasus yang diteliti, tetapi juga dapat diperoleh dari semua pihak yang mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik.
Menururt Lincoln dan Guba (Dedy Mulyana, 2004: 201) penggunaan studi kasus sebagai suatu metode penelitian kualitatif memiliki beberapa keuntungan, yaitu :
1.      Studi kasus dapat menyajikan pandangan dari subjek yang diteliti.
2.      Studi kasus menyajikan uraian yang menyeluruh yang mirip dengan apa yang dialami pembaca di kehidupan sehari-hari.
3.      Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara peneliti dan responden.
4.      Studi kasus dapat memberikan uraian yang mendalam yang diperlukan bagi penilaian atau transferabilitas.
Pada dasarnya penelitian dengan jenis studi kasus bertujuan untuk mengetahui tentang sesuatu hal secara mendalam. Maka dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode studi kasus untuk mengungkap tentang konsep diri dan faktor yang melatarbelakangi suatu kasus dengan harapan akan mendapatkan deskripsi yang jelas tentang data serta informasi yang dibutuhkan agar tetap in fact, sesuai dengan fakta yang ada, bukan rekaan semata.
Peneliti menggunakan metode studi kasus  karena peneliti mengganggap kejadiaan ini adalah suatu kejadian  yang ganjal dan harus di pecahkan permasalahannya.
1.7  Tipe-tipe Penelitian Studi Kasus
        Cresswell (2007:74) membagi penelitian studi kasus menjadi tiga tipe, yaitu:
a.       Penelitian studi kasus intrumental tunggal
Penelitian studi kasus instrumental tunggal adalah penelitian studi kasus yang dilakukan dengan menggunakan sebuah kasus untuk menggambarkan suatu isu atau perhatian. Pada penelitian ini, penelitinya memperhatikan dan mengkaji suatu isu yang menarik perhatiannya, dan menggunakan sebuah kasus sebagai sarana (instrumen) untuk menggambarkannya secara terperinci.
b.      Penelitian studi kasus kolektif
Adalah penelitian studi kasus yang menggunakan banyak (lebih dari satu) isu atau kasus di dalam suatu penelitian. Penelitian ini dapat terfokus pada hanya satu isu atau perhatian dan memanfaatkan banyak kasus untuk menjelaskannya. Disamping itu, penelitian ini juga dapat hanya  menggunakan satu kasus (lokasi), tetapi dengan banyak isu atau perhatian yang diteliti.
c.       Penelitian studi kasus intrinsik
Adalah penelitian yang dilakukan pada suatu kasus yang memiliki kekhasan dan keunikan yang tinggi. Fokus penelitian ini adalah pada kasus itu sendiri, baik sebagai lokasi, program, kejadian atau kegiatan. Penelitian ini  mirip dengan penelitian  naratif yang telah dijelaskan sebelumnya tetapi memiliki prosedur kajian yang lebih terperinci kepada kasus dan kaitannya dengan lingkungan di sekitarnya secara terintegrasi dan apa adanya.
1.8  Prosedur Melaksanakan Studi Kasus
a. Peneliti menentukan pendekatan studi kasus tepat untuk masalah yang diteliti. Peneliti dapat mengidentifikasi kasus secara jelas dalam batas tertentu, memiliki pemahaman mendalam terhadap kasus atau mampu melakukan perbandingan beberapa kasus.
b. Peneliti perlu mengidentifikasi kasus atau kasus-kasus yang akan ditelitinya. Kasus ini mungkin melibatkan individu, beberapa individu, sebuah program, kejadian, atau sebuah aktivitas atau kegiatan. Untuk melakukan penelitian studi kasus, Creswell menyarankan penelitinya untuk mempertimbangkan kasus-kasus yang berpotensi sangat baik dan bermanfaat.
c. Peneliti melakukan analisis terhadap kasus. Analisis kasus dapat dilakukan dalam dua (2) jenis, yaitu analisis holistik (holistic) terhadap kasus, atau analisis terhadap aspek tertentu atau khusus dari kasus. Melalui pengumpulan data, suatu penggambaran yang terperinci akan muncul dari kajian peneliti terhadap sejarah, kronologi terjadinya kasus, atau gambaran tentang kegiatan dari hari ke hari dari kasus tersebut. Lalu yang kedua adalah tema-tema hasil kajian dikaji saling-silangkan dengan menggunakan analisis saling-silang kasus atau yang disebut sebuah cross-case analysis, dan melakukan pemaknaan serta mengintegrasikan makna-makna yang berhasil digali dari kasus-kasus tersebut.
d.      Peneliti melaporkan makna-makna yang dapat dipelajari, baik pembelajaran terhadap isu yang berada di balik kasus yang dilakukan melalui penelitian kasus instrumental, maupun pembelajaran dari kondisi yang unik atau jarang yang dilakukan melalui penelitian studi kasus mendalam (intrinsic case study).

1.9  Metode Pengumpulan Data
1.      Metode Interview (Wawancara)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan pewawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Peneliti memilih metode wawancara karena dengan metode ini akan mendapatkan informasi yang valid dan langsung dari sumbernya. Dengan wawancara, peneliti dapat mengarahkan pembicaraan kepada substansi penelitian, sehingga informasi yang dikumpulkan bukan sekedar rekaan semata.
Adapun mengenai model wawancara yang peneliti gunakan ialah wawancara bebas terpimpin, dimana dalam melakukan wawancara peneliti tidak secara sengaja mengarahkan tanya jawab pada pokok persoalan dari fokus penelitian namun tetap menggunakan panduan pokok-pokok masalah yang diteliti. Seirama dengan model wawancara di atas, Opinion Interview juga akan peneliti gunakan. Wawancara ini dilaksanakan demi mendapatkan pendapat dari sumber berita. Wawancara dianggap selesai apabila sudah menemui titik jenuh, yaitu sudah tidak ada lagi hal yang ditanyakan
2.      Observasi
Observasi atau pengamatan langsung yang dimaksudkan disini ialah dimana peneliti secara langsung ikut terlibat dalam obyek penelitian. Dalam melaksanakan pengamatan ini sebelumnya peneliti akan mengadakan pendekatan dengan subjek penelitian sehingga terjadi keakraban antara peneliti dengan subjek penelitian.
3.      Metode Dokumentasi
Dokumentasi mempunyai peranan penting dalam dunia penelitian, penelitian yang dilakukan oleh peneliti biasanya hanya terbatas pada satu bidang ilmu saja, semua pekerjaan dan layanan dokumentasi serta data yang ada pada dokumen merupakan alat penting bagi peneliti.
Dalam melaksanakan metode ini peneliti memiliki barang-barang tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, foto, diary, peraturan-peraturan dan lain sebagainya. Dokumen  sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data, karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan.
2.1 Analisis Data
            Peneliti menganalisa data yang terkumpul mulai  dari mengagregasi, mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat dikelola. Agregasi merupakan ‎proses mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data. Data dapat diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi. Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data ‎dan setelah semua data terkumpul atau setelah selesai dari lapangan.











BAB III
PENUTUP

C. Kesimpulan
            Penelitian naratif sebagai suatu bentuk populer dari penelitian kualitatif. Penelitian naratif menjadi suatu cara untuk melakukan studi tentang guru, siswa dan tenaga kependidikan lainnya dalam latar pendidikan. Penelitian naratif mendeskripsikan pengalaman hidup individu, mengumpulkan cerita (data), menceritakan kembali dan menulis laporan naratif tentang pengalaman-pengalaman individu. Studi kualitatif ini berfokus pada mengidentifikasi pengalaman individu tunggal atau beberapa individu dan memahami pengalaman masa lalu, sekarang dan masa depannya.
            Peneliti naratif mengumpulkan cerita dari individu dan menceritakan kembali cerita partisipannya menjadi suatu kerangka kronologi karakter, latar, tindakan, masalah dan tindakan resolusinya. Peneliti dapat mengumpulkan ”field texts” atau teks lapangan dan membentuknya menjadi tema-tema atau kategori-kategori dan mendeskripsikan secara terperinci latar atau konteks cerita. Peneliti menekankan kolaborasi dengan partisipan sepanjang proses penelitian.
            Langkah-langkah dalam melakukan penelitian naratif adalah mengidentifikasi masalah yang sesuai untuk penelitian naratif dan memilih satu partisipan atau lebih untuk melakukan studi. Peneliti kemudian mengumpulkan cerita-cerita dari partisipan tentang pengalaman hidupnya dan menceritakan kembali cerita untuk membentuk kronologi kejadian termasuk karakter tokoh, latar, masalah, tindakan dan resolusi. Sepanjang proses ini peneliti berkolaborasi dengan partisipan dan cerita yang disusun oleh peneliti menceritakan pengalaman hidup partisipan.
           
            Studi kasus merupakan sebuah eksplorasi dari sistem pembatasan sebuah kasus (atau multiple kasus) secara terperinci , pengumpulan data secara mendalam baik melalui berbagai sumber informasi. Studi kasus menjadi berguna apabila seseorang/peneliti ingin memahami suatu permasalahan atau situasi tertentu dengan amat mendalam dan dimana orang dapat mengidentifikasi kasus yang kaya dengan informasi, kaya dalam pengertian bahwa suatu persoalan besar dapat dipelajari dari beberapa contoh fenomena dan biasanya dalam bentuk pertanyaan. Studi kasus pada umumnya berupaya untuk menggambarkan perbedaan individual atau variasi “unik” dari suatu permasalahan. Suatu kasus dapat berupa orang, peristiwa, program, insiden kritis/unik atau suatu komunitas dengan berupaya menggambarkan unit dengan mendalam, detail, dalam konteks dan secara holistik.
Demikian pun dalam pengumpulan datanya yang diambil dari berbagai sumber informasi, karena studi kasus melibatkan pengumpulan data yang “kaya” untuk membangun gambaran yang mendalam dari suatu kasus. Analisis datanya memerlukan banyak sumber data untuk menentukan bukti pada setiap fase dalam evolusi kasusnya.

D.  Daftar Pustaka
Clandinin, D. J., & Connelly, F. M. (1990). Stories of experience and narrative inquiry. Educational Researcher, 1S(5), 2—14.
Clandinin, D. J., & Connelly, F. M. (2000). Narrative inquiry: experience and story in qualitative research. San Francisco: Jossey-Bass.
Cortazzi, M. (1993). Narrative analysis. London: Falmer Press.
Creswell, J. W (2007). Qualitative inquiry and research design. London, New Delhi. Sage Publication, Inc.
Creswell, J. W.(2008). Educational research, planning, conducting, and evaluating   quantitative  and qualitative research. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Creswell, J. W.(2010). Research design, penedekatan kualitatif, kuantitaif, dan mixed 3rd ed. (Terjemahan Achmad Fawaid). Thousand Oaks, CA : Sage. (Buku asli diterbitkan tahun 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar