Kamis, 20 November 2014

STRUKTUR PENELITIAN DAN PENULISAN ILMIAH



STRUKTUR PENELITIAN DAN PENULISAN ILMIAH

Makalah Ini Disusun Sebagai Tugas Kelompok
 Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu:
 Dr. Endang Koenmarjati, M.Pd


Oleh:
Nurrahmah
Mida Sulfiana
Anis

PENDIDIKAN BAHASA
PROGRAM PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Penelitian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memecahkan suatu masalah dengan metode ilmiah.[1] Artinya, kegiatan meneliti adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilaksanakan berdasarkan langkah-langkah tertentu, yang logis dan sistematis. Oleh karena itu, hal yang penting yang harus diketahui oleh seorang peneliti adalah teknik pelaksanaan penelitian tersebut. Selain itu, terdapat juga hal lain yang lebih penting dalam sebuah penelitian yaitu memahami dasar pikiran yang melandasi penelitian tersebut. oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas tentang rambu-rambu pikiran yang merupakan tema pokok sebuah proses penelitian. 
Tema pokok merupakan hal yang harus dikuasai oleh seorang peneliti. Penguasaan tema pokok dengan baik akan mudah dalam mengembanngkan berbagai variasi dari tema pokok tersebut. Oleh karena itu, pembahasan tema pokok tersebut akan dijabarkan secara kronologis dari metode keilmuan. Dengan demikian, seorang peneliti akan mengetahui sebuah struktur penelitian tersebut.
Dalam kegiatan keilmuan, khususnya penelitian ilmiah, peneliti tidak hanya harus menguasai struktur dan teknik penelitian yang benar, tetapi peneliti juga harus mampu mengomunikasikan penelitian tersebut secara tertulis. Penulisan ini disebut dengan penulisan keilmuan atau penulisan ilmiah. penulisan ilmiah tentunya harus mengikuti aturan-aturan ilmiah. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas dua hal, yaitu bagaimana struktur penelitian ilmiah dan bagaimana penulisan ilmiah dari penelitian tersebut.










BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengajuan Masalah
      Sebagaimana yang telah dikatakan di awal bahwa penelitian dilakukan untuk memecahkan suatu masalah. Itu artinya, suatu penelitian berangkat dari adanya sebuah masalah. Oleh karena itu, pengajuan masalah melakukan langkah pertama yang terdapat dalam suatu penelitian ilmiah.[2]
      Secara kronologis terdapat enam kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti dalam langkah pengajuan masalah. Keenam kegiatan tersebut adalah latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian. Berikut akan diuraikan mengenai kegiatan tersebut.
2.1.1 Latar Belakang Masalah
      Suatu gejala baru dapat dikatakan sebuah masalah bila gejala tersebut terdapat dalam situasi tertentu. Misalnya, sebuah mobil yang dengan tenang parkir di sebuah garasi bukan masalah, tapi jika mobil itu berhenti di tengah jalan karena mogok akan menimbulkan masalah. Hal itu dikarenakan bisa mengganggu lalu lintas. Begitu pula dengan bahasa Syahrini, jika bahasa ini digunakan dalam bahasa sehari-hari tentu tidak akan menjadi sebuah masalah. Hal itu dikarenakan bahasa tersebut masih bersifat komunikatif. Akan tetapi, pengunaan bahasa tersebut tentu akan menjadi sebuah masalah ketika kita menggunakannya dalam sebuah karya ilmiah.  
Pada hakikatnya sebuah masalah tidak pernah berdiri sendiri. Sebuah masalah terisolasi dari faktor-faktor lain. Ia selalu terdapat konstelasi yang merupakan latar belakang dari suatu masalah tersebut. oleh karena itu, dalam penulisan sebuah karya ilmiah perlu diuraikan latar belakang masalah dilakukannya suatu penelitian.
2.1.2 Identifikasi Masalah
            Suatu hal yang kelihatannya paradoks, bila ditinjau sepintas lalu, pemecahan sebuah masalah akan menimbulkan masalah baru pula. Misalnya, pengembangan sebuah metode baru dalam pengajaran bahasa akan menimbulkan berbagai masalah lainnya juga,seperti tingkat efisiensi metode baru tersebut dengan metode lama, bagaimana penerapan metode baru tersebut, apakah diperlukan berbagai media tertentu, dan juga apakah pengembangan metode baru tersebut akan menimbulkan manfaat dalam semua proses pengajaran bahasa. Begitulah suatu faktor baru akan menjalin suatu hubungan sebab akibat dengan berbagai faktor yang telah ada.
            Dalam konstelasi yang bersifat situasional ini, kita dapat mengidentifikasikan obyek yang menjadi masalah. Identifikasi masalah merupakan suatu tahap permulaan dari penguasaan masalah di mana suatu obyek dalam suatu jalinan situasi tertentu dapat kita kenali sebagai suatu masalah.[3] Seperti contoh mobil yang mogok, dengan mudah kita mengenalinya itu masalah.  Demikian juga, dalam lingkup peningkatan pemerataan kesempatan menikmati pendidikan, inovasi seperti pendidikan nonformal merupakan sebuah masalah. Mampukah pendidikan nonformal berperan sebagai bentuk alternative bagi pendidikan? Mungkinkah pendidikan nonformal diterapkan dalam situasi sekarang? Apakah pendidikan nonformal tidak menurunkan mutu pendidikan? Begitulah langkah mengidentifikasi masalah.
2.1.3 Pembatasan Masalah
            Sebagaimana yang terlihat pada identifikasi masalah, ternyata identifikasi masalah memberikan kepada kita sejumlah pertanyaan yang begitu banyak. Padahal sebuah penelitian yang baik, lebih baik menghasilkan dua atau tiga hipotesis yang teruji daripada sejumlah penemuan yang kurang dapat dipertanggungjawabkan.  Oleh karena itu, langkah ketiga dalam pengajuan masalah adalah membatasi masalah.
            Permasalahan yang akan diteliti harus dibatasi terlebih dahulu ruang lingkupnya. Pembatasan masalah merupakan upaya untuk menetapkan batas-batas permasalahan dengan jelas, yang memungkinkan kita untuk mengidentifikasikan faktor mana saja yang termasuk dalam lingkup permasalahan.[4] Misalnya, kita memilih studi perbandingan dilihat dari efektivitas prestasi belajar. Efektivitas prestasi belajar harus dibatasi masalahnya, sebab kita tidak mungkin meneliti efektivitas seluruh mata pelajaran atau membatasi pada beberapa mata pelajaran saja. Dengan pembatasan masalah, kita akan mendapatkan fokus masalah yang memungkinkan kita untuk merumuskan masalah dengan baik
2.1.4 Perumusan Masalah
            Kegiatan keempat dalam pengajuan masalah adalah merumuskan masalah. Perumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan apa saja yang ingin kita carikan jawabannya.[5] Perumusan masalah dijabarkan dari identifikasi dan pembatasan masalah. Dengan kata lain, perumusan masalah merupakan pernyataan lengkap dan terperinci mengenai ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah.
2.1.5 Tujuan Penelitian
            Setelah masalah dirumuskan dengan baik, maka seorang peneliti menyatakan tujuan penelitiannya. Tujuan penelitian adalah pernyataan mengenai ruang lingkup dan kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan.[6]
2.1.6 Kegunaan Penelitian
            Setelah dibahas tujuan penelitian, maka kegiatan terakhir dalam langkah pengajuan masalah adalah kegunaan penelitian. Kegunaan penelitian merupakan manfaat yang dapat dipetik dari pemecahan masalah yang didapat dari penelitian.[7]
2.2  Penyusunan Kerangka Teoretis
Penyusunan kerangka teoretis dilakukan setelah pengajuan masalah. Pada tahap ini, proses penelitian dilakukan dengan mencari teori-teori, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan landasan teoretis. Selanjutnya, pengajuan hipotesis menjadi landasan dalam penyusunan kerangka berpikir. Hipotesis yaitu dugaan sementara terhadap permasalahan yang diajukan dalam sebuah penelitian. Dalam memecahkan permasalahan, terdapat dua cara antara lain cara ilmiah dan non-ilmiah. Dalam penelitian ilmiah tentu saja pemecahan masalah harus dilakukan dengan cara ilmiah. Cara ilmiah ini dijadikan sebagai dasar argumentasi untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian. Sebagai contoh masalah dalam penelitian berikut ini, peneliti ingin melihat perbandingan dalam prestasi belajar bahasa inggris disekolah formal dan sekolah nonformal. Maka, untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mempergunakan pengetahuan ilmiah yang relevan tentang hakikat dari pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pengajaran bahasa Inggris. Proses analisis yang digunakan untuk permasalahan tersebut yaitu berupa pengkajian teoretis.
Upaya yang perlu dilakukan untuk pemecahan persoalan tersebut dengan cara sebagai berikut:
Pertama, peneliti mencoba mengkaji berdasarkan pengetahuan ilmiah mengenai karakteristik pendidikan formal dan nonformal antara lain: (1) apakah yang disebut pendidikan formal dan nonformal itu?, (2) bagaimana cara pendidikan dilakukan?, (3) apakah prasarana dan sarana yang dipergunakan?, (4) bagaimana caranya mengembangkan kurikulum?, (5) bagaimana caranya melakukan bimbingan?, (6) teknik evaluasi apa yang digunakan?. Dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan tersebut akan memudahkan peneliti dalam men-segmentasikan masalah-masalah, sehingga penjabarannya akan jelas.
Kedua, dengan cara membandingkan antara pendidikan formal dan nonformal. Upaya yang dapat dilakukan yakni membandingkan perbedaan karakteristik yang ada pada masing-masing jenis pendidikan tersebut. Peneliti berusaha melihat, apakah perbedaan yang bersifat karakteristik dalam proses belajar mengajar? Adakah perbedaan dalam pemberian bimbingan? Adakah perbedaan dalam peranan guru? Berbedakah aktivitas murid dalam proses belajar tersebut? Serta di mana letak perbedaan dalam pelaksanaan penilaian?
Dari kedua upaya tersebut peneliti mencoba mengidentifikasi perbedaan diantara keduanya. Jika terdapat perbedaan prestasi belajar dari kedua bentuk pendidikan tersebut maka, terkait juga dengan perbedaan karakteristik dari kedua bentuk sekolah. Setelah mengalami beberapa proses di atas, maka dapat dibentuk kesimpulan yakni, bentuk pendidikan manakah yang akan menghasilkan pretasi belajar bahasa Inggris yang lebih baik?  Dan argumentasi manakah yang dapat dikemukakan untuk menjelaskan hal itu?. Kesimpulan tersebut merupakan hipotesis yang membutuhkan analisis yang dilakukan dengan tidak asal-asalan.
Pada dasarnya metode ilmiah dapat disimpulkan dengan dua cara antara lain:
1.    Pengajuan hipotesis yang merupakan kerangka teoretis secara deduktif.
2.    Pengumpulan data secara empiris untuk menguji apakah kenyataan yang sebenarnya mendukung atau menolak hipotesis.
Dalam bukunya, Jujun S.Sumantri mencantumkan semboyan ilmiah yang pada hakikatnya harus dijunjung tinggi oleh peneliti.
“ Yakinkan secara logis dengan kerangka teoretis ilmiah dan buktikan secara empiris dengan pengumpulan fakta yang relevan”[8]
Kutipan tersebut mengandung maksud tentang hakikat peneliti yang seharusnya dilakukan. Seorang ilmuwan boleh tidak menerima hasil penelitian jika kerangka teoretis dalam pengajuan hipotesisnya belum meyakinkan.
Adapun kerangka teoretis yang dapat menguatkan argumentasi maka perlu memenuhi beberapa syarat yakni, teori-teori yang digunakan  haruslah merupakan teori pilihan dari sejumlah teori yang telah dikuasai secara lengkap dengan mencakup perkembangan-perkembangan yang mengikuti teori tersebut. Perlu disadari bahwa ilmu terus berkembang dan teori yang dianggap efektif bisa jadi sudah tidak dapat dipergunakan lagi. Hal ini tentu saja menjadi faktor penting bagi peneliti sebelum meneliti lebih lanjut. Pada suatu disiplin kelimuan, hal demikan biasa disebut “the state of the art”.
Memiliki pengetahuan teori secara filsafati sangatlah penting karena pikiran-pikaran dasar yang melandasi teori tersebut seperti postulat dan asumsi sering kurang mendapat perhatian dalam proses belajar mengajar. bagi peneliti yang akan menulis tesis atau disertasi seharusnya mengetahui secara benar pikiran-pikiran dasar dari teori yang akan dipakai.  Hal inilah yang membedakan pendidikan di pascasarjana dengan pendidikan strata satu.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam menyusun kerangka pemikiran dibutuhkan teori-teori ilmiah yang menjadi dasar argumentasi sehingga membuahkan hipotesis. Adapun kriteria utama agar kerangka pemikiran dapat menguatkan para ilmuwan lain yaitu dengan alur-alur pikiran yang logis. Alur pikiran logis disini yakni menggunakan teori yang sudah di paparkan pada kerangka berpikir sebagi landasan dalam penelitian. Tidak sedikit tesis atau disertasi dimana teori-teori yang termaktub di dalamnya hanya sebagai pajangan belaka. Seharusnya teori-teori tersebut menjadi landasan yang kuat dalam membangun kerangka berpikir.


2.3 Metodologi Penelitian
Setelah perumusan hipotesis selesai dilakukan maka, tahap selanjutnya adalah menguji hipotesis tersebut secara empiris. Pada tahap inilah penggunaan metodologi suatu penelitian dibutuhkan. Metodologi adalah pengetahuan tentang berbagai metode, sedangkan metodologi penelitian merupakan pengetahuan tentang metode-metode yang digunakan dalam suatu penelitian, misalnya metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Setiap penelitian memiliki metode penelitian masing-masing. Pada tahap ini, tujuan penelitian harus dinyatakan secara lengkap, seperti variabel-variabel yang akan diteliti serta karakteristik-karakteristik hubungan yang akan diuji. Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, peneliti dapat memilih metode penelitian yang tepat beserta teknik yang ingin digunakan.
Metode adalah prosedur tertentu yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu sedangkan teknik adalah cara yang spesifik yang digunakan dalam penelitian untuk memecahkan masalah dengan prosedur  tertentu. Jadi, teknik-teknik tercakup dalam metode penelitian seperti, teknik pengambilan contoh, teknik pengukuran, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
Hal yang perlu diingat adalah pada proses verifikasi data dimana kesimpulan yang ditarik kemudian dibandingkan dengan hipotesis untuk menentukan hipotesis ditolak atau diterima. Oleh karena itu, teknik yang dipilih dalam metode penelitian harus sesuai dengan perumusan hipotesis.
Pada teknik pengumpulan data, variabel-variabel dalam penelitian harus dinyatakan kemudian sumber data mengenai keterangan variabel tersebut didapatkan. Dalam proses pengumpulan data diperlukan instrumen. Instrumen perlu diuji keabsahan (validity) dan keandalannya (reliability) sebelum digunakan. Instrumen harus memenuhi persyaratan secara a priori. Maka, instrument dicantumkan secara singkat dalam metode penelitian.
2.4 Hasil Penelitian
Setelah melakukan sejumlah tahap penelitian yang telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya, langkah selanjutnya yakni pada hasil dari penelitian itu sendiri. Secara singkat hasil penelitian dapat dilaporkan dalam kegiatan sebagai berikut:[9]
a.            Menyatakan variabel-variabel yang diteliti.
b.            Menyatakan teknik analisis data.
c.            Mendeskripsikan hasil analisis data.
d.            Memberikan penafsiran terhadap kesimpulan analisis data.
e.            Menyimpulkan pengujian hipotesis apakah ditolak atau diterima.

2.5  Ringkasan dan Kesimpulan
Kesimpulan penelitian merupakan sintesis dari keseluruhan aspek penelitian yang terdiri dari masalah, kerangka teoritis, hipotesis, metodologi penelitian, dan penemuan penelitian. Sintesis ini membuahkan kesimpulan yang ditopang oleh suatu kajian yang bersifat terpadu dengan meletakkan berbagai aspek penelitian dalam perspektif yang menyeluruh. Untuk itu bagian ini disebut ringkasan dan kesimpulan yang pada dasarnya mencerminkan hakikat kesimpulan yang disingkapkan oleh penelitian.Berikut langkah-langkah menyusun ringkasan dan kesimpulan:[10]
a.            Deskripsi singkat mengenai masalah, kerangka teoritis, hipotesis, metodologi dan penemuan penelitian.
b.            Kesimpulan penelitian yang merupakan sintesis berdasarkan keseluruhan aspek tersebut di atas.
c.            Pembahasan kesimpulan penelitian dengan melakukan perbandingan terhadap penelitian lain dan pengetahuan ilmiah yang releva.
d.            Mengkaji implikasi penelitian.
e.            Mengajukan saran.

2.6  Abstrak
Seluruh laporan penelitian kemudian disarikan dalam sebuah ringkasan yang disebut abstrak. Abstrak merupakan ringkasan seluruh kegiatan penelitian yang dikemas dengan ringkas namun padat. Abstrak mencakup keseluruhan pokok pernyataan penelitian sesuai dengan langkah-langkah kegiatan penelitian.
2.7 Daftar Pustaka
Pada hakikatnya daftar pustaka merupakan inventarisasi dari seluruh publikasi ilmiah maupun nonilmiah yang dipergunakan sebagai dasar bagi pengkajian yang dilakukan.
2.8 Riwayat Hidup
Riwayat hidup merupakan deskripsi dari latar belakang pendidikan dan pekerjaan peneliti yang mempunyai hubungan dengan penulisan karya ilmiah yang disampaikan. Semua hal yang bersifat penting tentang latar belakang penulis diringkaskan dalam sebuah penjelasan yang cukup padat.
2.9 Usulan Penelitian
Sebuah usulan penelitian mengandung seluruh langkah-langkah penelitian tanpa hasil penelitian. Dengan demikian usulan penelitian hanya mencakup langkah pengajuan masalah, penyusunan kerangka teoritis, dan pengajuan hipotesis serta metodologi penelitian.
Mengkomunikasikan gagasan-gagasan dalam cara-cara yang dapat diterima oleh bidang-bidang keilmuan itulah yang merupakan jiwa dari sebuah karya ilmiah.Langkah-langkah dalam penelitian ilmiah yang telah dijelaskan di atas dapat dijadikan sebagai kerangka pembahasan yang lebih mendalam mengenai filsafat ilmu. Kegunaan yang diperoleh dari penelitian dapat dikaitkan dengan aksiologi keilmuan yang membahas nilai kegunaan ilmu sekaligus membahas berbagai aspek moral dan sosial. Pembahasan filsafat ilmu diharapkan memungkinkan berkembangnya pengkajian filsafat yang berorientasi kepada ilmu dengan menekankan kepda aspek-aspek filsafat yang penting sekaligus menyaring yang kurang penting.








BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya dapat disimpulkan  beberapa hal berikut.
1.    Struktur penelitian ilmiah harus dipahami dengan baik oleh seorang peneliti agar peneliti tidak terhambat dalam melakukan penelitian. Selain itu, penguasaan struktur penelitian dengan baik tidak akan membuat peneliti bingung harus memulai penelitian dari mana dan melangkah kemana.
2.    Penguasaan penulisan ilmiah juga hal penting bagi seorang peneliti atau penulis ilmiah. Dengan menguasai cara penulisan ilmiah, penulis tidak akan bermasalah dalam menempatkan semua unsur-unsur yang terdapat dalam aturan ilmiah tersebut. misalnya, penulis tidak lagi bingung harus menempatkan hipotesisnya dimana, apakah setelah perumusan atau setelah hasil penelitian. Hal ini dikarenakan penulis sudah mengetahui hakikat dan fungsi unsure-unsur tersebut dalam keseluruhan struktur peelitian ilmiah.
3.    Struktur penelitian ilmiah dimulai dari pengajuan masalah, penyusunan kerangka teoritis, metodologi penelitian, hasil penelitian, ringkasan dan simpulan.
DAFTAR PUSTAKA
Emzir. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Grafindo.

Suriasumantri, Jujun.1982. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: PT. Penebar Swadaya




[1]  Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan , (Jakarta:PT Grafindo, 2008), h. 3
[2] Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 2009), h. 309.
[3] Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 2009), h. 309.
[4] Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 2009), h. 311.
[5] Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 2009), h. 312.
[6] Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 2009), h. 313.
[7] Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 2009), h. 313.
[8] Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 2009), h. 318.
[9]Jujun S. Suriasumantri, FilsafatIlmu: SebuahPengantarPopuler, Jakarta 1995: PustakaSinarHarapan. h.339
[10]Jujun S. Suriasumantri, FilsafatIlmu: Sebuah Pengantar Populer,( Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 1995) h.341

2 komentar: